JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pelaksanaan Pilkada serentak gelombang I yang telah berlangsung pada 9 Desember lalu dinilai masih harus diperbaiki dari sisi regulasinya. Pasalnya banyak kasus yang timbul ternyata belum dinaungi dalam UU Pilkada sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik yang lebih luas.

Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria menyatakan Revisi UU Pilkada sangat mendesak. Sebab, pembuatan UU Pilkada tempo lalu terbilang sangat sempit waktunya ditambah pelaksanaan pilkada menggunakan model baru yaitu dilakukan secara serentak. "Ini tradisi baru, untuk itu kami meyakini pasca pilkada tahap 1 kita akan menyempurnakan UU," kata Riza di Jakarta, Senin (28/12).

Hampir Semua fraksi setuju revisi UU Pilkada termasuk pemerintah, sehingga pada Januari ini salah satu agendanya yakni menyelesaikan revisi UU Pilkada di kuartal pertama. Poin yang akan direvisi menyangkut pengaturan calon tunggal, konflik internal partai, dan batas waktu penyelesaian di MK.

"Juga soal batasan yang dapat diterima untuk mengajukan gugatan di MK, apakah maksimal dua persen dianggap ideal. Menurut saya perlu di pertimbangkan untuk dinaikkan persentasenya," katanya

Riza menilai dalam kondisi tertentu tak sulit bagi sebagian orang tertentu untuk melakukan kecurangan hingga selisih suara melebihi dua persen. Karena itu jika maksimal selisih suara 2 persen untuk bisa menggugat ke MK dipertahankan, sama artinya dengan memudahkan dan melegalkan kecurangan itu sendiri

Dengan alasan itulah, Komisi II merasa revisi UU ini merupakan suatu keharusan. "Setelah reses, tepatnya minggu kedua Januari akan kami ajukan," kata Riza.

Isu lain yang membuat DPR dan pemerintah sepakat merevisi UU Pilkada adalah soal rendahnya partisipasi publik pada pilkada serentak 9 Desember kemarin. DPR menilai perlu ada peningkatan sosialisasi yang harus didukung penyempurnaan regulasi.

Riza menilai, kasus seperti perselisihan internal partai misalnya turut membuat partisipasi partai sehingga partisipasi publik juga ikut terkena imbasnya. Kedepan, kata dia, perlu ada strategi dan cara baru untuk meningkatkan partisipasi salah satunya perlu adanya waktu yang cukup bagi penyelenggaran dan partai untuk mengerti aturan yang ada.

"Perlu dukungan media, perlu ditingkatkan, mungkin paslon (pasangan calon) pelu diwajibkan di setiap partai agar tak ada calon tunggal. Ini kan jadi tugas dan tanggung jawab parpol," katanya.

PENYELESAIAN SENGKETA - Sementara DPR dan pemerintah merencanakan revisi UU Pilkada, satu per satu proses sengketa pencalonan kepala daerah di lima daerah yakni Kab. Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun, Kota Manado, Provinsi Kalimantan Tengah, dan Kabupaten Fak-Fak yang mengalami penundaan pilkada diselesaikan.

Dua dari lima daerah tersebut, yakni Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Fak-Fak, prosesnya sudah berlanjut hingga ke tingkat kasasi ke MA. Dalam putusannya MA memenangkan KPUD masing-masing daerah yang menganulir pasangan calon Donatus-Abdul Rahmat di Kabupaten Fakfak dan Ujang-Jawawi di Pilkada Kalimantan Tengah.

"Artinya, keputusan KPU yang membatalkan pencalonan salah satu pasangan calon kepala daerah daerah dinilai telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada," ujar Titi Anggraini, Sekjen Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dalam pesannya kepada gresnews.com, Senin (28/12).

Daerah ini diketahui terdapat pembatalan pencalonan kepala daerah oleh satu pasangan calon karena memalsukan dukungan partai politik untuk pemenuhan syarat dukungan pencalonan. Dengan adanya Putusan MA, maka tampak kepastian akan proses pencalonan kepala daerah di lima Provinsi dan Kabupaten yang ditunda pelaksanaan kepala daerahnya.

Bagi KPU, kasus ini semakin menguatkan langkah hukum yang telah diambil dengan membatalkan pencalonan kepala daerah yang dinilai tidak memenuhi syarat. Sedang, bagi pasangan calon, tentu menjawab dan memberikan kepastian terhadap upaya hukum yang telah dilakukan terkait dengan pemenuhan hak dalam pencalonan kepala daerah.

"Lebih dari itu, adanya Putusan Kasasi MA yang memenangkan KPU telah memberikan preseden, KPU bisa melakukan upaya hukum atas sengketa pemilihan yang awalnya telah diputus oleh pengawas pemilu," kata Titi.

Artinya, jika KPU menganggap ada Keputusan Pengawas Pemilu yang tidak pas terhadap sengketa pemilihan atau sengketa pencalonan, maka KPU bisa melakukan upaya hukum. Hal ini tentu memberikan jawaban terhadap tafsir dalam pernyataan MA beberapa waktu yang lalu yang mengatakan KPU tidak boleh melakukan upaya hukum terhadap Keputusan Pengawas Pemilu dalam proses sengketa pencalonan.

Ia pun memandang KPU perlu melakukan upaya hukum, termasuk di tiga daerah lain seperti Manado (Putusan PTTUN sudah keluar), Kabupaten Simalungun, dan Kabupaten Pematang Siantar. "Tujuannya jelas, agar seluruh proses sengketa pencalonan selesai dengan mekanisme sengketa hukum yang jujur dan adil," katanya.

MENANG KALAH BUKAN ESENSI - Sementara itu, terkait banyaknya gugatan pilkada ke MK, pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pihak tergugat, menyatakan siap menghadapi proses sidang di MK. Menurut Ketua KPU, Husni Kamil Manik, gugatan terhadap hasil hitung KPU di Pilkada sah-sah saja.

Dia pun akan menyediakan materi pembelaan terkait gugatan tersebut. Lantas bagaiman peluang KPU dalam gugatan di MK? "Prinsip pertama kita adalah kita memberikan harapan kepada majelis, kalah atau menang bukan esensi. Yang terpenting kita dapat mempertanggungjawabkan hasil hitung kita di MK," ucap Husni di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (22/12).

Husni mengatakan, pihaknya sudah mulai melakukan persiapan untuk menghadapi sidang pilkada di MK yang rencananya akan digelar 7 Januari nanti. "Akan sangat menyenangkan kalau nanti kami mampu menjelaskan semuanya di majelis hakim," ucapnya.

Selain itu, Husni juga memuji kinerja MK terkait proses pendaftaran Pilkada. Menurut Husni proses pendaftaran Pilkada tahun ini lebih baik. "Tahun ini sangat baik sekali, kami melihat lebih baik dan lebih sinergi," ujarnya.

Terkait masalah keamanan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meminta aparat polisi dan TNI tetap memantau tahapan proses Pilkada serentak hingga penetapan pemenang. "Yang pertama kami sudah menyampaikan apresiasi kepada kepolisian, TNI dan BIN yg sudah optimal mengamankan pelaksanaan Pilkdada serentak. Tetapi situasi yang harus terus dipantau adalah pada saat penetepan calon pemenang," jelas Tjahjo kepada wartawan, Rabu (23/12).

Mendagri yakin aparat keamanan sudah melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan kerawanan dalam Pilkada setentak ini.
"Saya yakin Polri, BIN dan TNI sudah melakukan deteksi dini untuk mengantisipasi masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah politik," imbuhnya.

Ia meminta agar aparat di daerah terus bersinergi dengan Polri, TNI dan BIN. Ia juga meminta Pemda untuk mengerahkan Satpol PP. "Untuk mengamankan semua instansi Pemda karena nggak mungkin kita minta sepenuhnya ke TNI-Polri karena kan sudah ada pembagian tugas di mereka," tutupnya. (dtc)

BACA JUGA: