JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertras) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) memaparkan sejumlah rencana penyelesaian masalah pekerja migran di hadapan Komisi IX DPR RI. Mereka akan memfokus penyelesaian masalah buruh migran itu pada sistematika keberangkatan TKI, penegakan payung hukum, dan penjajakan investasi modal keberangkatan TKI.

Selama ini diketahui proses penempatan TKI di Indonesia sangatlah banyak, sehingga memakan waktu yang lama. Padahal, penempatan TKI ini bisa  disederhanakan sehingga prosesnya menjadi cepat, murah, dan aman.

"Seleksi-seleksi TKI ini akan kami buat satu atap," ujar Menakertrans Hanif Dhakiri dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Ruang Rapat Komisi IX, Senayan, kemarin.

Rencananya, pemeriksaan kesehatan dan aplikasi kompetensi tidak akan dimasukan dalam proses penempatan. Ia menilai, lamanya para TKI berada di penampungan dikarenakan proses pelatihan yang begitu memakan waktu. Sehingga ia akan mengeluarkan proses pelatihan dari skema penempatan menjadi proses yang lebih mandiri.

Penempatan tenaga kerja di sektor informal pun akan dikerahkan ke sektor formal. Nantinya akan ada sertifikasi guna membuktikan keprofesionalan tenaga kerja Indonesia. "Ke depan kami harapkan puluhan ribu tenaga kerja profesional seperti insinyur bisa tercipta," harapnya.

Pelayanan dari para tenaga kerja ini bisa disejajarkan dengan negara lain. Ia yakin, tenaga kerja Indonesia memiliki kompetensi yang sama dengan tenaga kerja negara lain. Bahkan, lebih baik karena Indonesia dikenal dengan individu yang ramah dan bagus pelayanannya.

Penempatan tenaga kerja ke luar negeri pun harus sepadan dengan jaminan terkait hak pekerja di luar negeri. Harus ada skema yang jelas terkait pelanggaran user menyangkut waktu istirahat, cuti dan lain-lain. Optimalisasi peran pemerintah daerah untuk perlindungan dan pengawasan TKI pun dinggap penting.

"Tergetnya tahun 2017 angka tenaga kerja informal sudah bisa ditekan," katanya.

Dengan adanya regulasi yang ketat, user tidak akan bisa merekrut buruh migran Indonesia dengan sebutan "pembantu". TKI akan dipekerjakan sesuai kontrak yang ada. Misalkan sebagai baby sitter, jelas ruang lingkup kerjanya hanya mengurus bayi, bukan memasak, atau membereskan rumah.

"Kita harus buat regulasi sebaik mungkin terhadap TKI. Tata kelola perlindungan seluruhnya akan dilakukan berdasar sistem informasi terintegrasi," katanya.

Persoalan ke-TKI an relatif bisa ditekan dengan sistem yang terintegrasi, misal saja mulai dari pungutan liar dikarenakan transaksi tunai. Sistem ini akan digunakan untuk memastikan semua aktor dapat akuntabel.

Biaya penempatan TKI yang dinilai luar biasa mahal pun akan diminimalisir sekecil mungkin. Akan ada alokasi dana tertentu oleh pihak-pihak yang diajak bekerja sama  untuk menekan biaya individu dari para TKI. Untuk mendapatkan penempatan, para TKI biasanya harus merogoh kocek hingga Rp.52 juta, jumlah itu setara dengan gaji selama 11 bulan lebih.

"Kami sedang usahakan negosiasi bersama pengusaha agar ketemu angka 20 juta," kata Kepala BNP2TKI Nusron Wahid di saat yang sama.

Para TKI selama ini secara tidak sadar dipaksa berhutang, hutangnya pun dihitung berbunga oleh pengusaha. Sayangnya sampai hari ini belum ada satupun bank umum yang mau masuk terlibat dari pembiayaan TKI. "Dalam waktu 6 bulan ini kami harus rapat bersama perbankan untuk masuk ke sini," katanya.

Menanggapi paparan ini, Ketua Komisi IX Dede Yusuf menyatakan dukungannya. "Program ini jika dilaksanakan dengan benar maka tidak akan ada lagi permasalahan TKI," katanya.

BACA JUGA: