-
Pansus KPK Mengungkit Kembali Kasus Pencuri Walet
Rabu, 23/08/2017 13:00 WIBJika semua dicurigai, Bibit mempertanyakan gunanya fit and propet test saat perekrutan pegawai KPK. Bibit mempersilakan jika ada pihak yang ingin menguji integritas KPK. Namun, relevansinya juga perlu dijaga.
DPR Pertanyakan Tindak Lanjut Audit BPK atas Keuangan KPK
Selasa, 22/08/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Anggota Pansus Hak Angket KPK Mukhammad Misbakhun mengatakan, berdasarkan audit BPK banyak hal yang belum dipertanggungjawabkan dan ditindaklanjuti oleh KPK. Untuk itu dibutuhkan audit lanjutan BPK untuk tujuan tertentu.
"Dari audit tersebut dapat diketahui secara pasti pencapaian sasarannya, utamanya yang terkait dengan kinerja KPK," kata Misbakhun, saat membacakan Laporan Pansus dalam jumpa pers, Senin (21/8), seperti dikutip dpr.go.id.
Pansus juga mendesak, ke depan perlu mengaudit atas sejumlah barang sitaan (Basan) dan barang-barang rampasan (Baran) dari kasus-kasus yang ditangani KPK. "Dari temuan Pansus di Rupbasan lima wilayah hukum Jakarta dan Tangerang, tidak didapatkan data-data Basan dan Baran dalam bentuk uang, rumah, tanah dan bangunan," lanjut Misbakhun.
Di bagian lain, Pansus meminta Komisi III DPR wajib melakukan pengawasan sebagaimana dilakukan terhadap instansi kepolisian dan kejaksaan melalui rapat-rapat kerja, RDP dan kunjungan kerja atau kunjungan lapangan.
Sedangkan terkait sejumlah kasus atau permasalahan yang terkait dengan unsur pimpinan, penyidik dan penuntut umum KPK yang menjadi pemberitaan di publik seperti laporan Niko Panji Tirtayasa di Bareskrim, kasus penyiraman penyidik Novel Baswedan, kematian Johannes Marliem, rekaman kesaksisan Miryam S. Haryani dan pertemuan Komisi III dengan penyidik KPK, Komisi III DPR diharapkan segera mengundang KPK dan Polri."Kehadiran KPK dan Polri adalah dalam rangka tugas pengawasan DPR agar tidak terjadi polemik yang tidak berkesudahan," ujar Misbakhun menambahkan.
Sementara itu, Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar menambahkan, selama ini barang-yang didaftarkan hanya sebatas mobil, motor dan alat-alat mesin dan kesehatan yang sudah rongsok. Di luar itu berdasarkan saksi Yulianis dan Muhtar Effendi banyak sekali data tentang aset-aset yang tidak didaftar di Rupbasan.
"Karena itu kami juga ingin melihat sejauh mana kondisi aset-aset tersebut. Dalam rekomendasi, tidak tertutup kemungkinan kami minta BPK mengaudit aset-aset dimaksud," ujarnya. (mag)LPSK Imbau Penegak Hukum Manfaatkan Program Perlindungan Saksi
Rabu, 16/08/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengimbau aparat penegak hukum untuk memanfaatkan program perlindungan saksi dan korban yang dilaksanakan LPSK sesuai mandat Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban. Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, belajar dari kasus tewasnya Johannes Marliem, salah satu saksi korupsi e-KTP, LPSK mengimbau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), segera segera merekomendasikan perlindungannya kepada LPSK jika ada saksi atau pelapor tindak pidana korupsi yang rentan mendapatkan intimidasi atau ancaman.
"Dengan demikian LPSK bisa memberikan perlindungan. Tetapi, kalau KPK tidak mengirimkan saksi tersebut, LPSK juga tidak bisa memaksa. Kasus Johannes hanya salah satunya, banyak kasus lain dimana saksi atau pelapornya butuh perlindungan," ungkap Semendawai, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Rabu (16/8).
Semendawai menjabarkan, sebenarnya LPSK dan KPK lahir dari rahim yang sama, yaitu Tap MPR Nomor 8 Tahun 2001 yang mengamanatkan pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Dari Tap MPR itu, dimandatkan pembentukan lembaga khusus pemberantasan korupsi dan program perlindungan saksi. "Jadi, dua lembaga ini harus berjalan seiring," ujar dia.
Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyoroti terungkapkan safe house yang dimiliki KPK berdasarkan temuan Pansus Angket KPK. Karena sepengetahuannya, regulasi yang secara jelas menyebutkan tentang safe house ada dua, yaitu UU Pemberantasan KDRT dan UU Perlindungan Saksi dan Korban. "LPSK baru tahu KPK punya safe house setelah Pansus Angket KPK mengungkapnya," kata dia.
Masih kata Edwin, apa yang terjadi saat ini, antara Pansus Angket KPK DPR RI dengan KPK, seharusnya dapat menjadi bahan untuk mengevaluasi perlindungan saksi khususnya dalam tindak pidana korupsi. Sebab, perlindungan saksi harus dilakukan lembaga khusus untuk menghilangkan adanya konflik kepentingan.
"Program perlindungan saksi harus terpisah dan tidak ditangani pihak yang melakukan penyidikan. Penting agar tidak ada konflik kepentingan, baik dari pihak penyidik maupun saksi yang dilindungi," tutur dia. (mag)
Pansus Angket KPK Kejar Audit Laporan Keuangan KPK
Sabtu, 12/08/2017 13:01 WIB
JAKARTA, GRESNEWS-COM - Setelah mempersoalkan keberadaan Safe House, kini Pansus Hak Angket KPK mulai mengulik-ulik laporan keuangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang belum diverifikasi balik oleh KPK dijadikan bahan Pansus untuk memanggil pejabat, penyidik, dan staf KPK.
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan Pansus Hak Angket KPK akan segera memanggil para pejabat KPK untuk menjawab hasil audit yang dilakukan BPK itu. Mereka diminta untuk menjelaskan laporan dugaan penyimpangan keuangan di lembaga KPK dari hasil audit BPK.
"Ini penting karena kebenaran materilnya harus ditemukan. Nanti akan diverifikasi dulu kepada KPK sebelum dibuat kesimpulan. Nanti ditanyakan kepada para pejabat, penyidik, dan staf KPK yang disebut namanya," ujar Fahri kepada wartawan usai melakukan pertemuan di Posko Pengaduan Pansus Angket KPK, Jumat (11/8), seperti dikutip dpr.go.id.
Fahri mengatakan, sebetulnya, laporan penyimpangan keuangan KPK itu sudah ada. Bila KPK tak bisa menjawab laporan audit ini, barulah laporan BPK ini menjadi temuan.
"Jadi, BPK tidak serta merta membuat temuan, kecuali setelah diminta klarifikasi, karena itu adalah hak auditi dalam sistem audit kita. Kalau ada temuan, itu ditanya dulu ke auditi. Kalau ada yang mau diperbaiki, ya diperbaiki dulu," jelasnya.
Namun, bila sudah menjadi temuan, maka hal itu bisa segera ditindaklanjuti ke penegak hukum. Pansus menurut Fahri, sendiri melihat ada yang perlu dilacak lebih jauh dari hasil audit BPK tersebut. "Ini tentu membutuhkan audit lanjutan," ujarnya. (rm)"Rumah Sekap" Jadi Senjata Baru Pansus Angket Serang KPK
Sabtu, 12/08/2017 11:00 WIBPanitia Khusus hak Angket KPK siap menembakkan "senjata baru" terhadap komisi antirasuah itu. Senjata baru yang dimaksud adalah keberadaan rumah yang disebut saksi Pansus, Niko Panji Tirtayasa sebagai rumah sekap.
Setelah Safe House, Kini Pelaporan Harta Kekayaan Disoal Pansus KPK
Kamis, 10/08/2017 13:46 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tak hanya mempersoalkan keberadaan safe house yang menjadi rumah perlindungan saksi. Pansus Hak Angket KPK DPR mulai mempersoalkan keefektivitasan pelaporan kekayaan para penyelenggara negara dibawah pengelolaan KPK.
Menurut Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa, Sejak pelaporan kekayaan para penyelenggara negara tak lagi ditangani lembaga Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan dalihkan ke lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) efektivitas dipertanyakan.
"Dalam kaca mata saya, tidak melihat report, sejauh mana efektivitasnya setelah KPKPN dilebur dan dilanjutkan KPK," ujar Agun saat menerima mantan Wakil Ketua KPKPN Anwar Sanusi di Posko Pengaduan Pansus Hak Angket KPK, Rabu (9/8), seperti dikutip dpr.go.id.
Agun menyebut telah menerima banyak masukan penting dari mantan petinggi KPKPN dalam pertemuan tertutup itu. Menurutnya kelak, masukan dari Anwar Sanusi menjadi salah satu poin yang akan dipertiimbangan dalam menyusun rekomendasi hasil kerja Pansus.
Diakui Agun, Anwar sengaja diundang Pansus untuk dimintai pandangan dan informasinya seputar kerja KPKPN, terutama setelah lembaga tersebut dilebur ke KPK.
Menurut Agun keberadaan KPKPN di KPK, sesungguhnya bisa dimaksimal jika KPK mengedepankan politik pencegahan, yaitu mendata kekayaan para penyelenggara negara. Setiap tahun selalu membuat laporan. "Pansus perlu melihat korelasi kekayaan para penyelenggara negara itu. Dari situlah politik pencegahan akan terjaga," tutur Agun. (rm)Pansus Hak Angket KPK Perkuat KPK
Kamis, 10/08/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) Anwar Sanusi mengatakan, keberadaan Pansus Hak Angket KPK justru untuk memperkuat kinerja KPK. Anwar menegaskan KPK seharusnya memandang positif setiap kritik dan saran dari Pansus.
"Pansus ini, kan, untuk memperkuat kinerja KPK sendiri. Bukan untuk membubarkan. Kalau sudah efektif dan sudah berjalan sesuai sasarannya, ya sudah kembali ke (amanat) UUD 1945, yaitu kembali ke kejaksaan dan kepolisian," terang Anwar kepada pers usai diterima Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa, Rabu (9/8) seperti dikutip dpr.go.id.
Sampai saat ini, kata Anwar, kerja para penegak hukum di kepolisian dan kejaksaan masih dipantau efektivitasnya. Publik tak perlu alergi, ketika para penegak hukum di kejaksaan dan kepolisian sudah berjalan efektif terutama dalam memberantas korupsi, maka keberadaan KPK harus segera dikembalikan pada tatanan bernegara yang benar, yaitu dikembalikan seluruh fungsi dan kewenangannya ke lembaga penegakan hukum yang sudah ada.
"Kalau memang penegak hukum sudah efektif, istilahnya KPK bukan dibubarkan, tapi kembali lagi ke lembaga semula. Kalau sudah efektif, ya sudah tidak dipakai lagi. Tapi, sementara belum efektif, KPK masih kita dukung terus," papar Anwar lagi.Pencegahan korupsi, lanjut Anwar, harus digiatkan sebelum, selama, dan sesudah para penyelenggara negara itu menjabat. Anwar menegaskan, bagaimana pun KPK tetaplah lembaga ad hoc (bersifat sementara). Sebagai lembaga yang menangani kejahatan luar biasa, KPK harus memadukan secara seimbang antara pencegahan dan pemberantasan.
"KPK dibentuk bukan untuk menangkap maling, tapi bagaimana penyelenggara negara bisa menciptakan good government dan clean government. Bukan tangkap sana sini, tapi ada golnya bahwa suatu saat penyelenggara negara di Indonesia itu bisa bersih dan bebas dari KKN," pungkasnya. (mag)
PTUN Jakarta Tidak Menerima Gugatan Pansus Angket KPK
Rabu, 09/08/2017 20:20 WIBPTUN Jakarta tidak menerima gugatan 7 advokat dari Surabaya soal hak angket KPK karena kasus yang dimohonkan bukan kewenangan PTUN untuk mengadilinya. Sidang itu dilarang untuk diliput media massa.
"Memutuskan, tidak berwenang untuk memeriksa, memutuskan menyelesaikan perkara karena nyata-nyata tidak termasuk dalam kewenangan absolut PTUN," kata humas PTUN Jakarta, Subur di PTUN Jakarta, Jalan Sentra Primer Timur Baru, Jakarta Timur, Jakarta, Rabu (9/8).
Ia menjelaskan, berdasarkan pasal 62 UU PTUN, materi gugatan tidak masuk dalam kategori kewenangan TUN. Selain itu, syarat gugatan tidak terpenuhi dan tidak didasarkan pada gugatan yang layak.
"Dengan dasar norma itu, ketua pengadilan dalam kewenangannya, diproses dismisal ini berpendapat keputusan DPR berkaitan dengan hak angket ini disimpulkan bukan merupakan keputusan TUN dalam kaitan penyelenggaraan pemerintahan," ujar Subur.
Atas vonis itu, salah satu dari tujuh advokat, Muhammad Sholeh mengaku kecewa karena menurut PTUN Jakarta tidak masuk ranah TUN. "Tentu ini tidak melegakan kami. Yang kami takutkan soal legal standing, justru PTUN tidak menyoalkan itu tetapi objek sengketa yang dipersoalkan," kata M Sholeh.
Sidang dimulai jam 13.05 WIB. Awalnya, para pihak ke ruang sidang sebelah kanan gedung. Saat wartawan hendak meliput, petugas pengadilan tidak mengizinkan sidang itu untuk diliput.
"Keluar, nggak boleh masuk. Tunggu di luar," kata petugas.
Sebelumnya para advokat yang tergabung dalam Sholeh and Partners Advokat mendatangi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Para advokat yang berasal dari Surabaya tersebut menggugat keputusan DPR RI terkait hak angket KPK.
"Jadi kami tujuh advokat dari Surabaya mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta terkait keputusan DPR RI tentang hak angket KPK," kata Muhammad Sholeh, di PTUN Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Senin (31/7).
Sholeh mengatakan objek gugatan tersebut terkait keputusan DPR RI Nomor 1/DPR RI/V/2016-2017 tentang pembentukan panitia angket DPR RI terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK. Menurutnya, selama ini dukungan terhadap KPK hanya seruan moral. Karena itu, tujuh advokat tersebut mencoba mengkonkretkan dukungan ke KPK dengan menggugatnya ke PTUN.
"Nah, ini upaya kita, karena memang sampai sekarang ini di Jakarta belum ada yang mempersoalkan status hukum. Dan ini juga mengikuti saran dari ahli yang dipanggil oleh DPR, yaitu Prof Yusril Ihza Mahendra, yang menyatakan sebaiknya angket itu diujikan di pengadilan ini melanggar hukum atau tidak," ucap Sholeh.
Sholeh berharap dalam waktu cepat PTUN segera bersidang dan memutuskan hak angket KPK tersebut melanggar hukum atau tidak.
"Harapan kita, dalam waktu cepat ini PTUN ini segera bersidang supaya waktu kerja angket ini kan 60 hari. Jadi sebelum 60 hari itu ada keputusan dari PTUN Jakarta ini apakah memang keputusan angket KPK itu melanggar hukum atau tidak," tambahnya.
Sholeh menilai, jika hak angket KPK ini dibiarkan, akan sangat berbahaya bagi independensi lembaga KPK. Lanjut Sholeh, hak angket DPR ini bukan hanya membahayakan KPK, namun juga membahayakan lembaga-lembaga peradilan lainnya.
"KPK ini adalah lembaga independen yang tidak di bawah pemerintah, ini bisa diangket, maka bisa saja putusan Mahkamah Agung yang tidak diaminin dan tidak sependapat dengan DPR, maka DPR juga bisa membuat angket kepada Mahkamah Agung. Akhirnya lembaga peradilan menjadi tidak independen lagi," terang Sholeh. (dtc/mfb)Pansus Angket KPK Ngotot Safe House Ilegal
Rabu, 09/08/2017 13:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pansus Angket KPK menuding safe house yang diadakan KPK untuk para saksi yang dipanggil dinilai ilegal. Mereka memandang penggunaan safe house tidak diatur dalam UU.
Wakil ketua Pansus Angket KPK Teuku Taufiqulhadi mempertanyakan legalitas safe house selama ini.
Seperti pengakuan Niko Panji Tirtayasa memiliki sebuh rumah khusus yang digunakan sebagai rumah sekap. Namun pihak KPK menyebut rumah yang dimaksud Niko hanya safe house yang digunakan KPK untuk mengamankan saksi-saksi penting KPK.
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah sebelumnya menyebut bahwa salah satu bentuk perlindungan saksi adalah penggunaan safe house atau rumah aman. "KPK memiliki kewajiban untuk melindungi saksi sesuai dengan ketentuan di Pasal 15 huruf a UU 30/2002," ujar Febri kepada wartawan, Rabu (9/8).
Namun Taufiqulhadi menyebut pernyataan KPK yang menyebut rumah sekap itu sebagai safe house tidak memiliki dasar hukum. "Jadi kalau mereka mengatakan safe house adalah bohong, itu harus kita laporkan kepada polisi, melakukan pembohongan. Safe house itu saya katakan tidak ada UU. Kalau ada, berarti itu ilegal dan kalau ilegal berarti adalah sebuah kejahatan," ujarnya, Rabu (9/8).
Terkait erlindungan saksi sebenarnya telah tertera dalam Pasal 15 huruf a Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Terkait penggunaan safe house pun diatur pula dalam Undang-undang nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, tepatnya dalam Pasal 12 A ayat (1) butir f hingga h yang berbunyi:
Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, LPSK berwenang:
f. mengelola rumah aman;
g. memindahkan atau merelokasi terlindung ke tempat yang lebih aman;
h. melakukan pengamanan dan pengawalan;
Pansus Angket KPK sendiri telah menjadwalkan kunjungan ke safe house, hanya belum dipastikan waktunya. Taufiqulhadi menyebut istilah safe house yang digunakan KPK juga tidak tepat.
"(Safe house itu) penyekapan karena tidak ada safe house itu. Mana ada safe house? Kan nggak ada dalam UU. UU mana yang membenarkan dia boleh menggunakan nama safe house? UU mana yang memperbolehkan dia membuat tempat perlindungan sendiri? Kan tidak ada," kejar Taufiqulhadi. (dtc/rm)
Penjelasan KPK Soal Tudingan Rumah Sekap
Rabu, 09/08/2017 08:30 WIBNiko Panji Tirtayasa, saksi kasus suap Akil Mochtar, menyebutkan bila Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK) memiliki rumah sekap untuk saksi. Ia menyebut ada dua lokasi rumah sekap itu yaitu di Kelapa Gading dan Depok saat rapat dengan panitia khusus (pansus) angket KPK.
KPK meluruskan keterangan Niko yaitu sebenarnya bukan rumah sekap tetapi rumah aman atau safe house. Penggunaan safe house itu untuk melindungi saksi dari intervensi berbagai pihak. Safe house itu bukanlah tempat untuk menyekap saksi.
"Selama KPK bekerja, tidak banyak yang diberikan rumah aman, hanya sejumlah saksi yang memang menurut analisis saat itu perlu dberikan perlindungan," ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Rabu (9/8).
Lokasi safe house pun dirahasiakan tetapi ada pengawalan dari Polri. Saksi pun tidak disekap di lokasi itu dan tetap bisa bersosialisasi.
"Sebagai sebuah rumah aman, maka lokasinya dirahasiakan dan diberikan pengawalan oleh Polri. Namun di rumah tersebut tentu saksi tetap memiliki kehidupan sosial, bisa berinteraksi dengan tetangga atau orang sekitar. Tentu tetap dengan pengawalan oleh aparat yang ditugaskan di sana," sebut Febri.
Perlindungan saksi itu tertera dalam Pasal 15 huruf a Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Perihal penggunaan safe house pun diatur pula dalam Undang-undang nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, tepatnya dalam Pasal 12 A.
Safe house itu bisa berupa rumah atau apartemen yang disewa. Namun terlebih dahulu, aspek keamanan lokasi itu harus dipertimbangkan terlebih dulu.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR meminta pansus angket terhadap KPK mengecek langsung lokasi safe house yang digunakan KPK. Tujuan mendatangi lokasi tersebut untuk membuktikan yang disebut saksi kasus suap Akil Mochtar, Niko Panji Tirtayasa.
"Kita wajar curiga, saya nanti itu usulkan tempat disebutkan didatangi pansus untuk pembuktian di lapangan," ujar Fahri, Minggu (6/8).(dtc/mfb)Fahri Hamzah Kritik "KPK Masuk Desa"
Senin, 07/08/2017 11:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Desa Dassok, Pamekasan, terkait penyalahgunaan proyek dana desa senilai Rp100 juta. Oleh Fahri, aksi itu disindir sebagai "KPK Masuk Desa".
"Itu namanya KPK masuk desa, dulu ABRI masuk desa, sekarang KPK masuk desa, hehehe," ujar Fahri Hamzah di Kediaman Idrus Marham, Jalan Kavling DPRD, Cibubur, Jakarta, Minggu (6/8).
Fahri meminta KPK untuk mengurus kasus dugaan korupsi yang bernilai kerugian negara cukup besar. Kasus tersebut yakni Rumah Sakit Sumber Waras dan proyek Reklamasi.
"Urus saja RS Sumber Waras, Reklamasi yang gede ditinggalin, yang kecil ditangkepin. Ada dikasih meriam masuk hutan tembak gajah, setiap hari bawa burung perkutut yang ada penangkapan juga," ujar Fahri.
Selain itu, Fahri menyatakan KPK tidak usah melakukan supervisi terhadap dana desa. Menurut dia, supervisi dana desa bisa dilakukan oleh inspektorat pemerintah daerah.
"Ada 37 ribu desa apa mau supervisi semua dan apa mau bilang hanya di Pamekasan kasusnya. Kalau setiap uang hari-hari orang mengucapkan terima kasih terjadi, maka konsern negara bukan moral pejabat tapi ada kerugian negara atau tidak. Dan kerugian negara pasti ditemukan audit BPK itu sistem negara jangan mau jadi pahlawan tembak sana sini dan tangkap sana sini," jelas Fahri.
KPK sebelumnya menetapkan lima orang tersangka kasus tersebut yakni Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto Utomo, Kajari Pamekasan Rudy Indra Prasetya, Kepala Desa Dassok Agus, dan Kabag Administrasi Inspektur Pamekasan Noer Solehhoddin.
Kasus ini berawal saat Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi dilaporkan LSM ke Kejaksaan Negeri Pamekasan atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan di Desa Dassok yang menggunakan dana desa senilai Rp100 juta.
Namun Agus Mulyadi, Bupati Achmad Syafii, dan Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto malah memberikan suap kepada Kajari Pamekasan Rudy Indra Prasetya. Uang suap diberikan Rp250 juta dengan maksud tidak menindaklanjuti laporan tersebut.
Agus diduga sebagai pemberi suap, sedangkan Sutjipto dan Noer diduga sebagai perantara suap. Adapun Rudy sebagai penerima suap. Sedangkan peran Achmad dalam kasus tersebut menganjurkan untuk memberikan suap.
Selain itu, Fahri juga berkomentar soal Safe House KPK seperti diungkap saksi kasus Akil Mochtar, Niko Panji Tirtayasa. Dia meminta Pansus Angket untuk mendatangi lokasi rumah sekap yang digunakan KPK yakni Kelapa Gading dan Depok. Tujuan mendatangi lokasi tersebut untuk membuktikan kesaksian Niko Panji Tirtayasa. "Kita wajar curiga, saya nanti itu usulkan tempat disebutkan didatangi pansus untuk pembuktian dilapangan," ujar Fahri.
Menurut Fahri, beberapa orang sudah berani terbuka setelah diperiksa oleh penyidik KPK. Sebab, Pansus Angket juga memberikan jaminan terhadap para beberapa orang yang pernah bersaksi di KPK.
"KPK organisasi tertutup banyak misteri di dalamnya dan sekarang orang buka mulut dan dijamin oleh angket sebelumnya tidak berani mulut dan semua dalam intimidasi dikriminalisasi dan sebagainya," ucap Fahri. (dtc/mag)
Membuka Kotak Pandora Penanganan Kasus Korupsi di KPK
Kamis, 03/08/2017 14:00 WIBWakil Ketua Pansus Angket KPK Masinton Pasaribu mengatakan, hasil temuan Pansus Angket KPK DPR RI sejatinya bertujuan untuk membuka kotak Pandora penanganan kasus korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hak Angket KPK Digugat ke PTUN oleh Pengacara Surabaya
Senin, 31/07/2017 17:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tujuh pengacara asal Surabaya, Jawa Timur melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta atas keputusan DPR RI terkait pembentukan hak angket KPK.
"objek gugatan yang kami ajukan terkait keputusan DPR RI Nomor 1/DPR RI/V/2016-2017 tentang pembentukan panitia angket DPR RI terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK. M " ujar Muhammad Sholeh, salah satu pengacara di PTUN Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Senin (31/7).
Sholeh mengungkapkan selama ini mereka mengaku memberikan dukungan terhadap KPK hanya sebatas seruan moral. Untuk itu mereka ingin mengkronkritkan dukungannya ke KPK dengan mengugatnya ke PTUN.
"Alasan kami menggugat, karena memang sampai sekarang ini di Jakarta belum ada yang mempersoalkan status hukum hak angket KPK. Dan ini juga mengikuti saran dari ahli yang dipanggil oleh DPR yaitu Prof Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan sebaiknya angket itu diujikan di pengadilan ini melanggar hukum atau tidak," ujar Sholeh.
Sholeh berharap gugatan mereka kepada PTUN itu akan disidangkan dan diputuskan dalam waktu cepat, apakah hak angket KPK tersebut melanggar hukum atau tidak.
"Harapan Kita dalam waktu cepat ini PTUN ini segera bersidang supaya waktu kerja angket ini kan 60 hari. Jadi sebelum 60 hari itu ada keputusan dari PTUN Jakarta ini apakah memang keputusan angket KPK itu melanggar hukum atau tidak," tambahnya.
Menurut Sholeh, jika hak angket KPK dibiarkan akan sangat berbahaya bagi independensi lembaga KPK. Sebab hak angket DPR ini bukan hanya membahayakan bagi KPK, namun juga membahayakan lembaga-lembaga peradilan lainnya.
"KPK ini adalah lembaga independen yang tidak di bawah pemerintah ini bisa diangket maka bisa saja putusan Mahkamah Agung yang tidak diaminin dan tidak sependapat dengan DPR. Maka DPR juga bisa membuat angket kepada Mahkamah Agung, akhirnya lembaga peradilan menjadi tidak independen lagi," tutur Sholeh. (dtc/rm)Pansus KPK: KPK Obyek Penyelidikan DPR
Kamis, 27/07/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Panitia Khusus Hak Angket KPK menegaskan, KPK adalah obyek penyelidikan DPR. Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Pansus Angket KPK dengan mahasiswa Universitas Trisakti.
Dalam kesempatan itu, delegasi Mahasiswa Trisakti merasa masih ada hal yang mengganjal terkait dengan obyek hak angket KPK. Menurut mereka, dari 22 lembaga yang disebutkan dalam penjelasan Pasal 79 Ayat (3) UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD 3, tidak sedikitpun menyebutkan tentang lembaga KPK. Berdasarkan hal itulah, mahasiswa Trisakti menilai bahwa KPK tidak tepat dijadikan sebagai obyek hak angket.
Menanggapi hal itu, Ketua Pansus hak Angket KPK DPR Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan, berdasarkan Pasal 79 Ayat (3) itu juga, DPR mempunyai kewenangan melaksanakan fungsi penyelidikan terhadap KPK."DPR adalah pembentuk undang-undang sekaligus dia juga sebagai pengawas atas pelaksanaan undang-undang. Berlandaskan Pasal 79 Ayat (3) itu juga DPR mempunyai kewenangan untuk melaksanakan fungsi peyelidikan atas pelaksanaan undang-undang. Kami meyakini betul bahwa KPK adalah termasuk obyek penyelidikan tersebut," papar Agun di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/7), seperti dikutip dpr.go.id.
Agun menghargai pandangan pemikiran yang disampaikan oleh para mahasiswa Trisakti. Menurutnya ciri karakteristik masyarakat intelektual adalah rasionalitas.
"Saya termasuk orang yang tidak setuju dengan gerakan yang bersifat mobilisasi. Ilmu itu tumbuh dan berkembang, namun untuk menguji sebuah kebenaran harus dikembalikan kepada orang yang memiliki kompetensi di bidangnya. Seperti soal penafsiran kalimat atau kata-kata, antara titik, koma, dan titik koma memiliki makna yang berbeda," jelas Agun.
Agun mengatakan, Konstitusi adalah rumusan pucuk puncak pengaturan tertinggi. Tidak boleh ada norma-norma dibawahnya yang melanggar pucuk dan puncak tersebut. Di bawah norma Undang-Undang Dasar 1945 adalah undang-undang, Perppu, dan seterusnya."Segitiga bangun hirarki itu, kalau ada peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan yang diatasnya maka akan dipangkas," pungkasnya. (mag)
Tudingan Miring KPK dari Muhtar dan Mico
Selasa, 25/07/2017 21:25 WIBSerangan ke Komisi Pemberantasan Korupsi terus terlontar. Setelah sebelumnya mendengarkan kisah Yulianis, mantan staf terpidana Muhammad Nazaruddin bendahara Demokrat, kini terpidana KPK Muhtar Ependi dan saksi dalam perkara suap Akil Mochtar, Mico Panji Tirtayasajuga dihadirkan di Pansus Hak Angket KPK.
Muhtar menyebut dia dipidana KPK bukan dengan pasal korupsi, melainkan dengan pasal yang berhubungan dengan upaya menghalang-halangi proses hukum yang berlaku terkait perkara Akil Mochtar. Dia pun pasrah saat hartanya turut disita.
"Harta saya mobil 25, motor 45, rumah 3, tanah 2 sampai detik ini Novel tak mau menyerahkan. Menurut penyidik, ´Pak Muchtar akan dibuat pasal baru, jadi tak dikembalikan´," kata Muhtar di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (25/7).
Muhtar menceritakan, saat Ramadan 2016 ada utusan yang mengaku perwakilan Johan Budi yang menemuinya. Utusan itu sempat menawarkan hartanya yang disita bisa dikembalikan namun dengan syarat.
"Ramadan 2016 saya didatangi utusan membawa nama Johan Budi. Kalau saya ngarang, saya dosa. Dia tawarkan ke saya harta Pak Muhtar dikembalikan apabila menandatangani harta dibagi dua, hak jual diserahkan ke mereka," ujar Muhtar.
Muhtar tak mau. Dia mengatakan ada putusan MA yang menetapkan harta dia tak terkait dengan korupsi sama sekali dan harus dikembalikan.
"Utusan Johan Budi, nomor HP ada di saya. Bukan orang KPK. Aslinya orang Yogyakarta, ada tiga orang. Dua dari Jakarta. Dia ke Sukamiskin, bilang (harta saya) dikembalikan kalau dibagi dua," terangnya.
Penyitaan harta oleh KPK disebut Muhtar merupakan ancaman awal dari penyidik KPK Novel Baswedan saat penggeledahan pertama. Ancaman Novel pun terbukti dengan penetapannya sebagai tersangka terkait perkara Akil Mochtar. Namun, dia menyayangkan harusnya, sesuai dengan putusan MA, harta miliknya dikembalikan.
"Dimiskinkan, terbukti, harta saya Rp 35 M. Di putusan MA 336 yang inkrah, halaman 412, disebutkan menimbang majelis hakim tak menemukan kasualitas harta kekayaan Muhtar Ependi dengan perbuatan Akil Mochtar," jelas Muhtar.
Saksi dalam perkara suap Akil Mochtar, Mico Panji Tirtayasa, yang juga dihadirkan di Pansus Angket, memberi keterangan yang menyudutkan KPK. Mico menyebut diperlakukan khusus selama bersaksi di KPK. Bahkan Mico mengaku punya pintu khusus jika hendak masuk ke KPK.
"Saya kalau masuk KPK tidak lewat depan, saya anaknya (Novel Baswedan), lewat samping," kata Mico.
Perlakuan istimewa yang didapatkan Mico pun tak hanya itu. Dia menyebut KPK pernah memberikannya fasilitas pijat di sebuah hotel di Jakarta.
"Sebelum sidang, saya dikasihi fasilitas enak, Pak, pijit, silakan cek ke Aston Rasuna Said. Pihak KPK hebat. Di sini saya diarahkan, waktu itu saya dikasih fasilitas lebih dari saksi lain," ujarnya.
"Saksi lain kasihan, dari Kalimantan naik pesawat diganti tiket, mau makan bingung. Saya begini doang, makan, restoran paling hebat. Mobil, beh, mobil paling hebat," imbuhnya.
Sebelum bersidang di Pengadilan Tipikor, Mico mengaku selalu diarahkan oleh jaksa KPK dalam menjawab pertanyaan. Jika tak nurut, dia mengaku akan diancam.
"Di sana kita diarahkan jaksa. Ini baru P-21, jaksanya ngeri, Pak Pulung itu, Pak, yang botak itu, saya masih ingat bener. Mobilnya ingat, sama jaksa Rini yang rambutnya pendek, eh Bu Eli. Saya di sana diarahkan harus jawab apa, omong apa," papar Mico.
Mengenai berbagai fasilitas di Hotel Aston, Mico mendapatkannya dari pegawai Biro Hukum KPK.
"Ini pihak KPK lewat Biro Hukum ada bukti transfer lengkap. Saya pun terima gaji. Saya dipelintir seakan-akan saya minta perlindungan dan minta gaji Rp 1,4 juta, Pak. Lewat ADM Biro Hukum Makariyantri," cetusnya.
Tak hanya itu, Mico juga menyampaikan sejumlah fasilitas yang diklaim didapatnya dari KPK selama bersaksi. Dia sempat pelesiran ke Raja Ampat.
"Detik-detik mau vonis Romi Herton, saya liburan ke Raja Ampat, Lombok, Bali, pihak KPK yang bayar lewat Makariyan Tri," kata Mico
Mico mendapat fasilitas liburan itu secara gratis. Dia berangkat dengan dikawal pihak keamanan KPK.
"Saya sendiri berikut pengawalan sama empat orang. Yang mengatur reservasi pihak KPK. Ingin ke mana, silakan," ujarnya.
Liburan itu didapatnya dari penyidik KPK Novel Baswedan. Ini karena dia telah bekerja sama dengan Novel dalam penanganan sebuah kasus. "Saya nagih. Minta ke Novel Baswedan. Tiga hari (baru diloloskan permintaan)," jelasnya.
Apa yang disampaikan Muhtar dan Mico ini tentu saja hanya versi dari keduanya. KPK belum berkomentar mengenai tuduhan ini. (dtc/mfb)