-
Pemerintah Inkonsisten Soal Menyelamatkan Warga Negara Dari Pidana Mati
Rabu, 10/01/2018 11:12 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai, pemerintah inkonsisten dalam menyelamatkan nyawa warga negara dari pidana mati. "Upaya menyelamatkan nyawa warga negara masih sebatas dalam capaian diplomatik, bukan pengejawantahan pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia," kata Direktur Pelaksana ICJR Erasmus A. T. Napitupulu, kepada gresnews.com, Rabu (10/1).
Kritik ini disampaikan ICJR terkait kegiatan Pameran Capaian 3 Tahun Kementerian Luar Negeri di Jakarta pada Selasa (9/1) kemarin. Dalam pernyataan persnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengemukakan beberapa capaian pemerintah era Presiden Joko Widodo yang dianggap penting dan strategis. Salah satu dari banyak capaian yang dipresentasikan Menlu Retno adalah perlindungan warga negara di luar negeri.
Dalam keterangannya, Retno menyatakan bahwa dalam dunia dengan dinamika yang tinggi, upaya perlindungan warga negara di luar negeri memiliki tantangan tersendiri. Selama tiga tahun terakhir, menurut Retno pemerintah terus berupaya menghadirkan negara bagi seluruh rakyatnya, di mana pun berada.
Di antaranya menyelesaikan 9.894 kasus WNI di luar negeri, memfasilitasi pemulangan hampir 50.000 WNI, khususnya pekerja migran, yang menghadapi situasi rentan di luar negeri. Kemudian, mengembalikan hak-hak finansial WNI senilai lebih dari Rp120 miliar, dan membebaskan dua orang sandera dari Filipina Selatan. Selain capain-capain tersebut, salah satu capaian yang cukup menyita perhatian ICJR adalah klaim keberhasilan pemerintah dalam membebaskan 14 WNI dari ancaman hukuman mati.
"Dalam perspektif hak asasi manusia, tentu saja ICJR mengapresiasi capaian dari pemerintah yang diwakili oleh Kemlu tersebut. Membebaskan seseorang dari ancaman pidana mati tentu saja bukanlah pekerjaan mudah, terlebih dalam perspektif negara hal itu dilakukan untuk melindungi warga negara sendiri," terang Erasmus.
Namun, capaian penting keberhasilan Kemlu ini nampaknya dilakukan secara diskriminatif hanya bagi WNI di luar negeri dalam konteks kerja-kerja diplomatik. Dalam catatan ICJR, sepanjang Pemerintahan Presiden Joko Widodo, telah dilakukan tiga kali gelombang eksekusi mati, yaitu dua gelombang eksekusi pada 2015 dan satu kali eksekusi di 2016. Dari tiga kali gelombang eksekusi itu, pemerintah telah memasukkan 29 nama sdalam daftar terpidana yang akan eksekusi mati.
Sejumlah 18 orang di antaranya telah dieksekusi mati dan sisinya masih menunggu giliran eksekusi di depan regu tembak. Dari 29 nama itu, ada 6 (enam) orang yang merupakan warga negara Indonesia. Dari total 6 (enam) orang WNI yang masuk daftar dieksekusi mati, 3 (tiga) orang dieksekusi mati yaitu Rani Andriani alias Melisa Aprillia, Zainal Abidin dan Freddy Budiman.
Fakta itu belum ditambah dari jumlah terpidana mati yang berada dalam masa tunggu eksekusi mati di Lapas di Indonesia. Berdasarkan data Ditjen PAS Kemenkumham per Oktober 2017, terdapat 165 terpidana mati yang tersebar di Lapas-Lapas di seluruh Indonesia.
Dari angka itu, 111 terpidana mati berkebangsaan Indonesia. Khusus untuk terpidana kasus narkotika, Presiden Joko Widodo telah secara jelas menyatakan akan menolak seluruh permohonan grasi yang diajukan. "Artinya, apabila tidak ada perubahan dari sisi judisial, maka terpidana mati kasus narkotika, sekalipun ber- warga negara Indonesia tidak akan diberi kesempatan hidup oleh presiden, berbeda dengan usaha yang dilakukan pemerintah bagi warga negara di luar negeri," ujarnya.
Apabila melihat penekanan tegas dari pemerintah bahwa melindungi WNI di mana pun berada adalah salah satu fokus pemerintah, maka terlihat inkonsistensi ketika pemerintah malah melakukan eksekusi mati di dalam negeri. Inkonsistensi ini menunjukkan bahwa menyelamatkan nyawa warga negara masih sebatas dalam capaian diplomatik, bukan pengejawantahan pembukaan UUD 1945 yaitu membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Untuk itu, disamping secara tulus mengapresiasi kerja-kerja Kemlu dalam menyelamatkan WNI yang diancam pidana mati di luar negeri, ICJR berharap agar Pemerintahan Presiden Joko Widodo juga konsisten dan amanah tanpa diskriminasi dalam melindungi seluruh warga negara Indonesia.
"Bahwa menjadi penting menolak praktik hukuman mati di seluruh dunia, terlebih di dalam negeri sendiri. Pemerintah harus mampu menunjukkan bahwa menyematkan warga negara dan menjamin hak untuk hidup dari setiap warga negara adalah salah satu kewajiban utama negara," pungkasnya. (mag)Enam Rekomendasi Terkait Hukuman Mati
Rabu, 11/10/2017 11:00 WIBSetiap tanggal 10 Oktober, dunia memperingati hari anti hukuman mati internasional, untuk menentang hukuman mati yang merupakan hukuman tidak beradab dan sudah ditinggalkan banyak negara di dunia.
Soal Pidana Mati, Pemerintah Jangan Langgar Hukum
Senin, 27/02/2017 09:00 WIBTerkait masalah ini, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengingatkan pemerintah, hak-hak terpidana mati tidak boleh dikesampingkan.
Belitan Narkoba di Tubuh Kepolisian
Rabu, 12/10/2016 09:00 WIBSelama ini Polri cenderung tidak transparan dalam memproses anggotanya yang terlibat narkoba, terutama yang berpangkat perwira.
Menanti Aksi TPF "Tandingan" Kejaksaan Agung
Sabtu, 24/09/2016 12:00 WIBAtas temuan itu, Kejaksaan Agung yang merasa telah menjadi sasaran tembak pun berencana membuat TPF "tandingan" untuk mengungkap kebenaran temuan TPF Polri itu.
Perang Gugat Keppres Grasi Terpidana Mati
Selasa, 20/09/2016 17:00 WIBHasilnya, ICJR berhasil memenangkan gugatan tersebut. KIP memutuskan dokumen dimaksud adalah dokumen publik yang harus dibuka kepada publik. Namun, pihak Setneg selaku tergugat menolak putusan KIP tersebut dan mengajukan banding dengan cara menggugat putusan KIP itu ke PTUN.
TPF Temukan Jaksa Nakal, Kejagung Gerah
Jum'at, 16/09/2016 21:00 WIBBoleh jadi Kejaksaan Agung gerah, karena temuan TPF memang sama sekali tak mengungkap dugaan adanya setoran dari Fredi Budiman ke petinggi Polri hingga mencapai sebesar Rp90 miliar.
Upeti Akiong Pintu Masuk Bongkar Aliran Dana Fredi Budiman
Kamis, 15/09/2016 19:00 WIBeski begitu, Tim Independen menemukan fakta lain berupa adanya setoran dari narapidana lain bernama Akiong alias Chandra Halim ke perwira menengah Polri.
Menakar Komitmen Polri Ungkap TPPU Fredi Budiman
Jum'at, 19/08/2016 21:23 WIBHendardi mengatakan, kesaksian John Kei menegaskan pertemuan tersebut ada. Namun tim belum ambil kesimpulan.
Mencari Bukti Lain Kasus Pencucian Uang Fredi Budiman
Rabu, 17/08/2016 15:00 WIBNamun perkara ikutan yang mengiringi laku lancung Fredi yaitu kasus dugaan tindak pidana pencucian uang, masih terus diselidiki polisi.
Upaya Tim Independen Mengungkap Pengakuan Haris Azhar
Selasa, 16/08/2016 17:00 WIBSelama tim independen ini bekerja, kasus pidana Haris Azhar di Badan Reserse Kriminal Mabes Polri dihentikan sementara. Haris dilaporkan oleh Mabes Polri, BNN dan TNI atas ´nyanyiannya´ soal dugaan upeti kepada oknum pejabat BNN dan Mabes Polri.
Dugaan Maladministrasi Eksekusi Mati Jilid III
Jum'at, 12/08/2016 21:00 WIBMenurutnya, eksekusi yang dilaksanakan pada 29 Juli lalu itu bukan proses hukum yang sah. Bahkan Jaksa Agung dapat disangka dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Kepentingan di Balik "Perdamaian Sementara" Polisi VS Haris Azhar
Kamis, 11/08/2016 19:00 WIBPolri akhirnya menghentikan sementara proses penyelidikan terhadap Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar atas aduan pencemaran nama baik tiga lembaga, TNI, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri.
Pelajaran dari Eksekusi Mati 4 Terpidana
Sabtu, 06/08/2016 12:00 WIBEksekusi mati terhadap empat terpidana narkoba yang berlangsung 29 Juni 2016 lalu dinilai cacat hukum dan melanggar undang-undang.
Kematian Fredi Budiman Tinggalkan Pekerjaan Rumah
Selasa, 02/08/2016 19:00 WIBWayan belum berani memastikan apakah permintaan itu memang berasal dari oknum BNN, ataukah hanya mengaku berasal dari institusi tersebut.