JAKARTA, GRESNEWS.COM - Panitia Khusus Hak Angket KPK terus melakukan "serangan" gencar terhadap lembaga antirasuah itu. Kali ini muncul tudingan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam proses penyidikan yang dilakukan KPK. Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Pansus Angket KPK dengan pengacara mantan Bupati Sabu Raijua Provinsi Nusa Tenggara Timur, Yohanis D Rihi dan Petrus Bala Pattyonadi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (24/8).

Salah satu yang diungkapkan para pengacara mantan Bupati Sabu Raijua Marthen Dira Tome itu adalah, soal pelanggaran-pelanggaran dalam proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Marthen. Yohanes merasa penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan KPK melanggar hukum. Ia bercerita soal Marthen yang praperadilannya menang dari KPK, namun penyidikannya tetap ditindaklanjuti.

"Kami merasa penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik KPK itu banyak yang melanggar hukum. Sebagai contoh misalnya pada tahun 2016 kami mengajukan gugatan praperadilan dan KPK dianggap kalah," katanya.

"Kemudian perintah dari putusan itu ialah menyatakan penetapan tersangka tidak sah dan memerintahkan mengembalikan berkas kepada kejaksaan untuk dihentikan penyelidikannya menyatakan bahwa tindakan tersebut tidak sah," lanjut Yohanes.

Lebih lanjut Yohanes menuturkan Marthen justru ditetapkan sebagai tersangka. Karena salah satu kasus tersebut Yohanes menuding KPK melanggar hukum. "Tetapi kemudian mereka menetapkan tersangka lagi sebelum eksekusi putusan itu. Kami merasa ini perbuatan yang melanggar hukum dan juga ini perbuatan yang kami nilai sebagai perbuatan yang tidak benar," ucapnya.

Ketika ia mencoba untuk mencari alasan penetapan kliennya sebagai tersangka. Pihak KPK justru menganggap pihak Yohanes menghalang-halanginya. "Ketika kami bertanya itu dianggap sebagai menghalang-halangi. Banyak hal termasuk juga dengan persidangan yang dipindahkan ke Surabaya padahal fokusnya di NTT," tuturnya.

Senada dengan Yohanis, Petrus Bala Pattyona juga menyatakan, sebagai profesional, KPK tidak pernah menggunakan hukum acara. Itu juga bagian yang harus dibenahi.

"Selama kami berurusan dengan KPK, untuk menemui tersangka sangat susah, tidak diizinkan mendampingi saksi. Kalau seseorang menjadi tersangka, yang dizinkan untuk mendampingi hanya satu orang pengacara. Semua serba dibatasi. Kalau memang ada aturan seperti itu, maka harus berimbang. KPK jangan berbuat sesukanya. Saya tidak benci KPK, yang saya mau agar aturan-aturan itu transparan dan berimbang," tegasnya.

Menanggapi paparan Yohanes dan Petrus itu, Wakil Ketua Pansus Angket KPK Taufiqulhadi menilai, telah terjadi pelanggaran HAM dalam kasus ini. "Apa yang disampaikan dalam rapat tadi, menurut kami adalah pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia oleh KPK. Dimana hak yang melekat pada seseorang telah diabaikan semuanya," ucap Taufiqulhadi, seperti dikutip dpr.go.id.

Ia juga menegaskan, telah terjadi pelanggaran dalam kasus Marthen Dira Tome, yakni dimana keberadaan hak seseorang, tidak diindahkan selama dalam pemeriksaan oleh KPK.
"Didalam ketentuan yang telah kita tandatangani tentang hak asasi manusia, pada diri seseorang itu melekat haknya untuk diberikan pengacara ketika mengalami masalah hukum, agar dia terlindungi segala haknya. Hal itu tidak dilaksanakan sama sekali oleh KPK, seperti yang telah disampaikan oleh tim pengacara yang datang tersebut," ujarnya.

Pansus Angket KPK menyarankan agar tim pengacara mantan Bupati Sabu Raijua itu mengajukan banding apabila memang ada hal-hal yang berkaitan dengan proses hukum, seperti adanya hal-hal yang tidak patut dilakukan dan merupakan pelanggaran terhadap KUHAP. "Persoalan yang termasuk dalam conflict of interest dalam kasus tersebut, juga harus dilaporkan kepada pihak KPK. Ada juga hal lain yang menurut KPK bahwa apa yang dilakukan KPK merupakan Standard of Prosedure (SOP), tetapi sebenarnya adalah sebuah pelanggaran terhadap hukum yang harus dilaporkan kepada polisi," tegas Taufiqulhadi.

"Biar semuanya menjadi jelas, dan masyarakat juga mengetahui permasalahan yang ada didalam KPK. Itulah yang ingin diluruskan oleh Pansus Angket KPK DPR," tandasnya.

KEWENANGAN SP3 - Sementara itu, terkait kajian Pansus Angket KPK untuk merevisi UU KPK, Wakil Ketua Umum PAN Taufik Kurniawan mengatakan, KPK peru juga diberikan kewenangan melakukan penghentian penyidikan perkara (SP3). Saat ini, kata dia, KPK belum memiliki kewenangan mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3).

"Menurut saya, ini termasuk yang dikaji oleh teman-teman di Pansus. Tapi prinsipnya itu jadi begini, bagaimana logika secara alamiah orang yang sudah meninggal masih ditersangkakan, tidak di-SP3. Itu barangkali yang akan masuk di dalam apa yang disampaikan hasil dari Pansus Angket KPK ini," ujar Taufik di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (24/8).

Dukungan agar KPK memiliki kewenangan SP3, menurut Taufik, didasari persoalan sisi kemanusiaan terkait para tersangka yang sakit atau meninggal. "Ini bukan hanya masalah PAN saja, ini kemanusiaan. Kasihan keluarganya di mana beliau, siapa pun itu, harus kita hormati, sampai meninggal masih dalam status tersangka. Kan hal yang sangat kurang manusiawi, kurang bijak bukan salah siapa-siapa ini karena ketentuan UU," jelasnya.

Namun Taufik menegaskan sikap PAN. PAN ingin Pansus memperkuat KPK, bukan melemahkan. "Yang pasti sikap PAN dari awal jelas disampaikan Ketua Umum. Prinsipnya kita ingin melihat untuk memperkuat KPK seperti itu," sambungnya.

Pada kesempatan terpisah, Bendahara Fraksi PDIP Alex Indra Lukman menyebut fraksinya telah mempelajari beberapa hasil kerja Pansus Angket KPK. Berdasarkan hal itu, PDIP memandang perlu ada lembaga pengawas yang dibentuk guna mengontrol kinerja KPK.

"Untuk sementara waktu, kesimpulannya adalah bahwa memang tidak ada dalam sejarah di republik ini bahwa ada lembaga bekerja tanpa pengawasan dapat berjalan dengan benar atau katakanlah ideal seperti yang kita harapkan. Oleh karena itu, terkait ini, maka kita mendorong dibentuknya badan pengawas, gitu loh," ujar Alex di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (24/8).

Untuk mekanisme pembentukan badan pengawas, Alex mengatakan F-PDIP belum tahu. Instrumen revisi UU KPK untuk pembentukan badan pengawas pun sedang dicermati PDIP.

"Nah, apakah badan pengawas melalui revisi atau tidak, itu urusannya kita sekarang lagi mencermati itu. Tapi saya rasa kita harus sepakat bahwa tidak ada satu pun lembaga di republik ini yang akan berjalan dengan benar tanpa ada pengawasan," jelas Alex.

Alex mengatakan pihaknya masih terus memantau kinerja Pansus Angket KPK. Untuk rekomendasi selain pembentukan badan pengawas, PDIP masih akan menunggu kerja Pansus selesai. "Nah, ini kan terkait temuan Pansus. Pansus kan masih berjalan," sebut dia. (dtc)

BACA JUGA: