JAKARTA - Siti Rogayah, istri terdakwa Adreau Misanta Pribadi, mengaku menarik uang sebesar Rp600 juta dari anjungan tunai mandiri (ATM) milik Andreu Misanta Pribadi setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadapnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi ekspor benih benur lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2020.

Hal itu dikatakan dalam sidang lanjutan pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan terdakwa Edhy Prabowo.

Jaksa mencoba menggali keterangan saksi untuk mengungkapkan alasan saksi mengapa menarik uang dari ATM BNI milik Andreu ketika saat terjadi OTT.

"Pada saat OTT terkait ATM milik Andreau sudah Ibu keluarkan berapa?" tanya jaksa Ronald F Worotikan kepada saksi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta, yang diikuti oleh Gresnews.com, Rabu (2/6/2021).

Menurut Rogayah, ia mengambil uang dari ATM milik suaminya itu saat OTT adalah dari keinginannya sendiri. "Rp600 juta, itu inisiatif dari saya," jawab Rogayah.

Jaksa kemudian mencecar bahwa ATM itu adalah milik Andreu. "Lalu Siti dapat ATM tersebut dari siapa?" tanya Jaksa.

Siti menjelaskan bahwa ATM itu memang dia pegang karena suaminya Andreu memberikannya sejak awal ia menikah.

"Saya dipegangi ATM sama kartu kredit 2. BNI itu dari awal nikah sudah saya pegang," tuturnya.

Lalu, jaksa menanyakan kembali untuk penarikan uang sebesar Rp 600 juta itu berapa lama?.

"Ini kok bisa langsung tarik 600 juta?" tanya dia.

"Saya kan transfer ulang ke rekening BRI saya, sama saya ambil cashnya juga," jelas Siti.

Kemudian Jaksa mencecar kembali, mengapa sampai Rp600 juta. Bukankah tadi saksi menerangkan bahwa diberikan uang Rp 50 juta per bulan oleh Andreu.

Lalu Siti menjelaskan bahwa uang Rp 600 juta itu diambil karena suaminya ketika di OTT sempat menghilang dan tidak tahu kapan pulangnya. Sehingga ia berinisiatif untuk mengambil keperluan lebih untuk persiapan biaya sekolah tiga anaknya.

"Saya kan berpikirnya saya nggak tau suami kapan pulang," jelasnya.

Memang uang tersebut tidak ada masalah disimpan di ATM itu. Tapi karena Siti membutuhkan biaya untuk kebutuhan hidup anak-anaknya maka dia tarik cash dan ke ATM-nya yang lain.

"Ibu kan banyak uang cash?" cecar jaksa.

Menurut Siti, memang benar tapi uang yang ada di BNI untuk menyelesaikan sekolah anak-anaknya.

"Yang besar saya bayar sampai kelas 3 SMP, bulan Juni dia masuk SMP President. Yang kedua SD kelas 4 di Toraja, ketiga di Spring Garden," tuturnya.

Jadi uang tabungan yang ada di rekening bank BNI merupakan sumber biaya untuk biaya sekolah anak-anaknya hingga tingkat tinggi.

"Benar itu untuk kuliah," ungkapnya.

Kemudian, Ketua Majelis Hakim Albertus Usada menanyakan apa biaya pendidikan itu hingga kuliah di universitas.

"Kuliah sudah disediakan biayanya?" cecar hakim.

"Kan saya punya anak 3, cita cita mereka tinggi. Jadi saya harus spare (sisihkan) dari mereka bayi," tukasnya.

Untuk dekahui, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didakwa menerima suap sebesar US$77 ribu dan Rp 24.625.587.250 oleh tim JPU pada KPK. Suap berkaitan dengan pengurusan izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, telah menerima hadiah atau janji," ujar Jaksa Ali Fikri dalam dakwaannya di Pengadilan PN Jakarta Pusat, Kamis (15/4).

Jaksa menyebut Edhy menerima USD 77 ribu dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito. Edhy menerima uang tersebut melalui Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadinya, dan Safri yang merupakan Staf Khusus Menteri dan Wakil Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.

Pemberian uang tersebut dilakukan pada 16 Juni 2020 di di Kantor KKP Gedung Mina Bahari IV Lantai 16. Uang diberikan Suharjito kepada Safri sambil mengatakan `ini titipan buat Menteri`.

Selanjutnya Safri menyerahkan uang tersebut kepada Edhy Prabowo melalui Amiril Mukminin. Sementara penerimaan uang sebesar Rp 24.625.587.250 diterima Edhy dari para eksportir benur lainnya.

Namun jaksa tak menyebut siapa saja eksportir tersebut. Jaksa hanya menyebut uang itu diterima Edhy melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi (anggota DPR sekaligus istri Edhy Prabowo), Andreau Misanta Pribadi selaku Staf Khusus Menteri dan Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster, dan Siswandhi Pranotoe Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistic Indonesia (PT PLI) dan pemilik PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Jaksa menyebut, pemberian suap dilakukan agar Edhy mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir BBL lainnya yang bertentangan dengan kewajiban Edhy sebagai menteri.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu dengan maksud supaya terdakwa bersama-sama Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir BBL lainnya," kata Jaksa.

Atas perbuatannya itu, para terdakwa didakwa dengan Pasal 12 huruf a Undang -Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang- Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan.

Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (G-2)

BACA JUGA: