JAKARTA - Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Safri Muis, mengaku telah mencatut nama Menteri Edhy untuk mempermulus dan mempermudah izin dan ekspor Benih Bening Lobster (BBL) kepada Direktur Produksi dan Usaha Budidaya Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Arik Hari Wibowo.

Hal itu terungkap ketika jaksa membuka screenshot percakapan telepon dan whatsapp (WA) Safri dengan Arik dipersidangan dalam perkara dugaan korupsi ekspor BBL KKP dengan terdakwa Edhy Prabowo dkk.

"Ini Pak Safri mengirim WA pada 6 Juni 2020 pukul 17.02 WIB dengan kata-kata kepada Pak Arik. `Pak Arik tolong untuk izin budidaya tiga perusahaan ini ya Pak, Thanks`," ungkap Anggota Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ronald F Worotikan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti Gresnews.com, Selasa malam (15/6/2021).  

Menurut Jaksa, WA itu dibalas oleh Arik Hari Wibowo jam 17:37 WIB. Isinya: "Pak, mohon izin dilaporkan bahwa untuk perusahaan yang tergabung dalam tahap 1 dan 2 (18 perusahaan) sudah diselesaikan surat penetapannya ada di Mba Isti tapi masih banyak yang belum mengembalikan pakta integritas kepada kami. Sedangkan ketiga perusahaan di atas tergabung dalam verifikasi tahap 3 atau tahap akhir yang saat ini sedang diverifikasi oleh kawan-kawan balai. Beberapa sudah selesai dan sudan diterima laporan verifikasinya. 

Saat ini sedang diolah oleh Mas Dian untuk selanjutnya dimintakan tandatangan Pak Dirjen. Sedangkan beberapa perusahaan yang ada belum masuk hasil verifikasi lapangannya karena tempatnya cukup jauh dan terpencil tapi konsep izin dari budidayanya sudah disiapkan Mas Dian.

Mohon berkenan supaya perusahaan bisa didorong untuk menyerahkan terlebih dahulu pakta integritas yang harus ditandatangani pimpinan perusahaan di atas materai. Karena ini tertuang dalam juknis. Terima kasih.

Dijawab oleh saudara saksi: `Oke, Pak Arik dan dibalas thanks`. Pak Safri juga mengatakan: `tolong yang tiga itu Pak Arik atas perintah Pak MKP, Pak Arik yang untuk izin budi dayanya, ya, Pak Arik. Thanks`.  

"Yang saudara maksud Pak MKP ini siapa?" cecar Jaksa Ronald kepada Safri.  

Safri pun menjelaskan bahwa yang dimaksud MKP adalah Menteri Kelautan dan Perikanan. Kemudian, Jaksa menanyakan apa benar Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memerintahkan saksi Safri seperti itu.  

Safri mengakui tidak ada perintah dari Menteri Edhy. Hal itu hanya inisiatif dirinya saja. "Itu hanya saya, biar cepat aja urusannya dengan Pak Arik. Saya membawa namanya aja itu," ungkap dia.

Kemudian, Jaksa juga membuka percakapan telepon WA antara Safri dan Arik pada 24 Agustus 2020: "Pak Arik tolong untuk PT Samudera Sumber Anugerah izinnya dikeluarkan, Pak. Perintah Pak MKP, Pak. Thanks.  

"Benar seperti itu saudara saksi?" cecar jaksa kepada Safri. 

"Iya. Tapi perintah Pak MKP itu hanya membawa nama MKP saja," jawab Safri. 

Kemudian Safri menerangkan mengenai permintaan percepatan agar izin dan ekspor segera diterbitkan tidak ada perintah dari orang lain. Itu adalah inisiatifnya sendiri.  

"(Lalu) apa kepentingan saudara?" cecar jaksa serius. 

Menurut Safri, hal itu dia lakukan karena desakan permintaan dari perusahaan tersebut kepadanya. 

"Mereka itu minta bantu. PT-PT itu minta bantu bahwa kelengkapan mereka sudah cukup tapi kalau tidak lengkap ya tidak bisa, Pak. Pak Arik juga kan menolak," jawabnya.  

KPK telah melakukan berbagai penyitaan terhadap perkara dugaan korupsi ekspor BBL di KKP termasuk handphone (HP) milik Safri tersebut. 

"Terkait BB (barang bukti) dari HP saudara saksi. Apa benar saudara saksi Hp-nya disita penyidik KPK?" cecar jaksa. 

"Betul," jawab Safri singkat. 

Saksi lainnnya Ketua Tim Due Diligence Ekspor Benih Bening Lobster (BBL) Andreu Misanta Pribadi juga mengakui mendapat titipan uang dalam amplop yang ditaruh di meja ruangannya.

"Tapi saya tidak tahu nominalnya berapa. Memang menurut pengakuan Pak Anton itu Rp100 juta," jelas Andreu.

Sebelumnya, jaksa Ronald F Worotikan membacakan keterangan saksi mantan pegawai Kemenko Maritim dan Investasi dan pegawai KKP Anton Setya Nugroho.

Dalam pemeriksaan Anton, dia bilang diminta saksi (Andreu) memberi uang antara Rp4 miliar sampai Rp10 miliar. Ia sudah menyerahkan uang Rp2,5 miliar dan Rp100 juta yang diserahkan langsung kepada saksi dan Rp750 juta untuk pembayaran rumah saksi Andreu yang ada di Cilandak.

"Gimana tanggapan saksi?" tanya Ronald kepada Andreu.

Kemudian Andreu menjelaskan perihal uang Rp100 juta. "Saya pastikan cerita untuk yang Rp100 juta itu memang saya lihat uangnya. Pada saat saya keluar dari ruangan setelah berbincang-bincang, saya harus menghadap Pak Menteri dengan urusan berbeda," terangnya.

Kemudian Andreu menambahkan setelah ia keluar dari ruangan dan pada saat kembali ia bertemu kembali dengan Anton.

"Terus saya keluar ruangan dan pada saat saya kembali keruangan lobi, Pak Anton bilang sama saya, saya ada titip "dokumen" di meja," tuturnya.

Jaksa mencoba menggali keterangan Andreu Misanta Pribadi terkait dengan saksi Anton Setya Nugroho mengenai pengurusan PT Anugrah Bina Niha (ABN) untuk memperlancar proses ekspor BBL.

Jaksa menduga Andreu menerima uang sebesar Rp5 miliar hingga Rp10 miliar dari Anton dalam pengurusan tersebut hingga akhirnya PT ABN mendapatkan izin dan melakukan ekspor BBL.

"Berapa kali saksi ketemu Anton terkait izin PT ABN?" cecar Jaksa.

Menurut Andreu, ia ketemu dengan Anton hampir setiap kegiatan di Kementerian karena dia adalah pegawai KKP.

"Hampir sering bertemu di setiap acara kalau ada acara-acara besar seperti pelantikan kemudian ada seminar ataupun ada konsultasi publik. Kita beberapa kali bertemu," jelasnya.

Namun untuk membahas mengenai PT ABN, menurut Andreu hanya sekali saja pertemuan dilakukan.

Dalam perkara ini, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dkk didakwa menerima suap dari para eksportir benih bening lobster sebesar US$77 ribu dan Rp24,6 miliar tahun 2020 lalu.

Edhy Prabowo diduga menerima suap dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito dan eksportir lainnya melalui stafsus Menteri Andreau Misanta Pribadi, Safri Muis, Amiril Mukminin, Ainul Faqih dan Siswandi Pranoto Loe untuk mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir BBL lainnya. (G-2)

BACA JUGA: