Mencari Bukti Lain Kasus Pencucian Uang Fredi Budiman
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Fredi Budiman telah berkalang tanah. Dia telah menjemput takdirnya di hadapan regu tembak Kejaksaan Agung, sebagai terpidana mati kasus penyelundupan narkotika dan bahan berbahaya (narkoba). Namun perkara ikutan yang mengiringi laku lancung Fredi yaitu kasus dugaan tindak pidana pencucian uang masih terus disidik polisi.
Malangnya, kematian Fredi, sekaligus membuat upaya penyidikan yang dilakukan oleh Badan Reserse Kriminal Mabes Polri itu menemui jalan terjal. Pasalnya, dalam kasus ini, Fredi juga sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sejatinya, keterangan Fredi akan sangat berguna untuk menjerat pihak-pihak lain yang diduga terlibat.
Tetapi malang tak bisa ditolak, dengan kematian Fredi, tim penyidik harus kerja keras menyidik kasus itu. Penyidikan kasus TPPU yang melibatkan Fredi memang sangat penting diusut. Hal ini terkait hebih pengakuan Fredi di hadapan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar.
Haris mengatakan, berdasarkan keterangan Fredi, dia telah memberikan uang ke oknum Badan Narkotika Nasional (BNN) sebesar Rp450 miliar dan Rp90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Selain itu, penyelundup 1,4 juta butir ekstasi ini juga mengaku, harga per butir ekstasi dari pabrik di China Rp5 ribu.
Kemudian dia bekerja sama dengan oknum-oknum mulai dari perizinan masuk barang sampai penegak hukum. Mereka kerap menitip harga mulai dari Rp10 ribu sampai Rp20 ribu per butir. "Fredi mengaku dia bisa menjual Rp200 ribu per butir, dan dia tak masalah ketika oknum Bea Cukai, oknum polisi, dan oknum BNN ikut menitip harga per butirnya," ujar Haris, dalam konferensi persnya di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Jumat (29/7).
Haris yakin, informasi yang ia unggah di media sosial terkait pengakuan Fredi Budiman valid. Dia kembali menegaskan, informasi yang disampaikan tersebut untuk membantu pihak terkait membongkar dugaan adanya oknum yang terlibat membantu Fredi terkait peredaran narkoba.
Sempat dilaporkan dengan tuduhan pencemaran nama baik, Haris dan Polri akhirnya berdamai. Setelahnya, Mabes Polri membentuk Tim Pencari Fakta Gabungan yang berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menguji testimoni Fredi Budiman. Polri ingin menelusuri ada tidaknya aliran dana yang mencurigakan dari rekening Fredi terkait bisnis narkoba.
"Kalau ada fakta aliran uang itu akan dicari. Kalau dari hasil PPATK ada aliran dana itu diikuti. Sudah koordinasi dengan PPATK dan menunggu data yang riil," kata Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri yang juga penanggung jawab tim gabungan Komjen Dwi Priyatno dalam jumpa pers di Kompleks PTIK, Jakarta, Kamis (11/8).
Hasilnya, beberapa waktu lalu, Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengungkapkan, lembaganya menemukan adanya transaksi mencurigakan sebesar Rp3,6 triliun. Uang tersebut mencurigakan karena hanya berputar dari satu rekening ke rekening lain yang pemberi dan penerimanya adalah merupakan anggota jaringan Fredi.
Hanya saja Agus mengaku, belum bisa memastikan apakah dana-dana itu terkait dengan kejahatan narkotika yang dilakukan Fredi. Di sinilah tantangan penyidik akan semakin berat. Pasalnya dengan kematian Fredi, penyidik harus bisa membuktikan sumber dan aliran dana Fredi.
Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Noor Rochmad mengatakan, dengan meninggalnya Fredi, semua kasus hukumnya gugur. Termasuk penetapan tersangka dalam kasus TPPU. Namun Noor menyatakan, untuk kasus TPPU-nya penyidik masih bisa menelusurinya, terutama untuk mengungkap jaringan yang terlibat dalam bisnis haram Fredi. Termasuk membuktikan pengakuan Fredi seperti yang diungkap Haris
Namun, Noor mengakui, penyidik harus kerja keras untuk bisa membuktikannya. "Fredi (saksi mahkota) meninggal itu akan menjadi kendala untuk pembuktiannya," kata Noor saat dikonfirmasi gresnews.com, Rabu (17/8).
Meski begitu, Noor optimistis pihak penyidik mampu mengungkap dugaan TPPU untuk mengungkap jaringan Fredi. Penyidik, kata dia, bisa menggunakan alat bukti lain seperti petunjuk, keterangan ahli dan dokumen transaksi. "Bisa saja saksi mahkota diabaikan dengan memperkuat alat bukti lainnya," kata Noor.
Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, kasus TPPU Fredi Budiman masih terus berjalan. Penyidik pada Tindak Pidana Pencucian Uang/Money Laundering Bareskrim akan menelusuri kemana saja aliran dana tersebut. Kata Boy, siapapun yang menerima atau memindahkan atau menyimpan akan diproses hukum. "Ini kan uang hasil dari perdagangan narkoba," kata Boy.
USUT TUNTAS - Pada kesempatan terpisah, dosen hukum pidana Unversitas Al Azhar Indonesia Supandji mendorong aparat penegak hukum mengusut tuntas dugaan TPPU Fredi Budiman meskipun tak ada lagi tersangka utamanya yaitu Fredi Budiman itu sendiri.
"Jika kasus ini ditutup seiring meninggalnya Fredi maka ini akan memberikan dampak buruk bagi penegakan hukum kejahatan narkoba," katanya usai Diskusi "Mengkritisi Penegakan Hukum di Indonesia" dan peluncuran buku berjudul PK Jaksa Pasca Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016: Executable Atau Non-Executable? di Universitas Al Azhar, Jakarta, Selasa (16/8). .
Supandji menegaskan, aparat penegak hukum harus mencari alat bukti lain untuk membongkar jaringan Fredi ini. Menurut Supandji, penyidik jangan hanya terpaku pada Fredi. "Harus diusut tuntas dengan mendasari kepada alat bukti lain yang relevan, alat bukti itu tidak terbatas, bisa surat, petunjuk dan keterangan ahli," kata Supandji
Menurut Kasubdit Tindak Pidana Pencucian Uang/Money Laundering Bareskrim Kombes Golkar Pangarso, pencucian uang Fredi itu modusnya bukan transaksi keuangan melainkan dibelikan aset. Penyidik terus melakukan profiling siapa saja orang-orang yang berada di lingkaran Freddy dan dipakai namanya untuk menyembunyikan aset itu. "Tujuannya supaya aset-aset itu bisa disita dan dikembalikan kepada negara," katanya.
Salah satu aset yang bisa dideteksi polisi adalah sebuah hotel mewah dengan 200 kamar bernama Bali Kuta Residence di Bali. Hotel yang diduga dibangun dari hasil uang bisnis narkotika itu dikelola oleh kakak Fredi berinisial LO dan seorang warga negara asing asal Singapura berinisal HS. Nilai hotel mewah itu ditaksir mencapai Rp80 miliar.
Selain hotel juga ada aset berupa rumah tinggal di Jalan Cempaka Jakarta Selatan yang juga diduga dari hasil jual beli narkotika serta ruko yang menjadi tempat packing narkotika di Mutiara Taman Palem Ruko CBD. Aset yang membuat Fredi jadi tersangka pencucian uang itu terkait kejahatannya membuat pabrik narkoba jenis sabu-sabu dan ekstasi yang diungkap Direktorat Narkoba Bareskrim pada April 2015 lalu.
Saat pabrik Fredi diungkap pada April lalu itu, jaringannya ternyata sudah mengakar antara Belanda-Pakistan-Indonesia. Saat itu ada 12 orang WNI yang dibekuk termasuk Fredi. Yang lain adalah Yanto, Aries, Latif, Gimo, Asnun, Henry, Riski, Hadi, Kimung, Andre dan Asiong.
- Pemerintah Inkonsisten Soal Menyelamatkan Warga Negara Dari Pidana Mati
- Enam Rekomendasi Terkait Hukuman Mati
- Soal Pidana Mati, Pemerintah Jangan Langgar Hukum
- Belitan Narkoba di Tubuh Kepolisian
- Menanti Aksi TPF "Tandingan" Kejaksaan Agung
- Perang Gugat Keppres Grasi Terpidana Mati
- TPF Temukan Jaksa Nakal, Kejagung Gerah