JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kemelut politik yang menyeret Walikota Surabaya Tri Rismaharini menjadi pertaruhan serius bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). PDIP yang menjadi tempat bernaung Risma akan mendulang kerugian besar, boleh jadi jebloknya suara dalam pemilihan umum tahun ini, bila salah langkah dalam menyelesaikan kasus ini.

Direktur Eksekutif Charta Politica Yunarto Wijaya mengatakan kasus ingin mundurnya Walikota Surabaya itu bukan hanya konsumsi isu politik lokal, namun sudah menjadi perhatian publik secara nasional. "Ada kepentingan publik yang dibawa oleh Ibu Risma. PDIP sedang berhadapan dengan kepentingan publik. PDIP sedang berhadapan dengan masyarakat banyak dalam isu ini," kata Yunarto kepada Gresnews.com, Sabtu (22/2), di Jakarta.

Yunarto menambahkan bila hal ini tidak ditangani serius oleh PDIP akan menjadi bumerang bagi partai berlambang banteng moncong putih itu. Dampak serius bagi PDIP bukan hanya pada perolehan suara di Surabaya dan Jawa Timur melainkan juga suara secara nasional. "Efeknya menurut saya akan kepada persepsi negatif terhadap persepsi publik yang selama ini dibangun oleh PDIP. Jadi ini memang pertaruhan terhadap PDIP, apalagi momentumnya jelang pemilu," imbuhnya.

Ia menambahkan, bila ingin menyelamatkan suara dan misinya sebagai partainya wong cilik maka PDIP harus tegas. Menurut Yunarto, PDIP adalah partai yang solid dan bukan dibangun atas dasar kekuatan tiap kelompok di dalamnya. Sehingga PDIP harus tegas untuk memilih mengedepankan kadernya yang benar-benar mewakili kepentingan publik.

"Jadi menurut saya yang harus difokuskan oleh PDIP adalah melihat mana orang yang membawa kepentingan publik. Mana argumentasinya yang lebih membawa kepentingan publik. Karena atas dasar itulah pemberitaan nasional akan terus bergulir," pungkasnya.

Sebelumnya, Risma mengatakan bersiap untuk mundur dari jabatannya sebagai orang nomor satu di Kota Pahlawan itu. Meski tidak mengatakan secara tegas permasalahan yang mendesaknya untuk meletakkan jabatannya, namun Risma katakan bila dirinya tidak sevisi dengan wakilnya, Wisnu Sakti Buana, yang merupakan mantan Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya itu.

Wisnu sebelumnya ketika menjadi wakil Ketua DPRD Surabaya mendukung pemakzulan Risma sebagai Walikota Surabaya tahun lalu. PDIP tampaknya mempunyai hitungan politik saat mencalonkan Risma dan Wisnu sebagai pemimpin Kota Surabaya.

Risma sendiri mengaku sudah tidak tahan menghadapi berbagai manuver politik yang menghantam dirinya. "Saya ini hanya ingin bekerja untuk rakyat," katanya. Dia bercerita baru saja sebulan menjabat sebagai walikota, upaya melengserkan dirinya sudah berjalan. "Sejak satu bulan saya jadi Walikota saya mau diturunkan. Saya nangisin anak-anak (warga Surabaya-red). Semua ini titipan, nyawa saja saya sudah ikhlaskan," kata Risma.

Risma pun mengaku sempat ditelepon oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar tidak mundur. Namun keinginan Risma saat ini hanyalah ingin bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Terkait hal itu Yunarto mengatakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka otoritas untuk memilih wakil dari kepala daerah adalah kewenangan dari kepala daerah itu.

"Itulah kenapa mereka harus berpasangan dari awal. Jadi menurut saya ini adalah proses pembelajaran demokrasi. Ketika ada partai tidak berkonsultasi dengan kepala daerah terpilih lalu melakukan pemaksaan terhadap suatu nama, walaupun suaranya mayoritas, tapi itu adalah proses pembajakan demokrasi," kata Yunarto.

Sementara itu politisi PDIP Budiman Sudjatmiko mengatakan partainya saat ini sedang mencari mekanisme terbaik untuk mengatasi masalah Walikota Surabaya itu.

"Kalau mengacu pada kata-kata Wasekjen PDIP Hasto Kristiyanto bahwa kami menginginkan Ibu Risma terus. Cuma dicarikan soal mekanisme pemilihan wakilnya," kata Budiman kepada Gresnews.com, Sabtu (22/2).

Namun saat dikonfirmasi apakah akan mengganti wakil walikota Surabaya itu, Budiman katakan sedang dibicarakan oleh partainya. Terkait dengan usulan Risma untuk bertemu dengan Megawati Soekarnoputri, Budiman  katakan bila dirinya belum mengetahui hal itu. PDIP sendiri, imbuh Budiman, menginginkan agar Walikota Surabaya itu tidak mundur.

Menurutnya, sebagai kader partai, Risma harus mengikuti mekanisme pengunduran diri. Dikatakan, dalam AD/ART partainya seorang kader dipersilakan mundur dan atau dipecat bila terkena kasus pidana dan bahkan korupsi. Namun bila keinginan mundur itu tetap dilakukan maka bisa terancam pidana.

Sementara itu, budayawan Ridwan Saidi mengatakan bila Risma itu mundur tidak akan menjadi masalah bagi PDIP. "Ini kan yang membesar-besarkan hanya media. Memangnya Risma itu siapa. Biasa saja," kata Ridwan kepada Gresnews.com pada Sabtu (22/2).

Menurut Ridwan, PDIP tidak akan terpengaruh bila Risma akhirnya mundur dari jabatannya sebagai Walikota Surabaya.

Dukungan kepada Risma tampaknya berkembang pada gerakan dunia maya dalam media sosial. Seorang pria asal Surabaya bernama Fajar menggalang petisi untuk mendukung agar Risma tidak mundur dari jabatannya.

Dalam petisinya Fajar menyatakan opininya sejak ia yang seorang perantau datang ke Surabaya pada September 2010. Menurutnya, sejak dipimpin Risma, ia merasa Surabaya menjadi kota yang sangat nyaman dan membuat dirinya berniat untuk menjadi warga Surabaya itu.

"Kebersihan dan kenyamanan kota Surabaya tidak lepas dari peran Ibu Risma sebagai walikota Surabaya yang telah mengubah wajah kota ini menjadi begitu asri, dimana taman-taman dibangun dengan baik untuk mencukupi jumlah minimal Ruang Terbuka Hijau dalam satu wilayah kota. Kebersihan Surabaya juga terlihat dari hampir tidak adanya sampah-sampah yang berserakan di jalanan, sehingga Surabaya dinobatkan sebagai salah satu Kota terbersih di Indonesia," kata Fajar.

Fajar menilai masyarakat Surabaya pun berharap besar kepada Risma untuk membangun kota Surabaya menjadi lebih baik, baik dalam pembangunan fisik kota maupun pembangunan perekonomian masyarakat.

BACA JUGA: