JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dengan memborong saham PT Garuda Indonesia lewat lembaga penjamin Mandiri Sekuritas belum juga rampung. Padahal, kasus Mandiri Sekuritas telah dinaikkan tingkatnya dari penyelidikan ke penyidikan sejak 13 Februari 2012.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memeriksa sejumlah saksi kasus ini. Mereka merupakan pihak yang diduga terlibat atau mengetahui terjadinya perkara ini. Para saksi yang diperiksa berasal dari berbagai kalangan mulai dari pelaku usaha, notaris, hingga pialang saham yaitu PT Mandiri Sekuritas.

Sebagai pialang, PT Mandiri Sekuritas disinyalir mengetahui betul bagaimana kasus ini terjadi. Beberapa pejabat perusahaan tersebut juga telah beberapa kali dipanggil penyidik KPK untuk dimintai keterangannya dalam kasus Mandiri Sekuritas.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha berkata tidak akan berhenti menggali keterangan dari beberapa pihak yang diduga mengetahui perkara ini termasuk PT Mandiri Sekuritas.

"Bisa saja (pihak Mandiri Sekuritas) dipanggil kembali kalau penyidik masih butuh keterangannya," terang Priharsa kepada Gresnews.com, Minggu (24/5).

Namun saat ditanya kapan akan melakukan pemanggilan, Priharsa mengaku belum mengetahuinya. "Nanti ditanya dulu kepada penyidik," terang Priharsa.

Keterlibatan PT Mandiri Sekuritas diketahui dari keterangan mantan karyawan Nazaruddin, Yulianis. Ia menyebut bekas bosnya itu membeli saham PT Garuda Indonesia melalui Mandiri Sekuritas lewat lima perusahaan.

"Permai Raya Wisata membeli 30 juta lembar saham seharga Rp22,7 miliar, Cakrawala Abadi membeli 50 juta lembar seharga Rp37,5 miliar, Exhartex membeli saham seharga Rp124,1 miliar, PT Pacific membeli 100 juta lembar saham seharga Rp75 miliar dan PT Dharma Kusuma membeli 55 juta lembar saham seharga Rp41 miliar. Itu dari keuntungan fee proyek,” kata Yulianis ketika bersaksi untuk Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu 25 Januari 2012.

Saham yang dibeli Nazar itu jumlahnya cukup besar, dengan rincian terdiri Rp300 miliar untuk 400 juta lembar saham dan fee Rp850 juta untuk Mandiri Sekuritas. Pembayaran dilakukan dalam empat tahap, yakni tunai, melalui real time gross settlement (RTGS), dan transfer sebanyak dua kali.

Harga saham Garuda yang Rp750 per lembar itu kemudian turun menjadi Rp600 pada awal pembukaan perdagangan. Akibatnya, Nazaruddin marah-marah dan meminta agar uangnya dikembalikan. Alasannya karena itu merupakan dana patungan dari kawan-kawannya.

Sebelumnya ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengungkapkan pendapatnya bahwa sebuah korporasi juga harus bertanggung jawab dalam sebuah tindak pidana, baik itu berperan aktif maupun pasif. Sebab, kasus korupsi biasanya berkutat pada suap-menyuap izin perusahaan atau pun menjadi tempat pencucian uang.

Fickar mengatakan, suatu korporasi seperti PT Mandiri Sekuritas bisa disebut melakukan tindak pidana apabila ada pejabat dari perusahaan tersebut yang melakukan perbuatan melanggar hukum. Namun sayang, selama ini di Indonesia jarang sekali suatu korporasi terjerat kasus hukum, padahal korporasi sendiri adalah subjek hukum.

"Dalam Pasal 1 Undang-Undang Tipikor, korporasi itu subjek hukum pidana," kata Fickar kepada Gresnews.com, Kamis (2/4).

Pasal yang dimaksud Fickar adalah Pasal 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bunyinya: "Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum".

Kemudian, ganjaran terhadap korporasi seperti PT Mandiri Sekuritas jika memang terbukti melakukan tindak pidana juga diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. "Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, 4, dan 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap korporasi dan/atau personil pengendali korporasi."

Kemudian pada ayat (2) mengatur tentang pidananya, yaitu "pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak pidana pencucian uang: a. dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporas ; b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi; c. dilakukan seusai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi."

"Korporasi bisa dipidana berupa pembayaran denda ataupun pidana tambahan pencabutan izin beroperasi perusahaan," terang Fickar.

Terlebih lagi jika dalam kasus ini, Mandiri Sekuritas tidak memenuhi prosedur lembaga keuangan yang berlaku, seperti tidak menanyakan sumber dana, serta rekam jejak perusahaan. "Apalagi total pembeliannya besar Rp300 miliar dan Mandiri (Sekuritas) dapat fee Rp850 juta, itu kan besar sekali," ucap Fickar.

BACA JUGA: