-
Ancaman Agus Rahardjo Berbuah Ancaman
Selasa, 05/09/2017 10:00 WIBAncaman Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo untuk menjerat seluruh anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Anget KPK dengan Pasal 21 UU Tipikor, berbuah ancaman balik dari para anggota dewan.
Saling Ancam Antara KPK dan Pansus Angket DPR
Senin, 04/09/2017 20:00 WIB
AKARTA, GRESNEWS.COM - Konflik antara Pansus Hak Angket dan Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) semakin memanas. Setelah
Ketua KPK Agus Rahardjo mengancam akan menerapkan pasal merintangi kerja KPK terhadap anggota Pansus Hak Angket DPR kini, Komisi III DPR sebagai mitra KPK mengancam balik akan membawa pernyataan Agus ke ranah hukum.
"Tentu akan kita persoalkan," ujar anggota Komisi III DPR Arsul Sani di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (4/9).
Arsul menegaskan, internal Komisi III serius menyikapi ucapan Agus. Mereka pun berencana melaporkan Agus ke polisi.
Menurut Arsul dilingkungan internal Komisi tengah berkembang diskusi, membangun wacana untuk melaporkan KPK juga. Komisi III, kata Arsul, rencananya akan melaporkan Agus ke Direktorat Tindak Pidana Umum (Tipidum) Bareskrim Polri. "Ke tindak pidana umum ke Polri lah," ujarnya.
Sebelumnya, Agus menyatakan akan menunggu putusan Mahkamah Konstitusi soal keabsahan Pansus Hak Angket KPK. Setelah ada putusan dari MK ia menyatakan bisa menerapkan Pasal UU Tipikor ke Pansus Angket.
"Kita sedang mempertimbangkan, misalnya kalau begini terus (pasal) obstruction of justice (merintangi penyidikan) kan bisa kita terapkan. Karena kita sedang menangani kasus yang besar selalu dihambat," ujar Agus di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jaksel, Kamis (31/8). (dtc/rm)"Perang Penyidik" di Internal KPK Memanas
Senin, 04/09/2017 11:00 WIB"Perang" di internal direktorat penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipicu oleh perseteruan antara Direktur Penyidikan KPK Brigjen Polisi Aris Budiman dan penyidik senior KPK Novel Baswedan terus berlanjut.
Menanti Campur Tangan Jokowi dalam Konflik KPK-DPR
Minggu, 03/09/2017 15:00 WIB
Sejumlah pihak mendesak Presiden Joko Widodo turun tangan mengakhiri polemik antara KPK dan Pansus Hak Angket.Mengungkit "Borok" Hubungan KPK DPR Memanas
Minggu, 03/09/2017 12:00 WIBDalam RDP Aris menjelaskan ada satu perkara korupsi yang kerugian negaranya lebih besar dari kasus e-KTP. Jumlah kerugiannya fantastis, yakni Rp 4,6 triliun. Hal ini terungkap saat salah satu anggota Pansus menyoroti kerap bocornya data kasus yang sedang ditangani KPK ke publik.
Polri Minta Tak Dikaitkan dengan Kehadiran Dirdik KPK ke Pansus Angket KPK
Sabtu, 02/09/2017 16:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakapolri Komjen Syafruddin meminta masyarakat tak mengaitkan kasus kehadiran Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Brigjen Aris Budiman ke Pansus Hak Angket KPK di DPR dengan polri. Menurut pihaknya, hal tersebut merupakan domain KPK
"Aris Budiman itu domainnya KPK. Aris Budiman itu anak buahnya KPK, bukan anak buah Polri sekarang," ujar Syafruddin kepada wartawan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (2/9).
Syafruddin juga menolak mengomentari pertanyaan wartawan yang menanyakan ada tidaknya komunikasi Brigjen Aris Budiman terlebih dulu ke Polri sebelum hadir di DPR . Syafruddin justru meminta agar tidak ada pihak yang mencoba membenturkan Polri dengan KPK.
"Itu domain KPK, jangan diputar-putar. Jangan ada opini yang membangun membenturkan KPK dengan Polri. Percuma, karena KPK dan Polri solid," sebutnya.
Terkait kehadiran Aris di Pansus Angket KPK, Selasa (29/8), Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku tidak menerima tembusan surat panggilan dari Pansus. Aris, disebut Agus, menghadiri Pansus KPK di DPR meski tiga orang pimpinan sedang berunding.
"Kami mencoba memanggil yang bersangkutan, tapi kelihatannya yang bersangkutan telah meninggalkan tempat. Kemudian kita dengar juga yang bersangkutan di DPR, ´Baru kali ini di dalam masa karier saya--mungkin tidak patuh dengan pimpinan´. Jadi itu kenyataan yang kemudian kita dengarkan dari dengar pendapat itu, pasti kemudian KPK punya peraturan," tegas Agus, Rabu (30/8).
Agus menegaskan lembaganya memiliki aturan yang mengikat para pegawai, termasuk direktur penyidikan. KPK, ditegaskan Agus, akan memproses secara internal kehadiran Brigjen Aris di Pansus Angket.
"Bentuk pelanggaran apa pun kita ada peraturan," kata Agus.
Kemarin KPK telah menggelar sidang Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) untuk Aris. Pimpinan KPK mengaku saat ini sedang menunggu hasil sidang yang terdiri atas seluruh eselon I, deputi, sekjen, biro hukum, dan pengawasan internal. (dtc/rm)DPR Anggap Pimpinan KPK Arogan di Kasus Pansus Angket KPK
Jum'at, 01/09/2017 19:28 WIBKetua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengkritik pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjoyang menyebut pasal tipikor dapat diterapkan kepada Pansus Angket KPK bila terus menghambat kinerja KPK. Bambang, yang akrab disapa Bamsoet, menilai pernyataan Agus arogan.
"Komisi III DPR RI menyesalkan sikap pimpinan KPK terkait pernyataannya yang menuding Pansus Hak Angket DPR untuk KPK itu ilegal dan akan menjerat semua anggota Pansus Hak Angket dengan pidana tipikor," ujar Bambang dalam keterangan tertulis, Jumat (1/9/2017).
Saat menanggapi soal dinamika Pansus Angket KPK, Agus memang menyebut masih menunggu hasil putusan Mahkamah Konstitusi soal keabsahan hak angket tersebut di DPR. Agus juga mengatakan KPK bisa menerapkan pasal tindak pidana korupsi (tipikor) kepada Pansus Angket karena dianggap merintangi penyidikan.
Pansus Angket sudah berkali-kali meminta pimpinan KPK datang, namun hingga saat ini tak pernah digubris. "Pernyataan tersebut jelas offside dan arogan serta mengandung konsekuensi hukum," tuturnya.
Bamsoet lalu menilai Agus berbicara seperti itu karena merasa KPK tengah ´ditelanjangi´ oleh kinerja Pansus Angket. Dia juga mengingatkan Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Aris Budiman dari pihak internal sudah mengungkap ´jeroan´ lembaga antirasuah itu sendiri.
"Kami memahami kegalauan pimpinan KPK karena pada akhirnya sisi gelap KPK mulai terkuak di Pansus Hak Angket DPR untuk KPK. Bukan oleh orang lain," kata Bamsoet.
"Tapi oleh orang dalam sendiri yang sudah tidak tahan lagi melihat institusi KPK yang begitu dipercaya rakyat disalahgunakan dan agenda pemberantasan korupsi dibajak untuk kepentingan tertentu di luar hukum," imbuhnya.
Bamsoet lalu menyinggung sikap Presiden Joko Widodo terhadap Pansus Angket. Politikus Partai Golkar ini menyinggung reaksi Jokowi yang tak mau mencampuri dinamika Pansus Angket, termasuk sikap Dirdik Aris Budiman, yang terkesan menyerang institusi tempat kerjanya.
"Kalau saja pimpinan KPK mau melakukan introspeksi diri, sebenarnya sudah beberapa kali Presiden Jokowi menyentil KPK. Dalam pidato kenegaraan 17 Agustus lalu, Presiden sudah menyampaikan pesan yang sangat jelas," kata Bamsoet.
"Bahwa tidak boleh ada satu lembaga pun di negara ini yang merasa memiliki kekuasaan absolut. Harusnya para pimpinan KPK sadar, kepada siapa pernyataan itu ditujukan," sambungnya.
Bamsoet menilai peringatan Jokowi itu ditujukan untuk KPK. Termasuk pernyataan Jokowi seusai salat Idul Adha di Sukabumi, Jawa Barat, saat dimintai tanggapan mengenai manuver Aris Budiman.
"Walaupun dirinya didesak-desak agar segera turun tangan menghentikan langkah Pansus Hak Angket karena akan melemahkan KPK, Jokowi tegas menjawab tidak mau ikut campur dan mengurusi Pansus Hak Angket," beber Bamsoet.
Anggota Dewan yang juga tergabung dalam Pansus Angket KPK itu menyebut aktivitas mereka sudah dijamin konstitusi. Bamsoet mengatakan tak ada yang dilanggar oleh Pansus Angket KPK di DPR.
"Kapolri, Jaksa Agung secara tegas mendukung keberadaan Hak Angket. Demikian juga dengan sikap Presiden sebagai penanggung jawab tertinggi pemerintahan. Sampai detik ini tidak pernah mempermasalahkan keberadaan Hak Angket DPR untuk KPK," urainya.
"Kita semua ingin menyelamatkan KPK sebagaimana disampaikan Direktur Penyidikan Brigjend Pol Aris Budiman di sidang Pansus beberapa waktu lalu," tambah Bamsoet.
Menurutnya, Komisi III sebagai mitra kerja KPK memiliki keharusan mengingatkan dan mengimbau pimpinan KPK. Bamsoet meminta pimpinan KPK bisa menahan diri dengan tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang dianggap akan menjadi kontraproduktif bagi hubungan KPK dengan DPR.
"Marilah kita saling menghargai dan menghormati tugas UU kita masing-masing. Dan biarkanlah kebenaran menemukan jalannya sendiri. Tidak perlu kita halang-halangi," tukasnya.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Pansus Taufiqulhadi. Dia juga menyebut Agus arogan atas pernyataan tersebut. "Pernyataan ini jelas menunjukkan arogansi para pimpinan KPK, yang beranggapan bahwa lembaganya itu selalu lebih baik dari lembaga lain. Sementara karena lembaga lain lebih buruk, maka tidak masalah untuk dihancurkan wibawa dan kredibilitasnya," ucap Taufiqulhadi dalam keterangan terpisah.
"Tapi pernyataan ini juga sekaligus cerminan rasa bingung para pimpinan KPK menyusul makin terkuaknya berbagai praktik abuse of power di lembaga tersebut," imbuh politikus NasDem ini. (dtc/mf)Pansus KPK Ungkit Kejanggalan OTT
Jum'at, 01/09/2017 11:00 WIBKali ini yang menjadi perhatian pihak Pansus adalah masalah Operasi Tangkap Tangan. Pansus mengungkap beberapa kejanggalan dalam OTT yang dilakukan KPK.
Dirdik Datang ke Pansus, KPK Gelar Sidang Dewan Pertimbangan Pegawai
Kamis, 31/08/2017 16:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menyikapi kehadiran Direktur Penyidikan KPK Brigjen Aris Budiman di Pansus Angket KPK tanpa izin. KPK langsung menggelar sidang Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) terdapap Aris.
Ketua KPK Agus Rahardjo kepada wartawan
mengakui telah menggelar sidang Dewan Pertimbangan Pegawai.
"KPK punya aturan internal. Bentuk pelanggaran apa pun, kita punya aturan. Tadi pagi ada sidang DPP. Nah, hasilnya belum dilaporkan malam ini. Kami menunggu hasil rekomendasi itu," ujar Agus di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (30/8).
Menurut Agus, Sidang DPP dapat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lanjutan terhadap Aris. Sidang internal dilakukan karena Aris dianggap tidak menaati aturan terkait kehadirannya di Pansus Angket KPK pada Selasa (29/8).
"Di DPR dia menyebut melawan pimpinan, itu kenyataan yang kemudian kita dengar dari RDP," sambungnya.
Agus menjelaskan selama proses pemeriksaan internal, Ari tetap bertugas dalam penanganan penyidikan perkara di KPK. Selama belum ada putusan yang bersangkutan masih tetap bekerja seperti biasa.
"Selama belum ada keputusan apa pun, masih berjalan, dong. Walaupun di bawah dia, di atasnya masih ada deputi dan masih ada kami," ujarnya.
Sementara, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan persoalan perbedaan pendapat dikalangan internal yang disampaikan Aris ke DPR. Menurut Basariah merupakan sesuatu yang wajar. Ia juga meyakini persoalan terkait Aris masih bisa diselesaikan.
"Seribu orang nggak mungkin punya pemikiran yang sama. Pasti ada satu A, satu B. Menurut kami, ini masih bisa diselesaikan," tuturnya.
Sebelumnya Aris menyampaikan mau memenuhi undangan Pansus KPK karena hal itu dianggap legal berdasarkan pendapat pakar. Ia mengakui langkah hadir di Pansus melanggar perintah pimpinan KPK.
"Kita tahu tugas DPR diatur dalam konstitusi negara. Ahli-ahli yang dipanggil jelas, empat ahli menyebutkan tindakan yang dilakukan Pansus ini adalah legal. Memang belum ada mengajukan ke MK judicial review, dan saya memilih datang," ujarnya saat di gedung DPR. (dtc/rm)Pansus KPK: KPK Lemah dalam Koordinasi Antar Lembaga
Kamis, 31/08/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Panitia Khusus Hak Angket KPK terus berupaya membuka berbagai kelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satunya adalah soal lemahnya lembaga antirasuah itu dalam melakukan koordinasi dengan lembaga lain.
Ketua Pansus Hak Angket KPK DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa mencontohkan lemahnya KPK dalam melakukan koordinasi dengan lembaga lain dalam menyelamatkan aset-aset negara. "KPK tak berkoordinasi dengan baik dalam mengelola harta rampasan dan sitaan negara dari kasus tipkor yang ditangani KPK," ujar Agun di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (30/8) seperti dikutip dpr.go.id.
Soal temuan aset hasil penyidikan tipikor yang ternyata tidak dilaporkan sepenuhnya oleh KPK kepada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), menggambarkan KPK bukanlah lembaga yang bersih dan baik. Agun mempertanyakan, mengapa aset sitaan dari KPK itu tak dilaporkan seluruhnya ke Rupbasan.
"Apakah unit yang ada di bawahnya tidak berjalan efektif, pimpinannya tidak tahu, atau seperti apa. Kita belum tahu dan belum ketemu dengan KPK," kata Agun.Agun menegaskan, saatnya nanti komisioner dan para penyidik KPK akan dipanggil ke Pansus untuk menjelaskan hal ini. KPK tentu punya kepentingan menyangkut persoalan tersebut untuk datang memenuhi undangan Pansus.
"Saya yakin KPK juga punya kepentingan, punya tujuan, punya niatan yang sama. Kalau semua sudah semakin terang benderang dan gamblang, suatu saat KPK juga akan hadir dan mau berbicara," harap Agun.Sementara itu, dalam RDPU dengan dengan Pansus Angket KPK DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/8), perwakilan dari Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI) meminta agar lembaga struktural di luar KPK seperti Kepolisian dan Kejaksaan dituntut untuk dapat bekerja secara luar biasa di daerah, sebab ketika institusi Kepolisian dan Kejaksaan bisa bekerja hebat di daerah maka KPK tidak perlu ada di daerah.
Sebaliknya bila Kepolisian dan Kejaksaan tidak bekerja sesuai yang diharapkan oleh rakyat tentang persoalan korupsi, maka KPK akan turun secara langsung ke daerah.
"Kuncinya adalah regulasi harus dibuat dengan jelas. Hukum harus memberi keadilan dan kepastian hukum, serta harus memberikan manfaat hukum secara jelas. Sementara saat ini masih mengambang," ucap Ahmad Gunawan selaku Sekjen Adeksi.
Ia juga menyatakan, sekiranya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 telah menjadikan sebuah institusi itu menjadi superbody, maka perlu direvisi. "Undang-undang adalah produk hukum, dan hukum itu bersifat dinamis. Ada tiga cakupan fungsi hukum yakni ada kepastian hukum, keadilan hukum, dan ada kemanfaatan hukum," ujarnya.
Senada dengan Adeksi, perwakilan dari Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apkasi) juga mengatakan, masalah peran KPK di daerah sebenarnya tidak terlalu urgen, karena di daerah telah ada Kejaksaan, Kepolisian, dan lembaga lain seperti Saber Pungli, yang semuanya bertujuan untuk mengatasi masalah korupsi yang ada di Indonesia.
"Keberadaan Pansus Angket KPK DPR RI ini juga adalah sesuatu hal yang wajar, bila DPR ingin memberikan masukan dan teguran kepada KPK yang bersifat independen terhadap adanya regulasi yang mungkin dilanggar atau tidak sesuai penerapannya kepada masyarakat," tuturnya.
"Kami selaku Kepala Daerah, kadangkala ada rasa takut menjadi sasaran utama. Hampir setiap bulan ada saja Kepala Daerah yang ditangkap tangan. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai lembaga anti korupsi, setidaknya KPK harus melihat terlebih dahulu masalah yang terjadi sebenarnya. Apakah benar-benar murni kasus korupsi, atau mungkin saja itu ada kasus politiknya," pungkasnya. (mag)Langkah Kuda Dirdik KPK
Rabu, 30/08/2017 10:00 WIBDi tengah upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan gencarnya "serangan" yang dilakukan Panitia Khusus Hak Angket KPK, Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Aries Budiman malah melakukan sebuah "langkah kuda" dengan memenuhi panggilan Pansus meski tanpa izin pimpinan KPK.
KPK Dinilai tak Transparan Kelola Barang Sitaan
Rabu, 30/08/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Panitia Khusus Hak Angket KPK menegaskan, KPK selama ini tidak transparan dalam mengelola barang sitaan. Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat antara Pansus dengan Plt.Dirjen Pemasyarakatan, Direktur Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), dan para Kepala Rupbasan se-Jakarta. Salah satu bentuk ketidaktransparanan KPK adalah KPK tidak mendaftarkan semua barang sitaan korupsi ke Rupbasan.
Hal ini dinilai melanggar aturan yang ada pada Pasal 44 Ayat (1) KUHAP, yang mengatur bahwa aset-aset yang disita harus dikelola di Rupbasan. "Mengejutkan bahwasanya banyak sekali yang tidak didaftarkan, misalnya ada tanah, ada gedung yang telah disita telah bertahun-tahun, kami telah cek itu tidak didaftarkan. Yang didaftarkan hanya sebagian kecil, itu adalah kendaraan, seperti sepeda motor dan kedaraan beroda empat," kata Wakil Ketua Pansus Angket KPK, Selasa (29/8), seperti dikutip dpr.go.id.
Taufiqulhadi mengatakan, tujuan rapat itu sendiri adalah untuk menelusuri sepak terjang KPK dalam pengelolaan aset sitaan. Taufiq menekankan, sesuai undang-undang, semua hasil sitaan atau rampasan harus didaftarkan ke Rupbasan. "Hal ini demi mengamankan rampasan yang sudah menjadi hak milik negara," ujarnya.
Di sisi lian, Wakil Ketua Pansus Angket KPK Masinton Pasaribu juga mengatakan ada kejanggalan dalam pengelolaan barang sitaan hasil kejahatan korupsi, khususnya dalam kasus Nazarudin. Dalam keterangannya kepada publik, KPK menyita 550 miliar aset hasil korupsi dan tindak pidanan pencucian uang Nazarudin. "Ternyata dari 550 miliar yang disita itu cuma satu unit mobil yang diserahkan oleh KPK ke Rupbasan," ungkap Masinton.Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa juga mengungkapkan satu lagi pelanggaran aturan yang dilakukan KPK terkait barang sitaan. Pelanggaran itu adalah penyerahan aset dari KPK ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Agun menegaskan, penyerahan aset tersebut melanggar atauran sebab mestinya barang-barang rampasan sitaan itu harus dilaporkan ke Rupbasan setempat.
Kasus yang diungkap Agun adalah ketika KPK menyerahkan hasil rampasan dari aset terpidana kasus korupsi M Nazaruddin kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), pada Selasa (29/8). Proses penyerahan aset oleh KPK berlangsung pada acara Rakornas ANRI, di Hotel Kartika Chandra, Jalan Gatot Subroto, Jakarta.
Sebagaimana diberitakan, penyerahan aset rampasan oleh KPK kepada ANRI itu bertujuan agar dimanfaatkan untuk kepentingan publik.Aset ini merupakan aset tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari perkara Nazaruddin, yang sudah inkracht pada 15 Juni 2016 lalu. "Nilai aset sekitar Rp24,5 miliar," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (29/8).
Ketika Pansus mengkonfirmasikan apakah KPK punya dasar membentuk Rupbasan, Plt. Dirjen Pemasyarakatan mengatakan, pihaknya belum pernah mengeluarkan peraturan soal cabang Rupbasan. "Jadi pengelolaan itu tidak didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang benar. Sehingga tidak aneh ketika Direktur Rupbasan tidak tahu menahu soal pelimpahan aset KPK ke ANRI," tegas Agun.
Legislator dari Dapil Jabar ini menambahkan, ternyata Angket DPR efektif, luar biasa. Bisa menemukan hal-hal yang selama ini menjadi misteri, yang selama ini tidak pernah diketahui. "Ternyata ada Rupbasan yang punya kewenangan mengelola barang rampasan berkantor kontrak, merawat barang sitaannya dibiayai KPK dan pertugasnya di kasih uang oleh KPK," ujar Agun.
Agun menyebutkan, DPR banyak sekali mendapat bahan dan temuan yang terkait dari barang rampasan dan sitaan negara yang masih jauh dari yang diharapkan sesuai peraturan perundang-undangan. Ada temuan dari kontruksi hukum bermasalah, karena itu perlu dirumuskan aturan yang tidak berbenturan dengan aturan lainnya."Ini menjadi perhatian supaya KPK ke depan tidak sewenang-wenang sesuka-sukanya sampai menabrak prinsip difference functional principal. Sudah status napi, KPK masih cawe-cawe, ini tidak boleh," ujar Agun menambahkan. (mag)
Pansus Angket KPK Tuding Ada Pelanggaran HAM di KPK
Jum'at, 25/08/2017 11:00 WIBPanitia Khusus Hak Angket KPK terus melakukan "serangan" gencar terhadap lembaga antirasuah itu. Kali ini muncul tudingan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam proses penyidikan yang dilakukan KPK.
PPP Bantah Fahri, Pansus Sudah Pastikan Merevisi UU KPK
Kamis, 24/08/2017 14:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pernyataan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang mengklaim DPR pasti akan merevisi UU 30/2002 tentang KPK, dibantah anggota Pansus Hak Angket KPK. Anggota Pansus Hak Angket KPK dari F-PPP Arsul Sani menyebut pernyataan tersebut berasal dari bersifat pribadi Fahri dan bukan keputusan Pansus.
"Apa yang disampaikan baik Pak Fahri maupun anggota pansus yang lain itu baru pandang pribadi atau dari poksi belum menjadi keputusan," ujar Arsul di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (23/8).
Asrul menegaskan pernyataan UU KPK harus direvisi, hal itu baru sebuah ide. Sebagai sebuah ide hal itu sah-sah saja, tetapi hal itu belum menjadi keputusan pansus. Sebab menurutnya, masih banyak pendapat lain.
Kendati menegaskan bahwa kepastian revisi UU KPK merupakan pernyataan pribadi Fahri. Namun disebutkannya bahwa soal revisi UU KPK bisa saja dilakukan, hal ini mengingat masih tercantumnya usulan itu di program legislasi nasional (prolegnas).
"Terkait dengan revisi UU KPK, ini kan bukan soal pansus revisi UU. Kan secara resmi sudah menjadi kesepakatan pemerintah dan DPR dan itu ada di prolegnas dan belum dicabut sampaikan sekarang," tuturnya.
Namun Arsul mwelihat jika revisi UU KPK disepakati, pasti akan timbul perdebatan dimana-mana. Untuk itu ia menyarankan harus ada penjabarkan terlebih dahulu apa yang hendak direvisi dalam UU KPK sekarang.
Ia menyebut, PPP sendiri dari awal sudah konsisten bahwa KPK itu sebagai anggota Ad Hoc dan dibatasi umurnya. "Namun meskipun dibatasi dengan umur , misalnya 20 tahun. Kami menandang itu nggak pas," sebutnya.
Argumentasinya, melihat Hong Kong yang indeks persepsi korupsinya sudah baik saja, KPK-nya yang di dirikan sejak tahun ´74 sampai sekarang masih dipertahankan.
Asrul mengandaikan, jika disepakati revisi UU KPK, namun apabila ada perubahan kewenangan KPK dalam hal penyidikan, Arsul menegaskan PPP cenderung tak akan setuju. Ia mengaku hanya setuju jika yang direvisi hanya persoalan persoalan-persoalan pengawasan transparansi dan penegakan hukum. Termasuk juga penguatan lembaga KPK, misalnya dengan kedeputian korsup (koordinasi dan supervisi). Selama ini KPK mengeluhkan kesulitannya memfokuskan diri pada korsub karena tidak ada kedeputian.(dtc/rm)Fahri Sebut UU KPK Dipastikan Akan Direvisi
Rabu, 23/08/2017 18:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengklaim UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dipastikan akan direvisi. Tak hanya itu Fahri juga mendesak presiden Joko Widodo untuk segera menerbitan peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu) KPK, selama menunggu proses revisi tersebut.
"Kalau revisi (UU KPK) itu sudah pastilah, karena penyimpangan sudah terlalu banyak," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (23/8).
Fahri meminta Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla (JK) segera membaca soal 11 temuan sementara Pansus Hak Angket KPK. Ia meyakini istana mengikuti dengan baik perkembangan yang terjadi di DPR terkait kasus Pansus Angket KPK yang harus dipandang secara positif.
Ia menyatakan bahwa untuk merevisi UU KPK, memang harus ada kerja sama antara legislatif (DPR) dan eksekutif (pemerintah).
"Jangan lupa ya, legislasi itu tugas berdua antara Presiden dan DPR. Tidak akan terjadi Undang-undang kalau salah satu dari keduanya tidak menyetujui," ujarnya.
Namun menurut Fahri, Presiden bisa membuat Perppu yang bisa lebih cepat. "Kalau saya jadi Presiden, saya bikin Perppu, ini darurat kok, korupsinya katanya darurat," kilahnya.
Sebelumnya, Pansus Hak Angket KPK telah merilis 11 temuan sementara terkait kerja pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK.
Temuan sementara Pansus Angket KPK itu memunculkan kembali soal wacana mengenai dewan pengawas untuk lembaga antirasuah itu.
Menanggapi pernyataan Fahri ini, KPK mengatakan bahwa mereka percaya Jokowi tidak akan merevisi UU KPK, apabila tujuannya melemahkan. Jokowi pun secara tegas menyatakanm mendukung pemberantasan korupsi dan akan memperkuat KPK.
"Kita percaya dengan apa yang pernah disampaikan Presiden, yang tidak akan merevisi UU KPK saat ini dan tetap akan memperkuat KPK dan upaya pemberantasan korupsi," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Rabu (23/8). (dtc/rm)