JAKARTA, GRESNEWS.COM – Pemerintah telah membentuk Tim panel untuk menyaring situs dengan konten bermuatan negatif. Penyaringan atas situs ini akan dilakukan oleh orang yang kompeten di bidangnya. Namun pemblokiran dan penyaringan tetap mengacu pada undang-undang yang ada sehingga kriteria pemblokiran sebuah situs lebih terukur.  

Ketua Bidang Hukum dan Regulasi Desk Cyber Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) Edmon Makarim mengatakan sudah membentuk Tim Panel untuk menyaring situs berkonten negatif. Tim tersebut berada di bawah kendali Kementerian Komunikasi dan Informatika (kemenkominfo).

"Mulai 1 April 2015 Tim Panel ini sudah bekerja," ujar Edmon dalam diskusi Mengapa Blokir Situs Online? di Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu (4/4).

Tim Panel ini akan dibagi dalam empat kelompok yaitu kelompok yang fokus menyaring konten terkait terorisme, pornografi, penebar kebencian, dan hak cipta. Penyaringan yang dilakukan tim ini bekerja didasarkan pada undang-undang terkait yang sudah ada. Misalnya untuk situs yang mengatur konten penebaran kebencian diatur dalam Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE).

Ia melanjutkan cara kerja tim ini tidak jauh berbeda dengan  mekanisme pemblokiran sebelumnya. Ketika ada situs yang tidak mengandung unsur radikal, kekerasan ataupun pornografi tapi diblokir, maka pengelolanya bisa menempuh jalur administratif untuk mencabut blokir tersebut, sehingga pemblokiran yang selama ini dan ke depannya dilakukan tidak mengandung kesewenang-wenangan.

Menurutnya, Tim Panel ini memang tidak menjamin ampuh menghilangkan semua konten bermuatan negatif. Tapi paling tidak situs bermuatan negatif tidak begitu saja masuk ke dalam jaringan internet dan bebas diakses masyarakat.

Terkait hal ini, praktisi dan pengamat masalah siber Fami Fahruddin mengatakan pemerintah harus lebih serius dalam mendalami kriteria pemblokiran sebuah situs, sehingga pemblokiran tidak dilakukan atas faktor suka atau tidak suka. Ia mencontohkan pemblokiran 22 situs sebelumnya yang dilakukan Kemkominfo dengan rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bisa dikatakan "ngawur".

Karena argumen BNPT merekomendasikan pemblokiran pada 22 situs tersebut dengan alasan takfiri (mengkafirkan orang lain). "Argumen ini tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum," ujar Fami pada kesempatan yang sama.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memblokir situs yang dianggap menyebarkan radikalisme dengan rekomendasi dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Situs yang diblokir antara lain arrahmah.com, voa-islam.com, panjimas.com dan dakwatuna.com.

BACA JUGA: