-
Kejagung Periksa Petinggi PT Samuel Asset Management
Jum'at, 30/04/2021 19:06 WIBKejagung Dalami Keterangan 4 Saksi Kasus Pengelolaan Investasi BPJS Ketenagakerjaan
Rabu, 24/03/2021 21:46 WIBPresiden Jokowi Kembali Digugat Terkait Jaminan Kesehatan Nasional
Senin, 10/08/2020 17:52 WIBKomunitas Pasien Cuci Darah Gugat Lagi Perpres Kenaikan Iuran BPJS yang Dituding Mengakali Putusan MA
Rabu, 20/05/2020 19:23 WIBPresiden Jokowi Diminta Serius Kelola BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan
Senin, 06/01/2020 19:57 WIBBuruh Tolak Kenaikan Iuran BPJS Sebab Bikin Daya Beli Rakyat Kecil Jatuh
Kamis, 31/10/2019 14:01 WIBDisiplin dan Sadar Kesehatan Kunci Tutupi Defisit BPJS
Senin, 07/10/2019 19:24 WIBTiga Cara Atasi Defisit BPJS Kesehatan Selain Menaikkan Tarif
Selasa, 01/10/2019 08:30 WIBBPJS Belum Lindungi Seluruh Pekerja Migran
Senin, 26/08/2019 15:43 WIBBPJS Defisit Pelayanan Peserta Kena Imbas
Selasa, 31/07/2018 11:59 WIBSandiaga Uno Dukung Aplikasi Integrasi Layanan Kesehatan
Sabtu, 13/01/2018 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Pentingnya masalah kesehatan menjadi salah satu perhatian utama Pemerintahan DKI Jakarta era Anies-Sandi. Wakil Gubernur Sandiaga Salahuddin Uno bahkan inginkan Aplikasi Digital yang mengintegrasi layanan kesehatan bisa terealisasi di Pemprov DKI Jakarta.
"Bayangkan di era digital saat ini harusnya semua kebutuhan manusia serba praktis dan efisien. Saya ingin Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta juga harus semakin digital dalam hal pelayanan, khususnya layanan kesehatan karena ini sangat dibutuhkan oleh warga," kata Sandi dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Sabtu (13/1).
Salah satu permasalahan yang selama ini masih menjadi problem yaitu panjangnya antrean rumah sakit karena membludaknya jumlah pasien. Hal tersebut juga terjadi karena banyaknya pasien rujukan daerah yang datang ke Jakarta.
"Kedepannya, solusi berbasis digital harus terealisasi. Sebuah aplikasi yang bisa mempermudah pelayanan kesehatan serta meringankan beban warga," tutur Sandi.
Lewat aplikasi tersebut, masyarakat akan meminimalisir lamanya antrian yang biasanya hingga berjam-jam lamanya. Selain itu, aplikasi juga harus dapat memberikan kemudahan lain terkait pelayanan kesehatan seperti penyediaan informasi kesehatan hingga konsultasi dokter secara online.
Seperti yang diwartakan sebelumnya. Terdapat banyak keluhan warga DKI Jakarta atas pelayanan kesehatan, khususnya antrean baik antrian BPJS maupun antrean umum.
Warga mengeluh atas lamanya antrean. Terlebih pada pasien BPJS harus mengurus surat rujukan terlebih dahulu di Puskesmas Kelurahan masing-masing setelah itu mengantre di Rumah Sakit dari kisaran pukul 05.00 WIB. (mag)Pemerintah Akan Potong DAU-DBH Daerah yang Nunggak Iuran Jamkes
Senin, 11/12/2017 19:01 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mendukung pelaksaanaan program jaminan kesehatan nasional, pemerintah bersikap tegas kepada daerah-daerah yang kerap menunggak iuran jaminan kesehatan. Penyelesaian tunggakan tersebut akan dilakukan melalui pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH).
Langkah tersebut sesuai Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dimana disebutkan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa dapat dilakukan penundaan dan/atau pemotongan dalam hal daerah menunggak membayar iuran yang diwajibkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk maka pada 4 Desember 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 183/PMK.07/2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Iuran Jaminan Kesehatan Pemerintah Daerah Melalui Pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH).
Menurut PMK tersebut pemotongan DAU dan/atau DBH dilakukan terhadap Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupatan/Kota) yang mempunyai Tunggakan, yang telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun, yang sudah dilakukan upaya penagihan secara optimal oleh BPJS Kesehatan.
"Pemotongan DAU dan/atau DBH diperhitungkan sebagai penyelesaian Tunggakan," bunyi Pasal 2 ayat (3) PMK ini.
Namun sebelum dilakukan pemotongan, menurut PMK, terlebih dulu BPJS Kesehatan akan melakukan rekonsiliasi dengan Pemerintah Daerah untuk menentukan besaran Tunggakan berdasarkan bukti-bukti yang dimiliki masing-masing pihak.
Bila Pemerintah Daerah tidak bersedia melakukan rekonsiliasi, dan/atau tidak menyepakati sebagian atau seluruh jumlah Tunggakan, maka BPJS Kesehatan dapat meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit nilai Tunggakan Pemerintah Daerah.
Dari hasil audit BPKP itulah, Direktur Utama BPJS Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk, akan menetapkan besaran Tunggakan Pemerintah Daerah. Selanjutnya berdasarkan penetapan besaran Tunggakan tersebut, Direktur Utama BPJS Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan surat permintaan pemotongan DAU dan/atau DBH sebagai penyelesaian Tunggakan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Selanjutnya atas surat permintaan tersebut, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan perhitungan besaran dan tahapan pemotongan DAU/atau DBH, yang dilakukan dengan mempertimbangkan besarnya permintaan pemotongan, besarnya penyaluran, sanksi pemotongan dan/atau penundaan lainnya, serta Kapasitas Fiskal Daerah yang bersangkutan.
Hasil perhitungan sebagaimana dimaksud akan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan.
"Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud, Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara Transfer Dana Perimbangan melaksanakan pemotongan DAU dan/ atau DBH, dilaksanakan pada saat proses penerbitan Surat Permintaan Pembayaran dan Surat Perintah Membayar penyaluran DAU dan/atau DBH," bunyi Pasal 7 ayat (1,2) PMK seperti dikutip setkab.go.id.
Peraturan Menteri ini berlaku sejak diundangkan pada 4 Desember 2017.(rm)Komisi IX Tak Sepakat Defisit BPJS Kesehatan Ditambal dari Cukai Rokok
Jum'at, 24/11/2017 14:12 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi IX mengkritik keputusan pemerintah yang akan menggunakan cukai rokok untuk menambal defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. DPR mendorong pemerintah untuk mencari sumber lain untuk menambal defisit tersebut.
Komisi IX mendorong pemerintah mencari sumber lain, selain cukai rokok untuk menambal defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pernyataan tersebut disampaikan saat rapat kerja di ruang rapat Komisi IX Nusantara I, rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IX Saleh Partaonan Daulay.
Menurut Wakil Ketua Komisi IX Saleh Partaonan Daulay, langkah pemerintah yang mengumumkan rokok memberi kontribusi bagi kesehatan, karena cukainya menyumbang untuk menambal defisit BPJS Kesehatan tidak tepat.
"Itu kebijakan pemerintah untuk menutupi defisit, saya kurang setuju kalau memang itu menjadi konsen utama pemerintah, karena bagaimanapun dari sisi kesehatan merokok itu tidak bagus," jelas Saleh, Kamis (23/11).
Politisi dari Fraksi PAN ini mengatakan masih banyak sumber lain yang bisa didapat misalnya dari BUMN atau pajak lainnya yang dikelola oleh pemerintah. Defisit BPJS Kesehatan yang dari waktu-kewaktu semakin membesar memang menjadi bahan evaluasi Komisi IX DPR, menurut data yang beredar defisit BPJS Kesehatan saat ini sudah lebih dari 9 triliun, dan diperkirakan akan bertambah sampai 11 atau 12 triliun pada akhir tahun ini.
Menurutnya DPR mendorong pemerintah mencari sumber-sumber lain, saya kira pemerintah punya banyak usaha, kita punya BUMN-BUMN, pemerintah juga punya pajak, maksimalkan pajak dan lain sebagainya. "Saya kira sampai sejauh ini pemerintah kita belum maksimal Saya kira bisa saja, kalau itu bisa dimaksimalisasi," tutur Saleh, seperti dikutip dpr.go.id.
Kementerian Keuangan memperkirakan dana bagi hasil cukai dan pajak rokok daerah bisa mencapai lebih dari Rp 5 triliun. Adapun kekurangan BPJS sisanya akan diupayakan dari efisiensi operasional BPJS Kesehatan dan suntikan dana tambahan. (rm)BPJS Kesehatan Rugi 9 Triliun, JK Pertimbangkan Kenaikan Iuran
Selasa, 31/10/2017 19:14 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Pengawas BPJS Kesehatan melaporkan telah mengalami defisit hingga Rp 9 triliun. Defisit itu akibat tak seimbangnya pemasukan dari iuran dengan beban biaya kesehatan yang harus ditanggung BPJS. Laporan keuangan itu pekan lalu telah dilaporkan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai, kerugian BPJS Kesehatan karena iuran (premi) yang terlalu rendah.
"Ya memang terasa bahwa tarif itu yang dibayar premi itu terlalu rendah untuk ukuran layanan hari ini. Kalau rumah sakitnya enggak banyak soal, tapi pemerintah," kata JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (31/10).
Besaran defisit yang dialami BPJS Kesehatan tak tanggung-tanggung mencapai Rp 9 triliun.
"Tahun ini diperkirakan Rp 9 triliun , tentu enggak mungkin dibiarin," jujar JK.
Untuk itu saat bertemu dengan Dewan Pengawas pekan lalu, pihaknya menyarankan agar persoalan BPJS tidak dipusatkan di pemerintah pusat. Diharapkan pemda-pemda juga ikut bertanggung jawab.
"Jadi Pemda harus ikut bertanggung jawab karena sekarang Pemda merasa itu hanya BPJS saja sehingga baik dinas kesehatan tidak mengontrolnya, kan banyak juga hal-hal yang tidak sesuai," ujar JK.
"Padahal Pemda juga banyak, program kesehatan di daerah masing-masing jadi gabungkan saja. Itu defisit akan diselesaikan. Sudah dibicarakan kabinet, nanti akan saya usul dibicarakan lagi supaya jangan tiap tahun tinggi defisitnya," jelas JK.
JK pun tengah mempertimbangkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan tersebut diperhitungkan dengan nilai inflasi sendiri.
"Memang tarif sedang dipertimbangkan karena juga menghitung inflasi, ini kan sudah tiga tahun masa begitu-begitu saja sedangkan mungkin layanan yang diberikan sudah naik," tutur JK di kantor Wapres.
Menurut JK dengan kondisi defisit seperti ini akan sulit bagi BPJS Kesehatan untuk memberikan pelayanan dengan optimal.
"Kalau defisit begitu, banyak utang di rumah sakit, nanti RS tidak bisa jalan. Rumah sakitnya biasa aja, karena dia menerima saja pasien kemudian dibayar pemerintah. Jadi setiap defisit itu pemerintah lah yang membayarnya, bukan rumah sakit," jelasnya.
Selain mempertimbangkan kenaikan iuran, JK juga tengah mengkaji untuk meningkatkan kontribusi Pemerintah Daerah (Pemda). (dtc/rm)