JAKARTA - Pemerintah berencana menaikkan iuran BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat lantaran terus mengalami defisit keuangan. Langkah itu tentu saja mendapatkan banyak tentangan, karena kenaikan iuran bakal membebani rakyat miskin yang sangat bergantung pada BPJS.

Deputi Direktur Advokasi dan Relawan Jaminan Kesehatan (Jamkes) Watch Nasional Heri Irawan menuturkan masalah defisit BPJS Kesehatan yang nilainya mencapai Rp7,95 triliun hingga September 2018, disebabkan oleh tidak seriusnya pemerintah menangani masalah di BPJS Kesehatan. "Sebenarnya, akar masalah defisit itu ada di pengelolaan BPJS Kesehatan yang amburadul. Menurut kami, pemerintah bisa turunkan defisit dengan cara lain kok," kata Heri dalam keterangan yang diterima Gresnews.com, Selasa (1/10).

Misalnya, kata dia, melakukan evaluasi tarif yang dibayarkan BPJS ke rumah sakit dan klinik/Puskesmas. Pemerintah juga bisa menarik lebih banyak anggaran dari cukai rokok yang menjadi penyebab banyak penyakit serius, atau mendorong peserta BPJS lebih patuh membayar, dan maksimalkan pungutan dari perusahaan. Sementara itu berdasarkan UU BPJS, ada tiga opsi untuk mengatasi defisit di BPJS Kesehatan. Mulai dari menyesuaikan iuran setiap bulannya, sesuai hitungan aktuaria, mengurangi manfaat pelayanan kesehatan, hingga memberikan suntikan dana tambahan.

Saat ini yang dilakukan pemerintah adalah memberikan suntikan dana dan itu bukan solusi untuk menutupi defisit tersebut. Untuk pengurangan manfaat, tidak mungkin dan jangan dilakukan. Karena akan merugikan masyarakat karena pelayanan masyarakat harus jadi prioritas utama.

Terkait iuran, Heri menerangkan, iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) saat ini hanya Rp23.000. Padahal, dari awal sudah jelas, hitungan aktuaria para akademisi menyatakan angka ideal untuk iuran PBI minimal Rp36.000. Namun, pemerintah jangan juga menaikkan iuran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri. Apalagi, saat ini iuran Kelas 1 Rp80.000, Kelas 2 Rp51.000, dan Kelas 3 Rp25.500 saja, banyak peserta menunggak. Apalagi, jika dinaikkan.

Dikhawatirkan, beban peserta BPJS akan semakin berat di tengah kondisi ekonomi yang lesu dan daya beli masyarakat yang menurun. Dia menilai, BPJS Kesehatan dan pemerintah tidak serius mendorong kepesertaan badan usaha agar mendaftarkan semua pekerjanya, baik swasta atau BUMN dan BUMD untuk menjadi peserta JKNBPJS Kesehatan. Tak hanya itu, penegakan sanksi sesuai PP 86/2013 bagi pengusaha yang tidak mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta JKN, juga lemah.

Sebelumnya pada Senin (30/9), Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan mengalkulasi terlebih dahulu usulan yang disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal agar pemerintah meninjau ulang rencana menaikkan iuran BPJS Kesehatan kelas III. Kenaikan iuran BPJS kesehatan kelas III sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan buruh dan rakyat kecil. (G-2)

BACA JUGA: