JAKARTA - Calon gubernur Sumatera Barat Mulyadi mempersoalkan penetapan dirinya sebagai tersangka dugaan pelanggaran pilkada dalam sidang sengketa hasil pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi. Ia meminta pelaksanaan pilkada di Sumatera Barat untuk diulang.

"Kami melakukan gugatan karena telah dizolimi, diperlakukan semena-mena tanpa mempertimbangkan pengorbanan kami. Bahkan kami dengan sukarela melepaskan jabatan, anggota DPRD yang masih berlangsung sampai 2024," kata Mulyadi dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta yang digelar daring diikuti Gresnews.com, Selasa (26/1/2021).

Melalui tim kuasa hukum paslon Gubernur Sumatera Barat Mulyadi dan Ali Mukhni, Sudi Prayitno dan Tim menilai penetapan tersangka Mulyadi oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu yang terdiri atas Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan itu merupakan proses penegakan hukum yang tidak adil serta dipaksakan.

Proses penetapan tersangka terkesan terburu-buru dan dipaksakan, yakni lima hari sebelum pemungutan suara.

Kemudian pemberitaan di media masa dan media sosial terkait status tersangka Mulyadi adalah sebagai upaya terstruktur dan masif untuk menjegal kliennya. Sehingga Mulyadi hanya mendapatkan hasil suara diurutan ketiga dalam pilkada diprovinsi Sumatera Barat yang digelar pada 20 Desember 2020 lalu.

Akibat penetapan tersangka itu, ia mendalilkan pemohon kehilangan dukungan dari calon pemilih dilihat dari penurunan elektabilitas secara tajam dibandingkan dengan hasil survei yang dilakukan sebelum penetapan sebagai tersangka.

Menurut Sudi Prayitno meski pada akhirnya di nyatakan tidak cukup bukti dan diterbitkan SP3 oleh penyidik kepolisian. Tapi pihaknya menilai itu merupakan upaya terstruktur, sistematis dengan tujuan menggembosi jumlah pemilih, golput dan mengalihkan pilihannya kepaslon lain karena ada pemberitaan yang secara masif bahwa Mulyadi tersangka.

"Penetapan SP3 dan diumumkan langsung oleh Karopenmas polri Awi. 16 tahun didunia politik dan 3 periode kepala DPRD, penetapan tersebut telah meruntuhkan kepercayaan konstituen," imbuh Mulyadi selaku pemohon.

Sudi Prayitno menambahkan atas dasar itulah pihaknya meminta agar Majelis Panel Mahkamah Konstitusi memutuskan agar memerintahkan KPUD Propinsi Sumbar melakukan pemungutan suara ulang secara keseluruhan.

Meski tidak memenuhi ambang batas pengajuan permohonan sengketa hasil pemilihan kepala daerah, pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi tetap memeriksa dan memutus perkara tersebut.

Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi juga menyetujui pasangan calon Mahyeldi-Audy Joinaldy menjadi pihak terkait dalam perkara itu.

Dalam Pilgub Sumbar 2020, KPU Sumbar menetapkan pasangan calon nomor urut 1 Mulyadi - Ali Mukhni memperoleh 614.477 suara, pasangan calon nomor urut 2 Nasrul Abit - Indra Catri mendapat 679.069, pasangan calon nomor urut 3 Fakhrizal - Genius Umar memperoleh 220.893 dan pasangan calon nomor urut 4 Mahyeldi - Audy Joinaldy memperoleh 726.853 suara.

Selain itu, gugatan Pilkada Sumbar juga diajukan oleh Paslon Nasrul Abit - Indra Catri. Ketua Majelis Panel, Anwar Usman kemudian menetapkan bahwa 15 bukti yang diajukan oleh pemohon telah diverifikasi dan dinyatakan sah.

Kemudian untuk selanjutnya Majelis Panel Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang lanjutan gugatan Pilkada Sumbar tersebut pada hari Senin, 1 Februari 2021.

Adapun para termohon itu adalah KPU, Bawaslu serta keterangan pihak terkait dalam hal ini para paslon lainnya dalam pilkada di Provinsi Sumatera Barat yakni Paslon Mahyeldi - Audy Joinaldy serta Paslon Nasrul Abit - Indra Catri.

Paslon tersebut menggugat KPUD terkait dugaan kecurangan penyelenggaraan pilkada diantaranya ada pencoblosan dengan alat tulis tidak dengan paku, tidak dilakukannya pemungutan suara di salah satu rumah sakit, kotak suara tidak tersegel, sanksi penerimaan dana kampanye, hingga adanya tuduhan penggunaan ijazah palsu oleh penyelenggara pemilu telah merugikan Paslon Nasrul Abit-Indra Catri. (G-2)

 

BACA JUGA: