JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hasil peyelidikan yang dilakukan Tim Independen Pencari Fakta Gabungan yang dibentuk Mabes Polri untuk menyelidiki pengakuan terpidana mati kasus penyelundupan ekstasi sebanyak 1,4 juta butir Fredi Budiman, ternyata ikut menemukan adanya laku lancung oknum jaksa. TPF mengungkap adanya dugaan modus ´tukar kepala´ terpidana hingga adanya oknum jaksa yang memeras terpidana kasus narkoba.

Dalam kasus ´tukar kepala´, seorang terpidana mati bernama Tedja, disinyalir adalah korban yang ditumbalkan oleh Fredi Budiman. Tedja, oleh Fredi disuruh mengaku sebagai seseorang bernama Rudi, salah satu anggota jaringan narkoba Fredi Budiman.

Sebagai "Rudi", Tedja kemudian diminta bertemu dengan seseorang untuk bertransaksi di suatu tempat. Ternyata transaksi itu adalah jual-beli 1,4 juta pil ekstasi milik Fredi. Usai transaksi, Tedja ditangkap. Malangnya, sudah dikerjai Fredi, Tedja yang juga divonis mati, ternyata juga diperas jaksa.

"Jaksa meminta uang kepada orang ini dengan jumlah tertentu supaya pasalnya diubah. Mintanya kecil berarti pasalnya tidak penting-penting betul," kata anggota TPF Effendi Gazali, Kamis (15/9) kemarin.

Lebih sial lagi bagi Tedja, si oknum jaksa juga meminta agar Tedja merelakan istrinya untuk menemani oknum tersebut di ruang karaoke. "Karena jumlah yang dikasih tidak cukup, pasalnya tidak diubah. Malah orang ini dijatuhi hukuman mati," terang Effendi.

Temuan TPF tersebut, bukannya ditanggapi dengan kepala dingin oleh Kejaksaan Agung, malah ditanggapi dengan emosional. Tak terima dengan isi temuan TPF, Kejaksaan Agung akan membentuk Tim Pencari Fakta serupa untuk mengungkap temuan tersebut.

"Saya berpikir juga akan membentuk tim pencari fakta untuk melanjutkan temuan TPF Polri. Kita nggak mau adanya dugaan-dugaan, tentunya perlu dibuktikan," kata Jaksa Agung M Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jumat (16/9).

Prasetyo meminta TPF segera memberikan fakta dan bukti untuk dasar bagi Jaksa Agung menindak tegas kalau memang benar ada oknum jaksa yang terlibat. Kejaksaan akan tetap konsisten bertindak tegas menuntut hukuman maksimal bagi para pelaku, khususnya bandar dan pengedar narkoba.

Oleh sebab itu, Kejaksaan Agung tidak segan-segan akan menindak tegas dan tanpa pandang bulu jika ada di antara aparatnya yang coba-coba dan terbukti bermain mata dengan Fredi Budiman atau jaringannya sebagaimana yang ditengarai TPF.

Namun, Prasetyo menyesalkan pernyataan Effendi Gazali di forum jumpa pers TPF yang berisi tuduhan jaksa telah melakukan praktik ´tukar kepala´ dan melakukan pemerasan dalam penanganan perkara yang berkaitan dengan jaringan Fredi Budiman. Tuduhan itu, kata Prasetyo, sangat prematur yang masih perlu dibuktikan kebenarannya.

"Ini tiba tiba aja, kita enggak pernah dengar itu. Pak Jampidum bilang itu, yang gatel di kepala, digaruknya di kaki. Sehingga akhirnya yang gatel nggak berhenti, bagian lain malah luka karena digaruk," kata Prasetyo.

Saat disoal ada upaya mengalihkan persoalan aliran dana para gembong narkoba ke perwira polisi, Prasetyo tak menjawab tegas. "Saya nggak tahu, kita berusaha untuk bentuk TPF yang sama seperti apa yang dilakukan Polri. kita nggak pernah merencanakan bentuk TPF, tapi karena ada fakta lain yang ditemukan, tentunya saya berpikir untuk bentuk tim yang sama supaya terbuka," terang Prasetyo.

Sementara Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian enggan menanggapi lebih jauh temuan TPF terkait dugaan oknum jaksa yang memeras terpidana. Tito mengaku akan mempelajati temuan TPF. "Sekali lagi saya belum membaca, prinsipnya saya tidak akan mengintervensi TPF agar betul-betul kredibel dan objektif. Saya serahkan kepada tim," kata Tito Mabes Polri, Jumat (16/9).

Boleh jadi Kejaksaan Agung gerah, karena temuan TPF memang sama sekali tak mengungkap dugaan adanya setoran dari Fredi Budiman ke petinggi Polri hingga mencapai sebesar Rp90 miliar. TPF menegaskan, bukti soal itu tak ditemukan. Yang ditemukan adalah adanya suap kepada oknum perwira menengah Polri.

Nah, dalam konteks temuan aliran dana ke pamen Polri itulah, TPF juga menemukan adanya dugaan pemerasan oleh oknum jaksa kepada salah satu terpidana mati, yaitu Tedja. Bisa jadi, Kejaksaan Agung merasa, kerja TPF tak fokus, karena yang disorot adalah institusi Polri, namun Kejaksaan ikut kena "tembak".

Meski begitu, Prasetyo menghormati kesimpulan dari TPGF bentukan Polri tersebut. "Semula kita tidak pernah merencanakan ingin membentuk TPF, tapi karena ada fakta lain yang dikatakan ditemukan oleh mereka, tentunya saya harus membentuk tim yang sama biar terbuka semuanya," katanya.

TAK BISA SEMBARANGAN UBAH PASAL - Ternyata, temuan TPF terkait dugaan pemerasan yang dilakukan oknum jaksa itu tak cuma bikin gerah Kejaksaan Agung. Para jaksa tergabung dalam Perhimpunan Jaksa Indonesia (PJI) juga ikut "kebakaran jenggot" dan tak terima tak terima mendapat tudingan ada anggotanya yang diduga memeras terpidana mati kasus narkoba.

Para jaksa meminta agar TPF tak asal tuduh dan memberikan pembuktian yang jelas. "Jangan main tuduh lah tidak baik, masa yang gatal kepalanya yang digaruk kakinya," kata Ketua PJI yang juga Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Noor Rochmad di Kejaksaan Agung.

Noor Rahmad mengaku, hingga kini belum ada koordinasi antara Kejaksaan Agung dengan tim investigasi Polri terkait adanya temuan oknum jaksa pemeras terpidana mati. Namun dia memaparkan, terkait kasus Fredi Budiman, tak mungkin ada jaksa yang bisa memeras tersangka untuk bisa mengubah pasal.

Dia menerangkan, kasus Fredi dan Tedja ditangani pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Mabes Polri. Dalam hal ini, jaksa hanya menerima berkas penyidikan dan melakukan penuntutan. "Nah, kalau mau ubah pasal, itu mesti lewat P-19 (berkas dikembalikan ke penyidik-red), baru bisa ada perubahan karena penyidikannya ada di BNN dan kepolisian," ujar Noor Rahmad.

Jaksa, menurut Noor Rahmad, tidak memiliki kapasitas untuk bebas seenaknya berkompromi jahat mengubah pasal dakwaan ketika melakukan penuntutan. Jika jaksa memandang perlu mengubah dakwaan dengan pasal-pasal yang lebih sesuai dan tepat hal itu hanya bisa dilakukannya melalui mekanisme pemberian petunjuk dan berkoordinasi dengan penyidik.

Jika pasal diubah oleh penuntut umum tanpa melalui proses P-19, kata Noor Rahmad, maka berkas itu akan cacat. "Karena itu jangan sembarang menuduh, melempar isu. Jangan membuat gaduh," tegas Noor Rahmad.

Dia meminta TPF membuka nama oknum jaksa yang diduga memeras Tedja tersebut dan membuka kapan pemerasan dilakukan dan dimana pemerasan terjadi. "Kalau itu jelas, kami langsung periksa oknum jaksa itu. Saya tangkap dia," tuturnya.

BACA JUGA: