JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno meminta pemblokiran terhadap 22 situs yang dianggap menyebarkan paham radikalisme tidak dikaitkan dengan Islam. Masyarakat diminta memahami langkah pemerintah itu untuk mencegah sedini mungkin potensi ancaman keselamatan dan keamanan masyarakat.

Tedjo menegaskan, yang diblokir bukan situs-situs Islam melainkan hanya situs-situs yang menyebarkan paham radikalisme dan mengajak dukungan atau gerakan radikal lainnya.

"Ada beberapa yang terpaksa harus diblokir karena melakukan penggalangan dan penghasutan. Jangan dicampuradukkan dengan Islam, jangan" kata Tedjo tanpa merinci situs apa saja yang diblokir itu, di Nusantara III, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (1/4).

Tedjo mengatakan, pemblokiran situs yang diduga menyebarkan radikalisme berdasarkan laporan dari masyarakat ke Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang selanjutnya diteruskan ke Kemenkominfo. Meski demikian, ia mengaku akan mengecek dan menganalisa ulang situs-situs tersebut, khususnya terkait agitasi maupun propaganda.

Karena itu Menko Polhukam meminta masyarakat bisa memahami langkah pemerintah mencegah sedini mungkin setiap yang berpotensi mengancam keselamatan dan keamanan masyarakat, termasuk dalam hal pemblokiran situs terkait radikalisme.

Menurut Tedjo, tindakan itu diambil karena situs-situs porno bisa terblok secara otomatis. Sementara tak bisa untuk situs yang dianggap bernada radikalisme. Lalu muncul laporan dari masyarakat ke BNPT yang kemudian diteruskan ke Kemkominfo agar dilakukan pemblokiran.

Beberapa situs yang diblokir atas permintaan BNPT antara lain, voa-islam.com, dakwatuna.com, dan aqlislamiccenter.com.

Namun merasa tidak mengajarkan, menyebarkan paham radikalisme, pengelola situs tersebut mendatangi Komisi I DPR RI, Rabu (1/4), untuk menyampaikan keberatannya atas keputusan Kemenkominfo yang memblokir situs web mereka dengan alasan memuat ajaran radikal. Mereka juga meminta DPR turut menyelesaikan permasalahan ini dengan memanggil BNPT dan Kemenkominfo.

Perwakilan dewan redaksi VOA-Islam.com, Aendra Medita, mengungkapkan dirinya tidak tahu menahu konten apa yang menyebabkan situsnya ditutup. Dia pun mengatakan jika pemblokiran tersebut tetap dilakukan maka ini merupakan langkah mundur yang dilakukan pemerintah.

"Mestinya diidentifikasi dulu konten mana yang menganut paham radikalis karena dalam Undang-Undang yang harus ditutup adalah situs porno dan bukan situs Islam," kata Aendra di Gedung DPR RI, Rabu (1/4).

Pendapat senada disampaikan pengelola Dakwatuna, Samin Barkah. "Ini lebih dari pemblokiran, tapi juga penutupan, karena dari domain service provider ada tekanan untuk pindah dalam 10 hari atau domain akan ditutup oleh mereka," kata Samin dalam keterangan tertulisnya, Rabu (1/4).

Sementara Wakil Ketua Komisi I Tantowi Yahya mengatakan audiensi dilakukan atas usul pengelola situs yang diblokir Kemenkominfo. "Pemblokiran situs-situs ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Ada anggapan bahwa pemerintah anti terhadap kelompok tertentu," kata Tantowi saat membuka rapat.

BACA JUGA: