JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui pembebasan seseorang dari hukuman mati, atau permintaan pengurangan hukuman sekalipun merupakan isu yang sangat sensitif bagi pemimpin negara lain. Pemimpin negara manapun akan berhati-hati menyikapi tuntutan tersebut, begitu juga Indonesia.

Presiden mengakui banyak kepala negara meminta pembebasan dari hukuman mati warga negaranya yang terlibat kejahatan di Indonesia. "Tapi saya tidak begitu saja membebaskannya," kata Presiden SBY saat pertemuan dengan pemimpin redaksi dan wartawan senior di Hotel Gumaya, Semarang, Jateng, Minggu (30/3) pagi.

Demikian juga dengan para pemimpin negara lain. Mereka akan sangat hati-hati memenuhi tuntutan negara Indonesia, saat ada WNI yang tersangkut hukum, terutama untuk kasus hukuman berat seperti pembunuhan dan narkoba. Apalagi pembunuhan terhadap balita. "Bayangkan kalau ada orang Arab membunuh anak Indonesia umur 4 tahun, terus saya bebaskan dari hukuman mati dengan memberikan grasi. Saya kira saya tidak bisa bertahan sebagai Presiden," kata SBY, seperti kutip situ presiden.go.id.

Kasus pembunuhan terhadap anak berusia 4 tahun inilah yang dihadapi TKI Karni binti Medi saat ini. Karni adalah TKW asal Desa Karangjunti, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang terancam hukuman mati di Arab Saudi setelah didakwa membunuh anak majikan.  Begitu juga dengan TKI lain yang tengah menghadapi persoalan hukum di negara tempatan, mereka divonis melakukan tindakan kriminal.

"Jadi keliru ini, (kalau disebutkan) orang baik-baik dizalimi, SBY diam saja, pemerintah diam saja. Mereka melakukan tindak kriminal, dibuktikan dalam pengadilan dan mereka sudah mengaku," Presiden menjelaskan.

Namun demikian, tetap Presiden secara moral wajib mengusahakan pembebasan dari hukuman mati. "Diminta atau tidak diminta keluarga, ditekan atau tidak oleh sebagian publik kita, saya harus melakukannya karena itu tanggung jawab moral saya," ujar SBY.

Kasus-kasus serupa menurut Presiden juga banyak terjadi dan dialami WNI di Tiongkok. Sejauh ini menurutnya cukup banyak WNI yang dapat dibebaskan. Namun pesan dari pemerintah Tiongkok agar Indonesia diam. Tidak gaduh dan meyebabkan kemarahan terhadap masyarakat Tiongkok.

"Oleh karena itu saya tidak bisa ngomong ini di luar, nanti kok SBY tidak membela warganya. Habis-habisan saya laksanakan, tapi saya hemat bicara supaya tidak melukai masyarakat, rakyat, dan pemerintah negara yang ingin melakukan pembebasan dari hukuman mati maupun pengampunan lainnya," tutur Presiden SBY.

Sebelumnya banyak pihak mengkritik sikap presiden yang terkesan tidak all out membela nasib sejumlah tenaga kerja Indonesia yang terancam hukuman mati negara lain. Bahkan DPR hingga saat ini terus mendesak pemerintah membebaskan Satinah dan sejumlah TKI yang terancam hukuman mati dengan berbagai cara. Menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfiz mengatakan tidak ada jalan lain pemerintah harus bekerja ekstra agar Satinah bebas.

"Pemerintah tidak boleh menyerah. Sangat menyedihkan sekali melihat pemerintah gagal menyelamatkan Satinah," tegas Irgan kepada Gresnews.com, Minggu (31/3).

Pembebasan terhadap Satinah dari hukuman Pancung harus dilakukan. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah khusus dalam mewujudkan komitmen pemenuhan diyat (uang pengganti darah), termasuk mengupayakan pengunduran waktu hukuman pancung bagi Satinah, seandainya tidak berhasil memenuhi pembayaran diyat pada saat yang ditentukan.

Meski memiliki sisa waktu sedikit, pemerintah harus tetap berjuang maksimal dalam penyelamatan Satinah dari pemancungan. Sedangkan upaya menemukan kesepakatan baru dengan keluarga korban terkait pembayaran diyat pun tidak boleh dihentikan, jika tak ingin peristiwa TKI Ruyati kedua yang mengalami pemancungan pada Juni 2011 kembali terjadi.

Bahkan Irgan meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun langsung melakukan negosiasi kepada pihak Arab Saudi. Jika dilakukan itu akan menunjukkan komitmen SBY kepada TKI.

BACA JUGA: