JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo terbukti bersalah hingga dijatuhi hukuman sesuai tuntutan Jaksa. Namun kuasa hukum Edhy menilai putusan itu tak sesuai fakta yang terungkap dipersidangan.

Penasihat Hukum (PH) Edhy, Soesilo Ariwibowo mengaku kecewa atas vonis 5 tahun pidana penjara terhadap kliennya Edhy Prabowo oleh Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Sebagai PH kami kecewa sebenarnya karena tidak sesuai dengan harapan. Pertama, sama sekali tidak ada materi pembelaan yang dijadikan putusan, semua copy paste surat tuntutan," kata Soesilo kepada Gresnews.com, Kamis (15/7/2021).

Menurut Soesilo, pihaknya sedih dan juga kecewa terutama terkait dengan pasal yang diputuskan oleh majelis. Pertama hal yang paling sangat esensi adalah mengenai penerimaan uang.

Padahal penerimaan uang sebesar US$77 ribu sama sekali tidak diketahui Edhy Prabowo. Uang itu diterima oleh staf khusus pribadi Edhy Prabowo, Safri Muis senilai US$77 ribu dari PT Aero Citra Kargo (ACK). Dalam persidangan hal itu tidak dapat diungkap secara jelas dan tidak ada cukup bukti.

Soesilo juga menjelaskan mengenai uang senilai Rp24 miliar yang berasal dari ACK tak diketahui kapan masuk ke Pak Edhy, melalui siapa dan dimana, tidak jelas. Sehingga bila vonis berdasarkan hal-hal penerimaan uang itu sangat tidak cukup alasan.

Ia juga menyayangkan adanya hukuman uang pengganti dan pencabutan hak dipilih jabatan publik. Hak dipilih itu merupakan hak dasar yang dijamin UUD 1945 dan tidak boleh dicabut.

Soesilo juga menegaskan bahwa keputusan hakim tidak bulat, karena ada salah satu majelis hakim menyatakan dissenting opinion.

Kemudian, Soesilo menyebutkan sedang mempersiapkan untuk langkah kedepannya. "Untuk banding masih pikir-pikir selama seminggu," ujarnya.

Hukuman Maksimal Sesuai Tuntutan

Sebelumnya Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Albertus Usada telah mengadili dan menjatuhkan vonis atau putusan 5 tahun penjara terhadap Edhy Prabowo.

Hakim menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah Rp400 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata Albertus Usada di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti secara daring oleh Gresnews.com, Kamis (15/7/2021).

Kemudian, hakim menjatuhkan hukuman kepada Edhy Prabowo untuk membayar uang pengganti.

"Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.447.219 miliar dan uang sejumlah US$ 77 ribu dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan oleh terdakwa," ucap hakim.

Menurut hakim, apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama 2 tahun," tuturnya.

Albertus Usada juga memberikan hukuman tambahan kepada Edhy Prabowo terhadap hak untuk dipilih dalam jabatan publik.

"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," tegasnya.

Kemudian, hakim juga menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang didahulukan.

"Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan," ujarnya.

Selain itu, Majelis Hakim menetapkan barang bukti berupa barang bukti nomor 1 sampai dengan nomor 1531 dikembalikan kepada penuntut umum untuk dipergunakan dalam perkara lain atas nama terdakwa Andreu Misanta Pribadi dan terdakwa Safri.

"Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp7.500," tukasnya.

Putusan majelis hakim ini sama dengan tuntunan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada persidangan sebelumnya, yang menuntut pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP," ucap Anggota Tim JPU Ronald F Worotikan di persidangan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (29/6/2021).

Namun dalam pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik yang membedakannya. Jaksa menuntut pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sedangkan hakim memvonis hanya 3 tahun.

Hakim juga mengabulkan permohonan Justice Collaborator (JC) terdakwa Siswadhi Pranata Loe.

Selain itu, majelis Hakim menolak semua pledoi atau nota pembelaan Edhy Prabowo dkk, kecuali menerima pledoi terdakwa Siswadhi Pranata Loe yang mengakui dirinya bersalah dan mengungkapkan fakta dipersidangan secara jujur.

Dalam perkara ini, Edhy Prabowo dkk sebelumnya didakwa menerima suap dari para eksportir benih bening lobster sebesar US$77 ribu dan Rp24,6 miliar tahun 2020 lalu.

Edhy Prabowo diduga menerima suap dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito dan eksportir lainya melalui stafsus menteri Andreau Misanta Pribadi, Safri, Amiril Mukminin, Ainul Faqih dan Siswandi Pranoto Loe untuk mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir BBL lainnya. (G-2)

BACA JUGA: