JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum bisa mengungkap dalang di balik dugaan suap terkait perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Service Pte. Ltd. (PES)/Petral. Kasus korupsi yang berkaitan dengan minyak dan gas bumi lainnya adalah kasus investasi PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. (PGAS), melalui anak usahanya yaitu PT Saka Energi Indonesia (PT SEI), di Lapangan Kepodang, Blok Muriah, Jawa Tengah, yang diduga kuat menimbulkan kerugian negara yang besarnya mencapai hampir Rp1 triliun.

Pengajar Fakultas Hukum Universitas Pancasila Jakarta Rocky Marbun mengatakan, secara khusus, ia tidak mengetahui kasus migas tersebut, namun secara umum nampaknya ada perilaku tebang pilih yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan suatu kasus. Tentu saja ada alasan di balik semua itu. "Namun, melihat perjalanan KPK selama ini, nampak jelas ada tekanan dari pihak otoritas," kata Rocky kepada Gresnews.com, Kamis (23/1).

Sementara itu Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ketika ditanya mengenai perkembangan kasus Blok Muriah itu mengaku belum tahu. "Belum paham. Saya nanti coba tanya jubir (juru bicara)," kata Lili kepada Gresnews.com, Selasa (21/1).

Kasus PGN berawal dari investasi yang dilakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN) melalui anak usahanya yaitu PT Saka Energi Indonesia (PT SEI) di Lapangan Kepodang Blok Muriah, Jawa Tengah, yang diduga merugikan keuangan negara sekitar US$70 juta (hampir mencapai Rp1 triliun). Jumlah kerugian negara tersebut diperhitungkan dari selisih nilai awal investasi sebesar US$101,05 juta dan nilai akhir investasi pada Laporan Keuangan Saka Energi Oil and Gas Property Lapangan Kepodang sebesar US$31,78 juta. Demikian temuan hasil penelusuran ke berbagai sumber dan pendalaman dokumen yang dilakukan oleh Gresnews.com.

Sempat diberitakan media massa, Petronas Carigali Muriah Limited—operator Wilayah Kerja—menyatakan Lapangan Kepodang hanya memiliki cadangan di bawah prediksi awal, yakni sebesar 30%–35% dari rencana pengembangan (Plan of Development/PoD). Temuan tersebut didapat dari pengeboran delapan sumur yang menunjukkan cadangan di Lapangan Kepodang telah habis pada 2017.

Wilayah Kerja Blok Muriah adalah Lapangan Kepodang seluas 2.823 kilometer persegi di Lepas Pantai Laut Jawa sekitar 200 kilometer Timur Laut Semarang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. PGN mengakuisisi 20% Participating Interest (PI) dari Sunny Ridge Ltd. pada 2014 melalui anak perusahaan yang khusus didirikan untuk investasi hulu yakni PT SEI. Dugaan adanya ketidakcermatan penentuan nilai valuasi akuisisi 20% PI Lapangan Kepodang yang berakibat kerugian investasi tersebut, menurut sumber Gresnews.com, telah dilaporkan kepada penegak hukum.

Kegiatan investasi hulu di Lapangan Kepodang Blok Muriah dilakukan pada sekitar 2014. Pada saat itu, tercatat Direktur Utama PGN (2008-2017) dijabat oleh Hendi Prio Santoso yang saat ini menjadi Direktur Utama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR).

Bermula pada 2010, ketika Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2010-2020 ditetapkan, yang salah satunya dianggarkan akuisisi terhadap Blok Muriah melalui PI Sunny Ridge Ltd. sebesar 20% senilai US$100 juta. Kas internal PGN tahun 2011 yang dialokasikan untuk proyek tersebut sebesar US$250 juta. Pada 2013, barulah Direksi PGN menetapkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT SEI untuk periode 2014, yang di dalamnya memuat anggaran investasi di Blok Muriah dengan PI 20% sebesar US$49 juta. Pada 2014, anggaran itu ‘dikoreksi’ menjadi US$108,53 juta. Pada Juli 2014, diteken Keputusan Direksi untuk investasi pada Blok Muriah dengan transaksi pada harga perkiraan pembelian US$45 juta.

Selanjutnya pada Oktober 2014, ditandatangani Sales and Purchase Agreement (SPA) antara Sunny Ridge Offshore M Limited dan Saka Energi Exploration Production (EP) B.V. Selanjutnya pada Desember 2014 dilakukan pembayaran dari Saka Energi EP BV ke rekening Sunny Ridge di Bank DBS Singapura. Pembayaran berlanjut Januari 2015 berupa Cash Call Payment ke Sunny Ridge di Singapura.

Setelah transfer dana dieksekusi, pada Maret 2015, Deloitte melakukan valuasi terhadap rencana akuisisi Blok Muriah melalui PI 20%. Nilai yang diperhitungkan sampai dengan 2026, namun nyatanya saat ini lapangan Kepodang telah berhenti produksi.

Aksi korporasi yang dilakukan oleh PGN melalui akuisisi PI 20% mengakibatkan perubahan komposisi pengelola wilayah kerja yang sebelumnya pada tahun 2011, 80% saham dikuasai PC Muriah Ltd. dan 20% Sunny Ridge Group; pada tahun 2015, 80% dikuasai PC Muriah Ltd. dan 20% dikuasai Saka Energi Muriah Ltd. Ketika diakuisisi, lapangan itu mulai berproduksi dimulai pada Agustus 2015.

“Bila merujuk aturan perusahaan, seharusnya perusahaan mempertimbangkan beberapa risiko, misalnya adanya ketidakstabilan harga, ketidakstabilan cadangan, dan potensi kerugian finansial. Selain itu, setiap pengambilan keputusan di semua tingkatan, termasuk di lingkungan PGN, harus memahami dan mengelola risiko secara efektif,” demikian tercantum dalam sebuah dokumen.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004 Jo. PP Nomor 55 Tahun 2009 mengatur kontraktor dapat mengalihkan, menyerahkan, dan memindahtangankan sebagian atau seluruh hak dan kewajibannya (Participating Interest) kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan menteri berdasarkan pertimbangan Badan Pelaksana.

Menurut dokumen, pelaksanaan akuisisi cenderung tidak cermat, valuasi eksternal baru dilakukan setelah completion sales purchase agreement, estimasi internal memperkiraan nilai valuasi hanya sekitar US$40juta, nyatanya realisasi yang harus dibayar PGN jauh melebihi angka itu. Selain itu, pengalihan PI kepada PT SEI dari Sunny Ridge selaku PI 20% operator Muriah PSC pada tahun 2014, diduga dilakukan tanpa persetujuan Menteri ESDM. (G-2)

 

BACA JUGA: