Oleh: A’an Efendi *)

Indonesia hingga kini belum memiliki UU Contempt of Court atau penghinaan terhadap pengadilan. Aturan soal itu, hingga kini masih tersebar dalam pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu Pasal 207, 217, dan 224.

Pengaturan contempt of court pada dasarnya memiliki dua tujuan utama. Pertama, menjaga efektivitas dan mempertahankan kekuasaan pengadilan. Kedua, melindungi dan melaksanakan hak para pihak dengan memaksa untuk mematuhi putusan dan perintah pengadilan.

Mahkamah Agung telah menggagas dibuatnya UU Contempt of Court dalam rangka menjaga harkat dan martabat lembaga peradilan dari campur tangan pihak luar kekuasaan peradilan. Namun, sampai kini UU itu belum jelas nasibnya meskipun masuk program legislasi nasional 2015-2019.

Di samping itu, kelompok-kelompok tertentu menolak rencana UU Contempt of Court dengan beragam alasan. Sebagian berpendapat bahwa harkat martabat peradilan dapat ditegakkan dengan membangun lembaga peradilan yang berwibawa bukan dengan UU Contempt of Court.

Sebagian lain menyatakan bahwa terhadap tindakan pelecehan terhadap pengadilan cukup diterapkan aturan yang sudah ada dalam KUHP tanpa harus membuat UU Contempt of Court. Pendapat lain mengganggap UU Contempt of Court hanya akan menjadi alat untuk membungkam kritik terhadap pengadilan dan itu justru dapat menciptakan tirani kekuasaan di lembaga peradilan. Yang menjadi pertanyaan kemudian benarkah kita membutuhkan UU Contempt of Court?

Untuk menjawab pertanyaan itu, pertama kita harus jawab dahulu apakah Contempt of Court. Di Indonesia, kali pertama istilah contempt of court ditemukan pada penjelasan umum UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Contempt of court adalah bentuk khusus dari contempt, yaitu tindakan yang dilakukan dengan suatu kesengajaan untuk mengabaikan atau tidak mematuhi perintah penguasa yang sah menurut undang-undang. Tindakan contempt dapat terjadi misalnya seseorang yang mangkir tanpa alasan sah dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dimintai keterangannya dalam suatu penyidikan perkara pidana korupsi.

Atau bisa juga tidak hadir memberikan kesaksian di Kepolisian untuk kepentingan penyidikan perkara tindak pidana tertentu walaupun sudah dipanggil secara sah. Termasuk tindakan contempt ketika seseorang tidak hadir memenuhi panggilan badan perwakilan rakyat untuk dimintai keterangannya untuk keperluan pelaksanaan hak interpelasi atau hak angket.

Terhadap pelaku contempt dapat dihadirkan dengan paksa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Contempt of court terdiri atas dua kata, contempt yang berarti tidak menghormati atau tidak menghargai dan court yang artinya pengadilan. Jadi, contempt of court adalah sikap atau perilaku tidak menghormati atau tidak menghargai pengadilan.

Pada umumnya contempt of court diartikan sebagai bentuk campur tangan terhadap proses peradilan. Contempt of court adalah tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaian atau pernyataan yang cenderung untuk mengganggu atau menghalangi kewenangan pengadilan atau menghambat fungsi pengadilan (Michigan Judicial Institute, 2014:1).

Mahkamah Agung dalam Naskah Akademis Penelitian Contempt of Court yang dipublikasi pada 2002 mengartikan contempt of court sebagai perbuatan-perbuatan baik aktif maupun pasif, yang dilakukan baik di dalam pengadilan (in the immediate view and presence of the court) maupun di luar pengadilan yang dianggap melecehkan atau merongrong kewibawaan pengadilan (Mahkamah Agung, 2002:27).

Tindakan contempt of court diantaranya meliputi perilaku mengacaukan di ruang sidang, gagal datang ke pengadilan ketika diwajibkan, gagal untuk memberikan kesaksian ketika diwajibkan atau gagal mematuhi putusan pengadilan.

BENTUK CONTEMPT OF COURT - Contempt of court dapat dibedakan menjadi contempt of court di dalam pengadilan dan di luar pengadilan. Contempt of court di dalam pengadilan atau direct contempt adalah tindakan contempt yang dilakukan pada saat proses persidangan sedang berjalan. Contempt of court di dalam pengadilan jamak terjadi di Indonesia.

Contempt of court di dalam pengadilan yang kerap terjadi diantaranya meneriaki majelis hakim yang memimpin sidang, menyoraki saksi yang memberikan kesaksian, mencemooh dan menyerang terdakwa, menyerang pihak lain di dalam ruang sidang, membuat kegaduhan dalam proses persidangan sampai dengan perbuatan anarkis perusakan fasilitas ruang sidang.

Contempt of court di luar pengadilan atau indirect contempt adalah tindakan contempt yang terjadi di luar pengadilan. Indirect contempt misalnya melempari gedung pengadilan dengan batu atau telur busuk atau benda lainya, opini melalui media cetak atau elektronik yang sifatnya menyerang atau menghina pengadilan, dan yang lagi tren melakukan aksi demontrasi di luar pengadilan saat persidangan sedang berlangsung. Tujuannya mempengaruhi pengadilan agar membuat putusan sesuai yang dikehendaki.

Contempt of court dapat pula dibedakan menjadi criminal contempt dan civil contempt. Criminal contempt terjadi ketika ada intervensi atau campur tangan atau gangguan terhadap proses persidangan di pengadilan, baik pengadilan pidana maupun pengadilan perdata.

Misalnya, berteriak di ruang sidang saat proses persidangan berlangsung, publikasi dengan tujuan merugikan hak atas peradilan yang jujur atau menyerang integritas dan imparsialitas atau sikap tidak memihak oleh peradilan.

Hukuman terhadap pelaku criminal contempt dapat berupa hukuman penjara atau denda. Criminal contempt misalnya adalah pengusiran dari ruang sidang terhadap pengacara Gusti Randa oleh ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Moh. Mahfud MD. Alasannya Gusti Randa menginterupsi Mahfud M.D yang sedang membacakan putusan dan tindakan Gusti Randa itu dianggap sebagai bentuk penghinaan pengadilan.

Sementara itu civil contempt terjadi ketika seseorang tidak mematuhi suatu perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk memberikan keuntungan pada pihak lain. Misalnya, pihak tergugat yang diputuskan membayar ganti kerugian kepada pihak penggugat tidak mau sukarela melaksanakan kewajibannya.

Hukuman terhadap pelaku civil contempt dapat berwujud hukuman pembebanan denda atau hukuman penjara hingga orang yang melakukan civil contempt memenuhi perintah pengadilan.

SUDUT PANDANG LAIN - Dari sudut pandang pihak yang dimenangkan dalam suatu perkara di pengadilan, UU Contempt of Court lebih menjamin bahwa putusan pengadilan yang memberikan keuntungan baginya benar-benar dilaksanakan oleh pihak dinyatakan kalah. Misalnya untuk membayar ganti kerugian atau melakukan tindakan lainnya yang memberikan keuntungan padanya.

UU Contempt of Court mencegah pihak yang dikalahkan oleh putusan pengadilan menunda-nunda atau bahkan sengaja tidak melaksanakan putusan pengadilan. Sebab, jika itu dilakukan maka telah terjadi contempt of court dan dapat dikenakan hukuman penjara atau denda.

Hal ini penting terutama dalam perkara tata usaha negara di Pengadilan Tata Usaha Negara di mana pihak tergugatnya adalah badan/pejabat tata usaha negara. Umumnya, pejabat tata usaha negara kerap bandel tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang mengalahkannya.

Tidak heran undang-undang peradilan tata usaha negara 2009 pada Pasal 116 mengatur mekanisme berlapis mulai upaya paksa berupa berupa pembayaran uang paksa dan/atau sanksi administratif sampai dengan pelaporan kepada Presiden selaku penyelenggara pemerintahan tertinggi. Itu demi menjamin ditaatinya putusan pengadilan tata usaha negara oleh badan/pejabat tata usaha negara.

Itu pun belum mampu menjamin sepenuhnya ditaatinya putusan pengadilan tata usaha negara. Dan, dalam keadaan seperti itu diperlukan UU Contempt of Court sebagai instrumen akhir untuk memaksa dilaksanakannya putusan pengadilan.

Jadi, perlu tidaknya UU Contempt of Court sangat bergantung dari sudut kepentingan mana melihatnya.

*) Penulis adalah Alumni Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Airlangga.

BACA JUGA: