JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin tidak hanya melibatkan unsur perorangan tetapi juga korporasi. Salah satu yang kemungkinan besar kena imbas adalah PT Mandiri Sekuritas, perusahaan yang kala itu menjadi pialang pembelian saham PT Garuda Indonesia oleh Nazaruddin kecipratan komisi Rp850 juta.

Ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, dalam TPPU terdapat dua unsur tindak pidana. Pertama, orang yang sengaja menyamarkan asal-usul uangnya untuk dicuci, dan kedua, pihak yang sengaja membantu atau menerima hasil pencucian uang itu sendiri baik itu perorangan maupun korporasi.

"Oleh karena itu di setiap lembaga keuangan atau perbankan ada formulir sumber uang darimana. Sistemnya sudah ketat, agar menutup peluang terjadinya pencucian uang," kata Fickar kepada Gresnews.com, Kamis (2/4).

Selain itu, menurut Fickar, setiap lembaga keuangan baik perbankan ataupun pialang juga harus memperhatikan rekam jejak keuangan suatu perusahaan. Hal itu bertujuan agar uang yang disimpan atau digunakan untuk membeli sesuatu seperti saham bukan berasal dari tindak pidana.

Saat ditanya apakah yang dilakukan pihak Mandiri Sekuritas ini adalah sebuat kelalaian, Ficak mengamininya. "Kalau tidak dicek seperti itu ya lalai namanya. Apalagi sahamnya Rp300,85 miliar. Mandiri sendiri mendapat jasa Rp850 juta, besar sekali itu," ujar Fickar.

Fickar menjelaskan, seharusnya Mandiri Sekuritas tidak menerima begitu saja permintaan untuk membeli saham dengan jumlah yang cukup besar itu. Perusahaan tersebut harusnya menaruh curiga jika ada pihak yang membeli saham dengan nilai total Rp300,85 miliar.

Mantan Direktur Mandiri Sekuritas Harry Maryanto Supoyo sudah beberapa kali diperiksa penyidik KPK. Ketika itu ia beralasan tidak mengetahui uang yang digunakan untuk membeli saham PT Garuda Indonesia sebanyak 400 juta lembar saham senilai Rp300,85 miliar itu berasal dari tindak pidana korupsi.

"Kami menganggap semua pembeli itu adalah nasabah," ucap Harry seusai diperiksa penyidik beberapa waktu lalu.

Kasus pemberian saham ini terungkap dari kesaksian mantan Direktur Keuangan PT Permai Grup atau perusahaan milik Nazaruddin, Yulianis. Saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Yulianis mengatakan atasannya pernah berniat untuk membeli saham di Bank Mandiri sebesar Rp300 miliar. Namun akhirnya niat itu batal, dan Nazaruddin menggunakan uang dalam jumlah fantastis itu untuk membeli saham PT Garuda Indonesia.

Menurut Yulianis, Nazaruddin batal membeli saham Bank Mandiri lantaran istrinya, Neneng Sri Wahyuni belum setuju. "Rencana awalnya bukan saham Garuda tapi beli saham Mandiri. Tapi karena telat, karena Bu Neneng juga masih belum setuju waktu itu. Akhirnya IPO (Initial Public Offering) Mandiri ditutup jadinya yang dibuka lagi IPO Garuda," ujar Yulianis saat bersaksi dalam sidang lanjutan terdakwa Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/8/2014).

Yulianis juga menceritakan, dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia Nazaruddin juga tidak menghiraukan apa yang disampaikan Neneng. Sang istri tidak pernah sepakat dengan ide Nazar namun ia tetap membeli saham PT Garuda. Lalu, Nazaruddin pun berkomunikasi dengan Harry Supoyo selaku Direktur Mandiri Sekuritas untuk melakukan pembelian saham PT Garuda.

BACA JUGA: