JAKARTA, GRESNEWS.COM - Panitia Khusus Hak Angket KPK terus berupaya membuka berbagai kelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satunya adalah soal lemahnya lembaga antirasuah itu dalam melakukan koordinasi dengan lembaga lain.

Ketua Pansus Hak Angket KPK DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa mencontohkan lemahnya KPK dalam melakukan koordinasi dengan lembaga lain dalam menyelamatkan aset-aset negara. "KPK tak berkoordinasi dengan baik dalam mengelola harta rampasan dan sitaan negara dari kasus tipkor yang ditangani KPK," ujar Agun di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (30/8) seperti dikutip dpr.go.id.

Soal temuan aset hasil penyidikan tipikor yang ternyata tidak dilaporkan sepenuhnya oleh KPK kepada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), menggambarkan KPK bukanlah lembaga yang bersih dan baik. Agun mempertanyakan, mengapa aset sitaan dari KPK itu tak dilaporkan seluruhnya ke Rupbasan.

"Apakah unit yang ada di bawahnya tidak berjalan efektif, pimpinannya tidak tahu, atau seperti apa. Kita belum tahu dan belum ketemu dengan KPK," kata Agun.

Agun menegaskan, saatnya nanti komisioner dan para penyidik KPK akan dipanggil ke Pansus untuk menjelaskan hal ini. KPK tentu punya kepentingan menyangkut persoalan tersebut untuk datang memenuhi undangan Pansus.

"Saya yakin KPK juga punya kepentingan, punya tujuan, punya niatan yang sama. Kalau semua sudah semakin terang benderang dan gamblang, suatu saat KPK juga akan hadir dan mau berbicara," harap Agun.

Sementara itu, dalam RDPU dengan dengan Pansus Angket KPK DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/8), perwakilan dari Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI) meminta agar lembaga struktural di luar KPK seperti Kepolisian dan Kejaksaan dituntut untuk dapat bekerja secara luar biasa di daerah, sebab ketika institusi Kepolisian dan Kejaksaan bisa bekerja hebat di daerah maka KPK tidak perlu ada di daerah.

Sebaliknya bila Kepolisian dan Kejaksaan tidak bekerja sesuai yang diharapkan oleh rakyat tentang persoalan korupsi, maka KPK akan turun secara langsung ke daerah.
"Kuncinya adalah regulasi harus dibuat dengan jelas. Hukum harus memberi keadilan dan kepastian hukum, serta harus memberikan manfaat hukum secara jelas. Sementara saat ini masih mengambang," ucap Ahmad Gunawan selaku Sekjen Adeksi.

Ia juga menyatakan, sekiranya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 telah menjadikan sebuah institusi itu menjadi superbody, maka perlu direvisi. "Undang-undang adalah produk hukum, dan hukum itu bersifat dinamis. Ada tiga cakupan fungsi hukum yakni ada kepastian hukum, keadilan hukum, dan ada kemanfaatan hukum," ujarnya.

Senada dengan Adeksi, perwakilan dari Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apkasi) juga mengatakan, masalah peran KPK di daerah sebenarnya tidak terlalu urgen, karena di daerah telah ada Kejaksaan, Kepolisian, dan lembaga lain seperti Saber Pungli, yang semuanya bertujuan untuk mengatasi masalah korupsi yang ada di Indonesia.

"Keberadaan Pansus Angket KPK DPR RI ini juga adalah sesuatu hal yang wajar, bila DPR ingin memberikan masukan dan teguran kepada KPK yang bersifat independen terhadap adanya regulasi yang mungkin dilanggar atau tidak sesuai penerapannya kepada masyarakat," tuturnya.

"Kami selaku Kepala Daerah, kadangkala ada rasa takut menjadi sasaran utama. Hampir setiap bulan ada saja Kepala Daerah yang ditangkap tangan. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai lembaga anti korupsi, setidaknya KPK harus melihat terlebih dahulu masalah yang terjadi sebenarnya. Apakah benar-benar murni kasus korupsi, atau mungkin saja itu ada kasus politiknya," pungkasnya. (mag)

BACA JUGA: