JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo menyatakan pelaksanaan pembukaan kran ekspor lobster atas arahan Presiden Joko Widodo. Presiden meminta adanya terobosan agar pelaksanaan ekspor lobster bisa segera terlaksana.

Keterangan Edhy ini disampaikan saat menjadi saksi dalam sidang perkara dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur dengan terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/3/2021). Edhy sendiri merupakan tersangka kasus ini yang diduga menerima suap dari Suharjito dan sejumlah eksportir benur lainnya.

"Untuk lobster, ada perbedaan terkait dengan jumlah yang diperdagangkan. Benih Benur Lobster (BBL) yang lama (aturan) sama sekali ngga boleh. Kita fokus ke lobster setelah dari menerbitkan Permenkap 12/2020, apa yang saudara lakukan?" tanya Tim Anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KKP), di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diikuti Gresnews.com, Rabu (17/3/2021).

KKP telah mengeluarkan regulasi baru terkait ekspor komoditas lobster. Regulasi tersebut adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12 Tahun 2020. Tak hanya mengatur pengelolaan lobster, Permen KP ini juga mengatur pengelolaan kepiting dan rajungan.

Dalam regulasi ini, pemerintah memberikan izin ekspor langsung untuk komoditas lobster. Sementara ekspor benih lobster yang sebelumnya dilarang sudah diperbolehkan dengan syarat harus mengikuti tempat pengeluaran khusus yang diatur dalam Keputusan Kepala BKIPM Nomor 37 Tahun 2020.

Menurut Edhy, Permenkap setelah dibolehkan atau diterbitkan harus diimplementasikan dan harus dibuat aturan pelaksanaannya, bagaimana aturan ini bisa berjalan.

"Sesuai arahan Presiden, kegiatan jangan nunggu, harus ada terobosan-terobosan harus segera dilaksanakan. Untuk itu saya tunjuk dirjen saya yang kebetulan menangani ini," jelasnya.

Pada saat rapat, lanjut Edhy, dua dirjen masih ragu dengan alasan overload pekerjaan. Permen sudah keluar, masyarakat juga membutuhkan pekerjaan dan siapa yang akan membeli benih lobster kalau tidak ada tindakan sedangkan negara tidak mempunyai uang.

"Kalo nunggu atas ke bawah (lama), yang saya lakukan untuk percepatan. Diusulkan dipimpin due dilligence, mereka harus dipayungi, ditampung. Ya mengusulkan saja, karena mereka tidak mau, supaya ini dijalankan dulu," terang Edhy.

Kemudian, Edhy menjelaskan bahwa ada conflict of interest dalam batinnya. Akhirnya menunjuk dua orang dirjen menjadi tim due dilligence tanpa mengurangi fungsi teknisnya tersebut. Tugasnya mengkoordinasi, siapa-siapa saja yang ditampung. Izinnya tetap kepada dirjen, misal tangkap lobster di dirjen tangkap.

"Tim due dillegence beranggotakan seluruh eselon 1 di KKP, merupakan tim pengarah. Ini semua berkomunikasi satu sama lain," cetusnya.

Selain itu, kata Edhy, latar belakang tim due diligence ada, dia meminta Permen tersebut segera dilaksanakan. Edhy membenarkan bahwa para dirjen itu menolak untuk ditawarkan menjadi tim due diligence, dan dari dirjen tangkap dan budidaya tidak mau bertanggungjawab.

Jaksa menanyakan, apakah pembentukan tim due diligence itu inisiatif Edhy. "Itu inisatif saudara?" cecarnya.

Menurut Edhy, itu bukan usulan darinya, itu adalah usulan dari salah satu dirjen, yaitu dirjen tangkap. "Kalau menurut saya bukan usulan saya. Tapi waktu itu agak lupa, tapi persisnya bukan usulan. Saya yakin itu ada rekamannya. Saya yakin itu usulan salah satu dirjen, kalau ngga salah dirjen tangkap," tandasnya.

Diketahui, Jaksa KPK mendakwa pendiri PT Dua Putra Perkasa dan pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito telah menyuap Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan dengan total Rp2,1 miliar yang terdiri atas US$103.000 atau sekitar Rp1,43 miliar (dengan kurs Rp 13,971) dan Rp706 juta.

Uang suap itu diberikan Suharjito kepada Edhy Prabowo secara bertahap melalui sejumlah pihak, yakni dua staf khusus Edhy Prabowo, Safri dan Andreau Misanta Pribadi; Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy Prabowo; Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi sebagai anggota DPR sekaligus istri Edhy Prabowo; dan Siswandi Pranoto Loe selaku Komisaris PT PLI sekaligus Pendiri PT ACK.

Suap yang diberikan Suharjito kepada Edhy melalui lima orang itu bertujuan agar Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan mempercepat persetujuan perizinan ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun anggaran 2020. Menurut Jaksa, uang tersebut diperuntukkan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosita Dewi. (G-2)

 

BACA JUGA: