JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua DPR-RI yang juga merupakan politisi Partai Golkar Priyo Budi Santoso dinilai telah mencampuri urusan internal PDIP terlalu jauh dalam masalah yang menyangkut hubungan antara Walikota Surabaya Tri Rismaharini dengan wakilnya Wisnu Sakti Buana. Setelah mengundang Risma, Kamis kemarin, hari ini, Jumat (21/2) Priyo juga mengundang Panitia Pemilihan (Panlih) Wakil Wali Kota Surabaya ke DPR untuk membicarakan proses pemilihan Wisnu Sakti Buana yang dinilai cacat secara prosedural dan struktural.

Pertemuan ini berlangsung di ruang kerja Priyo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, mulai pukul 11.15 WIB. Pertemuan itu dihadiri Ketua Panlih, Wakil Ketua, Sekretaris, dan seorang anggota. Dari DPR, Priyo didampingi oleh Wakil Ketua Komisi II dari PDIP Arief Wibowo dan anggota Komisi II dari Fraksi PAN Yandri Susanto. "Saya ingin beritahu empat hari lalu saya sudah terima tembusan surat yang bapak-bapak teken ke Kemendagri, tembusan ke saya. Ternyata proses ini mendapat perhatian sangat kuat," kata Priyo saat membuka pertemuan.

Dari pertemuan itu Priyo menyimpulkan, pemilihan wakil walikota Surabaya cacat hukum. "Intinya menurut Panlih cacat hukum. Kalau memang benar Mendagri jangan ragu-ragu untuk mengoreksi. Menurut temuan Panlih yang sahih diteken oleh ketua, sekretaris, dan wakil ketua, pemilihan Wakil Wali Kota Surabaya cacat prosedur dan cacat substansi," ungkap Priyo.

Memang dalam pertemuan itu, Ketua Panlih Edi Budi Prabowo menjelaskan kronologis proses yang ia nilai cacat secara prosedur dan susbtansial. Dari awal, kata Edi, proses pemilihan wawali sudah betul. Namun belakangan berjalan tidak dengan semestinya. "Tanggal 30 Oktober (2013), kami setengah dipaksa oleh sekretariat dewan untuk verifikasi syarat administrasi. Harus segera dilaporkan kepada pimpinan. Kami laporkan apa yang dijalani dan diminta hari itu utk lapor Badan Musyawarah. Dan kami katakan, siap pemilihan 15 November (2013)," kata Edi di Ruang Pimpinan DPR, Senayan, Jakarta.

Edi tak mengikuti rapat Bamus karena bukan anggota. Namun ia kaget karena tiba-tiba tanggal pemilihan dimajukan ke tanggal 6 November 2013, tidak sesuai dengan rekomendasi Panlih.

Pada tanggal 4 November 2013, Edi kemudian mendapat undangan untuk menghadiri undangan rapat paripurna tanggal 6 November 2013 untuk pemilihan Wakil Wali Kota namun sebagai anggota DPRD, bukan sebagai Panlih. Namun karena tak kunjung memenuhi kuorum 3/4 anggota, rapat paripurna diundur hingga 8 November 2013. "Kuorum tidak tercapai sampai dua hari, tanggal 8. Kemudian kirim surat ke gubernur, dan gubernur bilang kuorum itu 50 persen + 1," ujar Edi.

Sekretaris Panlih Sutirjo menambahkan bahwa pada tanggal 8 November 2013 akhirnya pemilihan dilakukan dan panlih hanya diminta membacakan tata tertib. Dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Surabaya Wisnu Sakti Buana, yang kemudian menjadi Wakil Wali Kota.  

"Calonnya dua, Wisnu dan Suri yang dapat rekomendasi dari Panlih. Wisnu memimpin rapat. Salah satu anggota DPRD, Saifudin, interupsi meminta aklamasi. Dari pimpinan dijawab aklamasi kepada siapa? Ya ke Wisnu. Setuju? Setuju! Berita acara hanya 3 anggota panlih yang tanda tangan dari PDIP, Demokrat, PDS . Kami (4 anggota Panlih yang hadir di DPR) tidak ada karena kami usulkan tanggal 15 November," jelas Sutirjo.

Menurutnya, berita acara pemilihan kemudian dikirim ke Kemendagri. Di saat yang bersamaan, Panlih juga mengirim surat yang menjelaskan tentang prosedur yang tak sesuai. Sejak saat itu, sudah ada 3 surat yang dikirim Panlih kepada Kemendagri. Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana lalu dilantik pada tanggal 24 Januari 2014.

Panlih akhirnya bertemu dengan Kemendagri dan dalam pertemuan tersebut mereka dikagetkan dengan dugaan adanya manipulasi surat. "Jadi, itu ada surat dari Kemendagri dan di Gubernur kemudian ada staf tanda tangan di bawah tangan. Tiba-tiba surat itu dikembalikan ke Kemendagri. Saya enggak tahu, apa klarifikasi itu benar atau enggak," jelas Edy.

Sekretaris Panlih Sutirjo menambahkan terkait dugaan manipulasi surat. "Saya sesalkan gubernur, karena dapat surat dari kemendagri, tapi enggak diteruskan ke DPRD terkait kekurangan. Malah panggil Wisnu dengan sekretariat. Seharusnya gubernur surati sceara resmi, sesuai Kemendagri. Kmudian setelah dipanggil Gubernur, Wisnu masuk ke ruangan, direvisi dengan sendirinya. Kemudian tanpa surat kluar, berkas meluncur ke Gubernur dan ke Mendgari. Dari situ kelihatan manipulasinya," beber Sutirjo.


Setelah bertemu dengan Kemendagri tersebut, Panlih meminta agar Kemendagri menjelaskan kesalahan prosedur yang terjadi kepada masyarakat. Namun permintaan tersebut belum dipenuhi. "Dari Panlih saya katakan, kalau ini kesalahan prosedur, kami minta diekspose ke masyarakat, karena ada yang tidak baik. Bahkan kementerian dan gubernur harus klarifikasi. Kalau panlih akan kembalikan ke fraksi, karena kami anggota," ujarnya.

Di luar masalah cacat prosedur itu, langkah Priyo yang mengundang Risma dan Panlih Wawali Surabaya, dinilai sebagai langkah yang terlalu jauh mencampuri urusan internal PDIP. Apalagi Priyo sampai merekomendasikan ke Kemendagri agar mengoreksi pengangkatan Wisnu. Soal ini kata Priyo, dia hanya ingin melakukan mediasi agar permasalahan di Surabaya selesai.

Dia bilang, sebagai pimpinan DPR ikut campur urusan ini karena Risma sendiri yang menemuinya untuk meminta solusi Pimpinan DPR RI atas penyelesaian konflik yang mendera pemerintahannya. Untuk itu, pihaknya segera mengundang Panlih DPRD Kota Surabaya, Kemendagri, dan Komisi II DPR untuk menyelesaikan kisruh di pemerintahan Kota Surabaya. "Saya membantu sebagai Pimpinan DPR RI untuk ikut mencari jalan keluar. Besok Panlih kita undang dan Komisi II juga Mendagri diminta untuk merespon supaya tidak berlarut-larut," jelas Priyo.
 
Namun langkah itu juga mengundang pertanyaan dari kalangan iternal PDIP. "Jujur kami dari PDIP tidak tahu sama sekali kalau Bu Risma diundang sama Mas Priyo. Padahal saya di sini kan Komisi II, kenapa saya juga tidak diundang bersama Bu Risma? Jadi saya pertanyakan undangan ini murni mediasi atau ada niat politik di belakangnya," ujar kata politisi PDIP Arif Wibowo.

Arif mengaku kaget setelah membaca berita mengenai Risma di DPR. Menurut dia seharusnya masalah ini sudah dimediasi di internal PDIP. "Kalau masalahnya internal partai kan sudah diselesaikan itu di DPP. Tapi kalau menurut Bu Risma ada masalah hukum ya polisikan saja kami," tutur Arif.

Sementara itu hari ini giliran panitia pemilihan (panlih) yang diundang oleh Priyo. Arif pun juga diundang selaku Wakil Ketua Komisi II DPR RI. "Nah sekarang kami baru diundang. Kalau niatnya mediasi kan seharusnya dipertemukan gitu, lho. Kalau sekarang baru diundang bisa liar isunya ke mana-mana. Sementara kami tidak tahu duduk masalahnya apa, cuma pribadi Priyo Budi Santoso itu yang tahu," papar Arif.

Bagi PDIP sendiri pengangkatan Wisnu sebagai wakil walikota sudah sah sesuai prosedur. "Memang dikesankan Ibu Risma tidak mendukung, pada saat pelantikan, Ibu Risma sakit dan tidak hadir. Kemudian, saya mendatangi kediaman Bu Risma, dan masalah itu clear, enggak ada masalah," kata Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo, Rabu kemarin.

Tjahjo bilang soal polemik ini, partainya selalu mengevaluasi di tiap tahapnya dan pemerintahan Walikota Surabaya di bawah kepemimpinan Risma belum berlangsung lama. Lagipula kata Tjahjo, PDIP juga mengingatkan kepada Wisnu, agar selalu taat terhadap kebijakan Risma. Risma juga diharapkan tidak menolak kehadiran Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya ini sebagai koleganya.

Tjahjo menjelaskan, bahwa kadernya yang juga Walikota Surabaya, Tri Rismaharini menolak Wisnu Sakti Buana sebagai wakilnya hanyalah isu saja. Sebab, lanjutnya ketika menemuhi walikota terbaik di dunia itu, tidak ada persoalan. "Waktu saya menemuinya enggak ada, tidak ada sedikitpun ucapan dia akan mundur. Beliau keberatan juga tidak," ujar Tjahjo. (dtc)

BACA JUGA: