JAKARTA, GRESNEWS.COM - Eksekusi mati terhadap gembong narkotika Fredy Budiman masih meninggalkan masalah. Tidak hanya dugaan aliran uang kepada para aparat penegak hukum, seperti Mabes Polri dan juga Badan Narkotika Nasional (BNN) yang konon nilainya mencapai ratusan miliar.

Kematian Fredy juga meninggalkan cerita adanya upaya sabotase di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusa Kambangan berupa pencopotan sejumlah kamera pengawas atau CCTV. Hal ini membuat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen PAS Kemenkumham) melakukan investigasi untuk mencari tahu kebenarannya.

Dirjen PAS Kemenkumham I Wayan Kusmiantha Dusak mengaku sudah mendapat informasi mengenai hal tersebut. Wayan mengatakan dari pengakuan Kepala Lapas Nusa Kambangan ketika itu Liberty Sitinjak, memang ada pencopotan dari pihak yang mengaku berasal dari Badan Narkotika Nasional (BNN).

"Untuk Pak Sitinjak ini pertama kita sudah klarifikasi dengan yang bersangkutan. Kemarin juga di media sudah menyampaikan bahwa memang, konon ada dari BNN," kata Wayan di Gedung Kemenkumham, Selasa (2/8).

Namun, Wayan belum berani memastikan apakah permintaan itu memang berasal dari oknum BNN, ataukah hanya mengaku berasal dari institusi tersebut. Apalagi, Sitinjak sendiri memang tidak bertemu langsung dengan oknum yang dimaksud.

"Tapi bukan ketemu sama dia, BNN siapa kan ini? Nah ini belum tahu, kan bisa saja ada yang ngaku-ngaku BNN. Nah perlu ada pendalaman. Dan ini kewenangan BNN dan kepolisian kalau memang bener seperti itu, dan harus bisa dibuktikan juga," tutur Wayan.

"Kalau secara lisan dia gak ketemu langsung sama orang BNN itu, itu saja. ´Tapi permah ada pak, tapi saya gak ada di tempat´," sambung Wayan menirukan pengakuan Sitinjak.

Hal ini, kata Wayan perlu didalami lebih lanjut bukan hanya terkait pencopotan kamera pengawas, tetapi juga berkaitan mengenai pengakuan-pengakuan Fredy yang lain. Meskipun begitu, Wayan berpendapat bahwa hal ini bukanlah menjadi kewajiban Ditjen PAS, melainkan kepolisian dan BNN.

"Nah ini perlu pendalaman. Pendalaman bukan hanya Pak Sitinjak, tapi prosesnya si Fredy ini kemana aja. Bisa menjadikan nanti, kita bisa tarik kesimpulan. Lalu bahan ini juga bisa kita berikan ke kepolisian atau BNN. Tugas kita kan membantu, apa yang bisa kita sampaikan," pungkas Wayan.

Tetapi bukan berarti Ditjen PAS lepas tangan begitu saja. Wayan berkata pihaknya tetap melakukan investigasi untuk menindaklanjuti kabar negatif yang berada di bawah kewenangannya. "Makanya saya buat tim buat investigasi. Nah nanti dicari tahu siapa anak buahnya (Sitinjak yang bertemu oknum mengaku BNN) siapa yang dateng. Kan gitu, pernyataan dia cuma itu aja," pungkas Wayan.

PEKERJAAN RUMAH PENEGAK HUKUM - Pernyataan yang dilontarkan Wayan, sesuai dengan pengakuan Koordinator untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar. Haris mengatakan ada pencopotan kamera perekam yang diduga dilakukan oleh oknum yang mengaku berasal dari BNN.

"Beliau (Sitinjak) menceritakan sendiri, beliau pernah beberapa kali diminta pejabat BNN yang sering berkunjung ke Nusa Kambangan, agar mencabut dua kamera yang mengawasi Fredi Budiman tersebut," kata Haris dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.

"Saya menganggap ini aneh, hingga muncul pertanyaan, kenapa pihak BNN berkeberatan adanya kamera yang mengawasi Fredi Budiman? Bukankah status Fredi Budiman sebagai penjahat kelas "kakap" justru harus diawasi secara ketat? Pertanyaan saya ini terjawab oleh cerita dan kesaksian Fredi Budiman sendiri," ujar Haris.

Di mata Haris sosok Sitinjak ini memiliki catatan bagus, memiliki integritas dan tidak kompromi. Dia ditunjuk Denny Indrayana yang saat itu menjadi Wamen untuk membenahi LP Nusakambangan.

Menurut Haris, Sitinjak sangat tegas dan disiplin dalam mengelola penjara. Sitinjak melakukan sweeping kepemilikan handphone dan senjata tajam serta pemantauan terhadap penjara dan narapidana. Bahkan ia melihat sendiri hasil sweeping tersebut ditemukan banyak sekali handphone dan sejumlah senjata tajam.

Haris juga menyampaikan adanya pengakuan dari Fredy Budiman bahwa dirinya menyetor cukup besar kepada lembaga penegak hukum. Pejabat di Mabes Polri disebut terima Rp90 miliar, dan di BNN mencapai Rp450 miliar.

Fredi juga mengaku pernah menggunakan fasilitas mobil TNI seorang jenderal bintang dua. Kala itu sang jenderal duduk di samping dirinya saat perjalanan dari Medan sampai Jakarta dengan kondisi di bagian belakang penuh barang narkoba. "Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapun," kata Fredi saat itu pada Haris.

Aparat kepolisian sendiri sudah menindaklanjuti pengakuan tersebut. Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengutus Kadiv Humas Polri Irjen Polisi Boy Rafli Amar untuk bertemu dengan Haris untuk mendengarkan pengakuannya.

"Jadi kita istilahnya menerima baik itu sebagai informasi penting yang harus ditindaklanjuti," kata Boy Rafli di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (1/8).

Namun, menurut Boy, pengakuan ini tampak berdiri sendiri sebab hanya berasal dari pengakuan Haris yang mengaku mendapat cerita dari Fredi Budiman. Dalam pertemuan itu, Boy mengatakan dirinya lebih banyak mendengar penuturan Haris soal pengakuan Fredi pada 2014 lalu.

Menurut Boy, pengakuan Fredi yang ditulis Haris itu tidak ada rekaman suaranya. Polisi saat ini terus menganalisis konten yang ada itu, sekaligus mencermati kondisi-kondisi dan suasana kebatinan dari Fredy yang terpidana mati saat menceritakan pengakuannya ke Haris.

Boy sendiri menduga, pengakuan itu datang sebagai upaya Fredy menunda eksekusi mati. "Kita tahu semua orang yang mendapatkan hukuman, apalagi hukuman mati tentu pasti berupaya dengan segala cara untuk mencari pembenaran agar bisa lolos dari hukuman mati," ujarnya.

Boy mengakui ada kesulitan tersendiri dalam menelusuri pengakuan Fredi ini. Sebab, Fredi sudah tewas dan tak bisa didengar kesaksiannya. "Tidak mungkin didengar keterangannya untuk dikonfirmasi benarkah saudara berbicara itu kepada Haris. Kalau perkara ini maju ke pengadilan bagaimana dia jadi saksi," urainya.

Dari seluruh pengakuan Fredy yang disampaikan Haris, hanya satu hal yang mempunyai kedudukan lebih kuat dari pengakuan lainnya, yaitu mengenai pencopotan kamera pengawas yang sudah diakui Dirjen PAS. Sementara hal lain masih perlu pembuktian lebih lanjut. Meskipun begitu, profesionalitas penegak hukum seperti Polri dan BNN diuji untuk mengungkap kebenaran pengakuan ini.

BACA JUGA: