JAKARTA - Desakan untuk menunda pemilihan kepala daerah (Pilkada 2020) terus mengemuka. Keselamatan manusia lebih utama dan penting daripada pelaksanaan pilkada. Apalagi pandemi COVID-19 masih berlangsung bahkan juga menginfeksi pimpinan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Kami mendesak pemerintah untuk memutuskan penundaan pelaksanaan pemilihan umum yang semula hendak diselenggarakan pada Desember mendatang. Penanganan COVID-19 masih sarat masalah dan belum ada perbaikan yang berarti. Karena itu pemilu mendatang harus ditunda," kata sosiolog dari Lembaga Kajian Demokrasi Public Virtue Tamrin Amal Tomagola dalam keterangan pers yang diterima Gresnews.com, Selasa (22/9/2020).

Ia memahami adanya dilema dalam memutuskan apakah pelaksanaan pemilu sebaiknya tetap berlangsung pada Desember 2020 atau sebaliknya ditunda karena alasan COVID-19. Ia juga mengapresiasi upaya KPU menyiapkan langkah-langkah kesehatan dan keselamatan khusus untuk mengawal pemilu agar berjalan baik.

"Namun masalahnya tidak sesederhana itu. Selain penanganan COVID-19 yang masih sarat masalah, alasan kesehatan masyarakat. Kami menilai ada masalah lainnya apabila pemilu tetap dilaksanakan. Yaitu alasan perlunya dana ekstra untuk pelaksanaan pemilu di masa COVID-19, sampai pada masalah sistem keuangan politik yang saat ini sangat diperlukan untuk penanganan wabah," jelas Tamrin.

Tamrin juga menambahkan, ia khawatir dengan adanya pihak-pihak tertentu yang mengambil keuntungan politik dari penundaan pemilu. Misalnya, pihak petahana akan cenderung senang dengan penundaan. Apalagi jika ia adalah calon tunggal. Tapi sekali lagi, masalahnya tidak sesederhana itu.

Sebelumnya pada 21 September 2020, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sepakat untuk tetap melangsungkan pilkada pada 9 Desember 2020. Keputusan itu diambil dalam sebuah Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Beberapa waktu sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sempat menunda pemilu selama tiga bulan akibat meluasnya wabah COVID-19. Namun kemudian KPU telah menetapkan tahapan penyelenggaraan pilkada serentak 2020 pada era pandemi.

Keputusan itu diberlakukan seiring dengan dikeluarkannya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2020 mengenai perubahan ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada Tahun 2020.

Aturan itu sengaja secara khusus dibentuk KPU untuk merinci tahapan Pilkada serentak tahun 2020 yang sempat tertunda sekitar 3 bulan imbas dari mewabahnya Virus Corona.

Menurutnya banyak sekali negara di dunia yang telah menunda pemilu karena khawatir akan meluasnya wabah COVID-19. Setidaknya tercatat sebanyak 70 negara di Afrika, Amerika, Eropa, Timur Tengah dan Asia-Pasifik yang telah memutuskan menunda pemilu nasional dan subnasional. Langkah-langkah kesehatan khusus dibuat untuk banyak pemilu tersebut.

Namun banyak pula negara di kawasan tersebut yang tetap melakukan pemilu nasional dan subnasional, yaitu sekitar 56 negara. Misalnya, pemilu skala lokal di negara bagian Queensland, Australia, Wisconsin, Amerika sampai Iran di Timur Tengah.

"Ada pula yang semula ditunda, namun kemudian dilanjutkan, yakni sebanyak 21 negara dan wilayah yang telah menyelenggarakan pemilu yang semula ditunda karena alasan COVID-19," tandasnya.

Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta KPU, Pemerintah dan DPR menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 hingga tahap darurat kesehatan terlewati.

"Pilkada sungguh pun dengan protokol kesehatan diperketat, sulit terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak dalam seluruh tahapannya," ujar Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, Minggu (20/9/2020).

Disusul kemudian (21/9), Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan DPR meninjau kembali pelaksanaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 sampai keadaan memungkinkan.

"Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaan pemilukada yang berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19," ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.

Namun, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menegaskan, bahwa Pilkada Serentak 2020 tetap digelar sesuai jadwal, yakni 9 Desember 2020. Pilkada serentak 2020 dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan ketat, disertai penegakan hukum dan sanksi tegas agar tidak terjadi klaster baru pilkada.

"Demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih. Presiden Jokowi menegaskan penyelenggaraan pilkada tidak bisa menunggu pandemi berakhir, karena tidak satu negara pun tahu kapan COVID-19 akan berakhir," ucapnya. (G-2)

BACA JUGA: