JAKARTA, GRESNEWS.COM - Panitia Khusus Hak Angket KPK menegaskan, KPK selama ini tidak transparan dalam mengelola barang sitaan. Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat antara Pansus dengan Plt.Dirjen Pemasyarakatan, Direktur Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), dan para Kepala Rupbasan se-Jakarta. Salah satu bentuk ketidaktransparanan KPK adalah KPK tidak mendaftarkan semua barang sitaan korupsi ke Rupbasan.

Hal ini dinilai melanggar aturan yang ada pada Pasal 44 Ayat (1) KUHAP, yang mengatur bahwa aset-aset yang disita harus dikelola di Rupbasan. "Mengejutkan bahwasanya banyak sekali yang tidak didaftarkan, misalnya ada tanah, ada gedung yang telah disita telah bertahun-tahun, kami telah cek itu tidak didaftarkan. Yang didaftarkan hanya sebagian kecil, itu adalah kendaraan, seperti sepeda motor dan kedaraan beroda empat," kata Wakil Ketua Pansus Angket KPK, Selasa (29/8), seperti dikutip dpr.go.id.

Taufiqulhadi mengatakan, tujuan rapat itu sendiri adalah untuk menelusuri sepak terjang KPK dalam pengelolaan aset sitaan. Taufiq menekankan, sesuai undang-undang, semua hasil sitaan atau rampasan harus didaftarkan ke Rupbasan. "Hal ini demi mengamankan rampasan yang sudah menjadi hak milik negara," ujarnya.

Di sisi lian, Wakil Ketua Pansus Angket KPK Masinton Pasaribu juga mengatakan ada kejanggalan dalam pengelolaan barang sitaan hasil kejahatan korupsi, khususnya dalam kasus Nazarudin. Dalam keterangannya kepada publik, KPK menyita 550 miliar aset hasil korupsi dan tindak pidanan pencucian uang Nazarudin. "Ternyata dari 550 miliar yang disita itu cuma satu unit mobil yang diserahkan oleh KPK ke Rupbasan," ungkap Masinton.

Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa juga mengungkapkan satu lagi pelanggaran aturan yang dilakukan KPK terkait barang sitaan. Pelanggaran itu adalah penyerahan aset dari KPK ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Agun menegaskan, penyerahan aset tersebut melanggar atauran sebab mestinya barang-barang rampasan sitaan itu harus dilaporkan ke Rupbasan setempat.

Kasus yang diungkap Agun adalah ketika KPK menyerahkan hasil rampasan dari aset terpidana kasus korupsi M Nazaruddin kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), pada Selasa (29/8). Proses penyerahan aset oleh KPK berlangsung pada acara Rakornas ANRI, di Hotel Kartika Chandra, Jalan Gatot Subroto, Jakarta.

Sebagaimana diberitakan, penyerahan aset rampasan oleh KPK kepada ANRI itu bertujuan agar dimanfaatkan untuk kepentingan publik.Aset ini merupakan aset tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari perkara Nazaruddin, yang sudah inkracht pada 15 Juni 2016 lalu. "Nilai aset sekitar Rp24,5 miliar," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (29/8).

Ketika Pansus mengkonfirmasikan apakah KPK punya dasar membentuk Rupbasan, Plt. Dirjen Pemasyarakatan mengatakan, pihaknya belum pernah mengeluarkan peraturan soal cabang Rupbasan. "Jadi pengelolaan itu tidak didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang benar. Sehingga tidak aneh ketika Direktur Rupbasan tidak tahu menahu soal pelimpahan aset KPK ke ANRI," tegas Agun.

Legislator dari Dapil Jabar ini menambahkan, ternyata Angket DPR efektif, luar biasa. Bisa menemukan hal-hal yang selama ini menjadi misteri, yang selama ini tidak pernah diketahui. "Ternyata ada Rupbasan yang punya kewenangan mengelola barang rampasan berkantor kontrak, merawat barang sitaannya dibiayai KPK dan pertugasnya di kasih uang oleh KPK," ujar Agun.

Agun menyebutkan, DPR banyak sekali mendapat bahan dan temuan yang terkait dari barang rampasan dan sitaan negara yang masih jauh dari yang diharapkan sesuai peraturan perundang-undangan. Ada temuan dari kontruksi hukum bermasalah, karena itu perlu dirumuskan aturan yang tidak berbenturan dengan aturan lainnya.

"Ini menjadi perhatian supaya KPK ke depan tidak sewenang-wenang sesuka-sukanya sampai menabrak prinsip difference functional principal. Sudah status napi, KPK masih cawe-cawe, ini tidak boleh," ujar Agun menambahkan. (mag)

 

BACA JUGA: