JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tim Jaksa Satuan Tugas Khusus Penyelesaian dan Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgassus P3TPK) menegaskan akan segera menuntaskan kasus korupsi bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI). Satgassus akan menjadikan kasus tersebut sebagai prioritas. Mereka juga akan mengusut keterlibatan pihak pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan SKK Migas.

"Jika dalam amar putusan Mahkamah Agung ditemukan fakta, kita tindak lanjuti secepatnya," kata Kepala Sub Direktorat Penyidikan Sarjono Turin dalam Evaluasi Kerja Tim Satgassus di Kejaksaan Agung, Kamis (9/4).

Dalam kasus ini, enam terdakwa yang semuanya dari unsur swasta telah dinyatakan terbukti bersalah. Terakhir, MA juga mengandaskan kasasi terdakwa kasus ini yakni pegawai Chevron Bachtiar Abdul Fatah. Bachtiar kini telah dijebloskan ke Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Sementara itu satu tersangka yakni Direktur Chevron, Alexia Tirtawidjaya, kabur ke Amerika Serikat. Kejaksaan telah menggandeng Tim Pemburu Koruptor untuk memburu Alexia yang diduga berada di Amerika dan menduduki posisi penting di perusahaan Chevron.

"Kita telah bekerja sama dengan banyak pihak untuk mengejar Alexia yang keberadaannya diketahui di Amerika," kata Turin.

Turin menegaskan, proses hukum kasus bioremediasi Chevron tak akan berhenti. Mantan penyidik KPK ini memastikan kasus ini akan tuntas termasuk segera menyeret unsur dari pemerintah.

Sementara Jaksa Agung HM Prasetyo meminta Tim Satgassus serius menggarap kasus Chevron. Ia meyakini, menjerat unsur pemerintah lebih mudah dibandingkan menyeret swasta. "Swasta saja terbukti, apalagi dari birokrat," kata Prasetyo.

Praktik korupsi tidak mungkin bisa terjadi tanpa ada unsur pemerintah dan sebaliknya. Apalagi ada sampel Tph (Total Petroleum Hidrokarbon) temuan tim penyidik yang tenyata tidak bisa diuji karena tiada alat pengujinya. Namun, justru KLH tetap merekomendasikan ke BP Migas untuk tetap membayar proyek yang bersifat cost recovery.

Dalam putusan kasasi, MA menghukum terdakwa Bachtiar Abdul Fatah, Ricksy dan Herland Bin Ompo dengan pidana penjara enam tahun dan mewajibkan terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp100 miliar yang  dibebankan kepada Chevron. Sedangkan tiga lainnya masih dalam proses kasasi, yakni Endah Rumbiyanti, Kukuh Kertasafari dan Widodo.

Bachtiar sendiri ditersangkakan Kejagung pada 2012 bersama dua kontraktor bioremediasi yakni Ricksy Prematuri selaku Dirut PT Green Planet Indonesia, dan Direktur PT Sumigita Jaya Herlan bin Ompo. Kemudian empat pihak dari unsur PT Chevron yakni, Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh, dan Alexia Tirtawidjaja

Pada awal Februari lalu, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) dan memperberat hukuman terdakwa Ricksy. MA membatalkan putusan banding dan menyatakan kembali kepada putusan tingkat pertama dengan menjatuhkan pidana lima tahun penjara. Putusan itu sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang meringankan hukuman terdakwa menjadi tiga tahun.

Di Pengadilan Tipikor Jakarta, Ricksy yang merupakan Direktur PT Green Planet Indonesia, salah satu perusahaan kontraktor bioremediasi, divonis bersalah. Ia dijatuhi hukuman lima tahun penjara dalam kasus yang dinilai merugikan negara Rp100 miliar itu.

Pihak Chevron belum menanggapi terus berlanjutnya penyidikan kasus bioremediasi ini. Termasuk eksekusi uang pengganti yang dibebankan kepada Chevron sebesar Rp100 miliar serta sejumlah aset lain yang diduga berada di Riau.

BACA JUGA: