-
KPK Sayangkan Makin Banyak Hukuman Koruptor Didiskon di Tingkat PK Mahkamah Agung
Selasa, 22/09/2020 17:26 WIBSinyal Bersih-Bersih Pengadilan dari Korupsi
Selasa, 10/10/2017 10:00 WIBKasus praktik korupsi di dunia peradilan tanah air, memberi sinyal ke Mahkamah Agung (MA) untuk segera bersih-bersih pengadilan dari praktik kotor.
PERMA Pedoman Peradilan Perempuan Diapresiasi
Kamis, 10/08/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengapresiasi terbentuknya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. PERMA No 3 tahun 2017 tersebut, disahkan pada tanggal 11 Juli 2017 lalu oleh Ketua Mahkamah Agung.
"Ini merupakan sebuah terobosan. Materi-materi yang diatur dalam PERMA ini belum pernah terakomodir dalam peraturan perundangan-undangan yang ada, khususnya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," kata Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono, kepada gresnews.com, Kamis (10/8).
Supriyadi mengatakan, kendati PERMA ini secara lebih luas mengatur mengenai pedoman hakim dalam mengadili perkara, baik pidana maupun perdata yang melibatkan perempuan, namun keberadaannya sangat diperlukan terutama dalam peradilan pidana dan perempuan perempuan yang berhadapan dengan hukum. Pada praktiknya, sebelum lahirnya PERMA ini, terdapat inkonsistensi persepsi hakim terkait dengan proses peradilan yang melibatkan perempuan.
"Terdapat beberapa putusan hakim yang memberikan pertimbangan-pertimbangan yang justru menjauhkan perempuan untuk mendapatkan akses keadilan," terangnya.
Sebagai contoh, dalam perkara kasus pencabulan dengan nomor perkara 1391/Pib.B/PA/2007/PN.LP, hakim justru memberikan pertimbangan yang tidak relevan dengan menjabarkan perbuatan-perbuatan korban yang dinilainya melanggar ketertiban umum, seperti riwayat seksual korban. "Hal ini justru membuat korban semakin sulit memperoleh keadilan," terangnya.
Belum lagi permasalahan perbedaan pandangan antar hakim dalam memutus hukuman bagi pelaku kekerasan terhadap perempuan dalam hal terdapat relasi kuasa. Putusan Nomor 106/Pid.Sus/2011/PN.SKH dengan Putusan Nomor 410/Pid.B/2014/PN.Bgl, menujukkan ketimpangan tersebut. Dalam putusan pertama, majelis hakim melihat relasi kuasa sebagai hal yang dapat meringankan hukuman pelaku, hakim mempertimbangkan janji menikahi korban sebagai dasar peringan hukuman.
Sedangkan dalam putusan kedua, relasi kuasa ditafsirkan hakim secara progresif sebagai unsur paksaan dalam tindak pidana perkosaan. "Dari kedua putusan tersebut terlihat secara jelas tidak adanya pedoman yang jelas bagi hakim untuk memeriksa perkara yang berkaitan dengan adanya ketimpangan gender antara pelaku dengan korban dalam konteks ini perempuan," ujar Supriyadi.
Dengan cukup akomodatif, PERMA ini hadir memberikan definisi relasi kuasa itu sendiri dan memberikan pedoman bagi hakim untuk mengkaji relasi kuasa pada saat mengadili perkara yang melibatkan perempuan. Adanya PERMA ini juga dapat dijadikan sebagai momentum yang baik bagi lahirnya putusan-putusan yang progresif dalam hal mengakomodir hak-hak korban khususnya perempuan serta mengantisipasi penafsiran rumusan-rumusan tindak pidana yang justru merugikan korban.Seperti yang diatur dalam Pasal 5 PERMA dimana hakim dilarang untuk menujukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan yang merendahkan, menyalahkan, mengintimidasi ataupun membenarkan terjadinya diskriminasi gender termasuk di dalamnya mempertanyakan dan/atau mempertimbangkan pengalaman atau latar belakang seksual soal korban.
Pasal 6 PERMA ini juga mengatur tentang pedoman bagi hakim untuk mempertimbangkan dan menggali nilai-nilai untuk menjamin kesetaraan gender, hal ini dapat menjadi titik balik lahirnya putusan-putusan yang progresif menafsirkan rumusan yang menjamin kesetaraan gender. "Yang patut diperhatikan selanjutnya adalah bagaimana tindak lanjut lahirnya PERMA ini," ujar Supriyadi.
Dia menegaskan, ICJR mendorong perlunya sosialisasi yang komprehensif dan berkelanjutan mengenai implementasi PERMA ini, karena bagaimana pun juga penanganan perkara oleh hakim yang tidak sensitif gender jelas kerap terjadi. "Jangan sampai PERMA ini hanya menjadi pedoman manis tanpa implementasi," pintanya.
Hal yang penting pula untuk diperhatikan adalah bahwa perkara yang melibatkan perempuan tidak hanya melibatkan hakim dalam konteks di peradilan. Terdapat aparat penegak hukum lain misalnya kepolisian dan kejaksaan yang justru merupakan lembaga yang secara langsung dan pertama berinteraksi dengan perempuan yang berperkara.
Dalam beberapa kasus, justru kepolisian lah yang berperan menjadikan perkara yang melibatkan perempuan diproses atau tidak. "ICJR mendorong perlunya pemahaman yang sama antar lembaga dalam hal ini Aparat Penegak Hukum untuk menjamin kesetaraan gender tersebut terlaksana di setiap tahap proses penyelesaian perkara," pungkasnya. (mag)
Rekrut 1600 Hakim, Ombudsman Desak MA Transparan
Selasa, 04/07/2017 17:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Agung (MA) dalam waktu dekat akan merekrut 1.600 jabatan hakim pada 2017. Menanggapi rencana tersebut
Komisioner Ombudsman, Ninik Rahayu mendesak MA melakukan rekrutmen itu secara terbuka dan mensosialisasikan rencana rekrutmen tersebut kepada masyarakat.
"MA harus memulai dengan mempublikasikan tata cara dan kualifikasi serta menggandeng institusi lain dalam rekrutmen hakim," kata Ninik Rahayu, Selasa (4/7).
Menurutnya sejak diterbitkan Perma No 2 Tahun 2017 tentang Pengadaan Hakim, hingga kini tidak ada kepastian waktu tentang rekrutmen hakim.
"Seharusnya Mahkamah Agung dan Pemerintah sungguh-sungguh memikirkan proses rekrutmen hakim. Bahkan sampai saat ini MA belum pernah mempublikasikan tata cara, standart dan kualifikasi proses dan hasil rekrutmen hakim yang diharapkan," ujar Ninik.
Ninik mengungkapkan, selama ini MA tidak menunjukan sikap transparan sebagai lembaga publik. Padahal telah banyak kritik yang untuk mendorong reformasi di tubuh pengadilan.
"MA juga belum menawarkan solusi ke publik model rekrutmen yang transparan dan akuntabel guna merespons berbagai kritik yang ditujukan ke MA tentang independensi, proses, dan menghasilkan para calon hakim profesional," tegas Ninik.
Terkait rekrutmen hakim, MA mendapat posisi yang dilema. Sebab di satu sisi rekrutmen hakim tanpa hadirnya UU Jabatan Hakim dapat menumbuhkan sikap arogansi dan tindakan sewenang-wenang dalam profesi tersebut. Diketahui saat ini, UU Jabatan Hakim masih dalam bentuk Rancangan di DPR.
Sementara di sisi lain, mempercepat rekrutmen apalagi hanya mempertimbangkan soal kuantitas semata, bukan kualitas dengan tanpa proses yang profesional dan tim yang kuat. Menurut Ninik patut diduga akan menghasilkan para calon hakim yang tidak sebagaimana digariskan oleh UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN, serta UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU 5/2014 tentang ASN. (dtc/rm)Ikhtiar Menggusur Hakim Non Karier
Sabtu, 16/07/2016 09:00 WIBHakim Pengadilan Tinggi Medan Lilik Mulyadi dan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Binsar Gultom mempersoalkan status hakim agung non karier.
Hakim Korup, Pintu Keadilan Tertutup
Minggu, 03/07/2016 15:00 WIBPakar hukum pidana dan pencucian uang dari Universitas Trisakti Yenti Garnasih mengatakan, perilaku koruptif para hakim itu, semakin membuat pintu untuk mencari keadilan bagi masyarakat semakin sulit.
Hakim "Pengemis" THR Hanya Dihukum Disiplin
Rabu, 29/06/2016 09:00 WIBBuktinya, Ketua Pengadilan Tembilahan, Indragiri Hilir, Riau, Erstanto Widiolelono, yang ketahuan "mengemis" tunjangan hari raya (THR) kepada pengusaha-pengusaha, hanya dihukum disipilin.
Pangkas Usia Hakim Agung, Pangkas Peluang Korupsi Hakim
Rabu, 01/06/2016 19:30 WIBYang dimaksud menggurita, adalah dia bisa saja membangun kekuasaan atau kartel mafia hukum bukan justru jadi penegakan hukum.
Mahkamah Agung Darurat Mafia Peradilan
Kamis, 26/05/2016 11:00 WIBGuru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita mengatakan, persoalan mafia hukum di lembaga peradilan ini memang sudah merupakan permasalahan sistemik.
Salah Kaprah Pasal Penghinaan Pengadilan
Minggu, 27/12/2015 21:00 WIBSalah besar jika para hakim di pengadilan menganggap kritik masyarakat sebagai sebuah intervensi bagi seorang hakim atau pengadilan dalam mengambil sebuah keputusan.
RUU Contempt of Court: Beleid Lindungi Mafia Peradilan
Senin, 07/12/2015 15:00 WIBDewan Perwakilan Rakyat akhirnya memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Penyelenggaraan Peradilan (Contempt Of Court) dalam Prolegnas 2014-2019. Langkah DPR ini dinilai sebagai pengangkangan terhadap hal-hak sipil.
Geger Beleid Eksesif Menghina Pengadilan
Kamis, 03/12/2015 18:00 WIBRencana Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) mengajukan Rancangan Undang Undang (RUU) Contempt of Court atau penghinaan terhadap pengadilan mendapat tentangan keras.
UU Contempt of Court, Perlukah?
Rabu, 02/12/2015 16:00 WIBMahkamah Agung telah menggagas dibuatnya UU Contempt of Court dalam rangka menjaga harkat dan martabat lembaga peradilan dari campur tangan pihak luar kekuasaan peradilan. Namun, sampai kini UU itu belum jelas nasibnya meskipun masuk program legislasi nasional 2015-2019.
MA, Masyarakat Adat dan Takluknya Sinar Mas di Depan Hukum
Senin, 05/10/2015 15:00 WIBKasus ini bermula ketika masyarakat hukum Adat Dayak Silat Hulu berkonflik dengan perusahaan perkebunan sawit PT Bangun Nusa Mandiri (BNM) yang merupakan anak perusahaan Sinar Mas Group.
Rezim Perampasan Aset dalam Kasus Yayasan Supersemar
Selasa, 25/08/2015 16:29 WIBPada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Yayasan Supersemar bersalah menyelewengkan dana. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.