JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mau untung malah buntung. Itulah nasib yang dialami mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dalam skandal pembelian saham PT Garuda Indonesia senilai Rp300,85 miliar. Duit yang digunakan Nazaruddin untuk membeli saham Garuda itu memang ditengarai berasal dari duit hasil korupsi proyek pembangunan wisma atlet Hambalang dan kasus lainnya.

Perkara inilah yang tengah diungkap Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan terhadap Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (27/1). Terkait dengan skandal saham Garuda itu, Jaksa KPK menghadirkan saksi-saksi yang berasal dari perusahaan sekuritas yang ikut merancang terjadinya pembelian saham Garuda oleh Nazaruddin.

Diantaranya adalah pihak Mandiri Sekuritas yang diwakili oleh mantan Direktur Utama Harry Maryanto Supoyo, kemudian ada juga mantan Legal Officer R. Muhammad Irwan, dan juga Omar Yusuf yang saat ini masih menjabat sebagai Head of Compliance Mandiri Sekuritas. KPK juga menghadirkan pihak CIMB Sekuritas yaitu Ricky Yanto dan Bahana Sekuritas Hendra Moses.

Tak hanya itu, jaksa juga memanggil Presiden Direktur Recapital Securities yaitu Abi H. Mochdie, serta Titis Sosro Raharjo selaku Compliance Manager. Namun dari seluruh saksi yang ada, Harry Maryanto Supoyo paling dominan dicecar baik oleh jaksa KPK, majelis hakim, maupun Nazaruddin. Pasalnya, pembelian saham PT Garuda Indonesia memang dilakukan melalui Mandiri Sekuritas.

Dalam persidangan pun terungkap bahwa Harry lah yang menyarankan Nazar untuk membeli saham PT Garuda Indonesia senilai Rp300,85 miliar. Harry memang menjadi orang yang langsung bertemu dengan Nazar untuk membahas pembelian saham.

Pada awalnya, Jaksa KPK Kresno Anto Wibowo meminta Harry menceritakan pengetahuannya terkait pembelian saham yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi ini. Harry pun mengaku bahwa dirinya kenal dengan Nazaruddin. Perkenalan dimulai dari niat Nazar untuk membeli saham Bank Mandiri.

"Pertama lewat telepon, beliau (Nazar-red) utarakan niat beli saham Bank Mandiri Rp50 miliar kemudian saya serahkan ke bagian penjualan kami dan dialokasikan Rp50 miliar, itu sekitar akhir tahun 2010 atau awal 2011," kata Harry dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (27/1).

Selanjutnya terjadilah pertemuan yang dilakukan di hotel Ritz Charlton, Pacific Place, Jakarta. Menariknya, pertemuan ini tidak berlangsung di ruang terbuka seperti restoran, cafe atau tempat makan lainnya, tetapi berlangsung sangat pribadi di salah satu kamar.

Dan dalam pertemuan tersebut, Nazar meminta agar dirinya bisa membeli saham sebesar Rp600 hingga Rp800 miliar. Tetapi ketika itu saham Bank Mandiri telah habis terjual. "Apa saksi tawarkan saham lain? Tanya Jaksa KPK Kresno.

Harry pun membenarkan, yang ditawarkan oleh Harry adalah saham PT Garuda Indonesia. Ia berlasan bahwa ketika itu, Mandiri Sekuritas merupakan penjamin saham di PT Garuda Indonesia. Namun, pada awalnya Nazar menolak untuk membeli saham tersebut.

Namun beberapa hari kemudian Nazar berubah pikiran. "Setelah pertemuan itu kantor kami dapat konfirmasi lewat fax akhirnya beliau memesan saham Garuda Rp300 miliar," terang Harry.

Harry mengakui dirinya mengetahui cara Nazar membeli saham. Mantan anggota Badan Anggaran DPR RI ini, memecah pembelian senilai Rp300,85 miliar itu kedalam lima perusahaan yang ada dibawah kendali Nazar, yaitu PT Exartech Technology Utama, PT Permai Raya Wisata, PT Dharmakusuma, PT Cakrawala Abadi, dan PT Pacific Puta Metropolitan.

Belakangan diketahui bahwa pembelian saham PT Garuda Indonesia jumlahnya sebesar Rp300 miliar. Dan sisanya Rp850 juta merupakan imbalan jasa Mandiri Sekuritas sebagai broker. Harry sendiri mengakui hal itu. "Namanya fee alokasi penjatahan yang pasti ada," pungkasnya. Tetapi ia mengklaim lupa berapa jumlah pasti yang didapat perusahaan.

SAHAM TURUN NAZAR NGAMUK - Malang tak dapat ditolak, untung tak bisa diraih. Belakangan ternyata usaha Nazar untuk meraup keuntungan dari uang haram melalui bisnis surat berharga gagal total. Harga saham PT Garuda Indonesia selang beberapa lama setelah dibeli mengalami kemerosotan yang cukup signifikan.

Nazar membeli saham Garuda dengan harga Rp750 per lembar saham dan tak lama kemudian nilai saham tersebut turun menjadi Rp500 per lembar. Suami dari Neneng Sri Wahyuni ini pun berang dan memprotes keras Mandiri Sekuritas khususnya Harry yang telah menyarankan Nazar membeli saham PT Garuda Indonesia.

"Saham Garuda mengalami penurunan, harga penawaran umum Rp750 turun sekitar Rp500, drop, terdakwa menghubungi saya dan komplain penurunan saham," pungkas Harry.

Selanjutnya Nazar meminta bertemu dengan Harry pada 11 Februari 2011. Tetapi, karena dirinya akan bertugas ke Surabaya, maka pertemuan itu pun baru bisa dilangsungkan pada Minggu 13 Februari 2011. Awalnya mereka sepakat bertemu di salah satu restoran di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Tetapi, kemudian Nazar menelepon dan memintanya datang ke rumah di kawasan Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. "Saya datang dan beliau menghubungi saya, beliau minta ketemu di rumahnya di Pejaten. Beliau komplain, dan minta Mandiri Sekuritas kembalikan Rp300 miliar," imbuh Harry.

Tetapi Harry mengatakan tidak dapat memutuskan hal itu, ia harus melaporkan terlebih dahulu kepada dewan direksi. Terlebih lagi Harry mengklaim, pembelian itu sudah sah sesuai aturan permodalan, misalnya, pembelian sudah melalui pemesanan, melalui formulir dan dilakukan pembayaran.

Tak puas, Nazar pun kembali meminta pertemuan dengan Harry dengan tujuan yang sama, mengembalikan saham senilai Rp300 miliar kepadanya. Pertemuan itu dilakukan sebanyak dua kali, pertama di Hotel Hilton, dan kedua di Crown Plaza.

Tetapi, jawabannya pun sama, yaitu Harry tidak bisa mengembalikan uang milik Nazar. Bahkan, ia pun dilarang bertemu langsung dengan Nazar oleh dewan komisaris Mandiri Sekuritas. Dan akhirnya, pertemuan lain dengan orang yang diutus Nazar seperti Yulianis digantikan oleh anak buahnya yaitu Muhammad Irwan.

MANDIRI SEKURITAS DITUDING TERLIBAT - Nazaruddin tidak tinggal diam atas segala keterangan yang disampaikan Harry. Ia pun memberi serangan balasan kepadanya. Nazar balik menuding bahwa memang sejak awal ada konspirasi antara dirinya dengan Harry Supoyo dan para mantan petinggi Partai Demokrat dalam pembelian saham Garuda itu.

Nazar menjelaskan, pembelian saham Bank Mandiri yang kemudian beralih menjadi pembelian saham Garuda --yang belakangan diketahui merupakan upaya melakukan pencucian uang hasil korupsi itu-- sebenarnya sudah dirancang oleh dia dan pihak Mandiri Sekuritas. Lewat keterangannya ini, Nazaruddin seolah mencoba menyeret Mandiri Sekuritas dalam kasus pencucian uang yang membelitnya.

Nazaruddin mengaku merancang pembelian itu bersama Muchayat yang pernah menjabat sebagai Wakil Komisaris Utama Bank Mandiri. Muchayat sendiri adalah ayah dari Munadi Herlambang yang juga mantan Wakil Sekertaris Bidang Pemuda dan Olahraga DPP Partai Demokrat. Ia pernah dituding Nazar mempunyai kedekatan dengan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Atas dasar itulah Nazar menyebut bahwa keterangan Harry Supoyo yang mengatakan pembelian saham itu seolah merupakan sebuah pembelian bisnis yang wajar, penuh dengan kebohongan. Dalam keterangannya, Harry menyebut bahwa dalam pembelian saham PT Garuda Indonesia ada jaminan sebesar Rp200 miliar yang disetor oleh Nazaruddin sesuai prosedur baku pembelian saham.

Padahal, kata Nazar, jaminan tersebut tidak ada dan Mandiri menyalahi aturan yang berlaku. Nazar mengakui dalam pembelian saham, seharusnya, pembeli saham menyetorkan uangnya terlebih dahulu, tetapi dalam kasus ini, dia mengaku penyetoran uang itu justru dilakukan setelah dirinya memiliki saham tersebut.

"Disini Anda menjelaskan bahwa pembelian jatah Rp50 miliar, kenapa tidak menyetor, karena ada jaminan Rp200 miliar terhadap saham Garuda. Artinya dia bohong Yang Mulia karena saham Garuda baru ditransfer Februari. Jadi sudah transaksi dulu yang Bank Mandiri, baru ada pentransferan. Jadi si saksi ini memutarbalikkan fakta," pungkas Nazar.

Nazar pun mempertanyakan, bagaimana bisa Harry menjelaskan bahwa sebelum uang masuk ke Mandiri Sekuritas, ia sudah menjaminkan uang sebesar Rp200 miliar. Padahal, uang untuk pembelian saham PT Garuda Indonesia baru dikirim pada Februari 2011.

Terjadi perdebatan sengit antara Nazar dan Harry. Nazar berpendapat bahwa right issue (hak memesan efek terlebih dahulu) di Bank Mandiri baru dibuka pada Januari 2011. Dan ketika itu belum ada penyetoran uang untuk pembelian saham PT Garuda Indonesia.

"Seingat saya right issue itu awal Februari," kilah Harry yang juga bersikeras dengan pendapatnya. Sekadar catatan, Nazaruddin memang sangat rinci mencatat segala pengeluaran uang miliknya. Dan masalah pencatatan itu, dilakukan oleh anak buahnya yaitu Yulianis.

Nazar kemudian meminta Harry untuk mengingat perkataannya kala itu yang memintanya untuk menambah lagi pembelian saham PT Garuda Indonesia dari Rp300 miliar menjadi Rp500 miliar. Harry, menurut Nazar, ketika itu juga menjanjikan keuntungan sebesar 29 persen hanya dalam waktu dua minggu.

Tetapi lagi-lagi, Harry mengaku tidak mengingatnya. "Seingat saya tidak pernah mengetahui ada komunikasi Munadi dengan Nazar mengenai peminjaman uang dan keuntungan 29 persen. Saya nggak pernah tahu. Yang soal penambahan minta tambah Rp200 miliar, saya nggak ingat. Tapi pada waktu itu memang kita sedang menjual saham Garuda," tutur Harry.

SAHAM DIBAGI-BAGI - Bukan Nazaruddin namanya kalau tidak membuat heboh dalam persidangan. Kali ini, ia kembali menyeret pihak-pihak lain yang diduga mengetahui hal ini. Tak hanya itu, mereka juga diduga mendapat jatah dari saham-saham yang dibeli Nazar.

Menurut Nazar, saham Bank Mandiri itu sebenarnya dijatah untuk Partai Demokrat. "Jadi waktu itu dibagi-bagi ke Mandiri Sekuritas sekian, kan waktu itu penjamin right issue Bank Mandiri ada tiga. Mandiri Sekuritas, Sekuritas Bahana, sama Sekuritas Dana Reksa," imbuh Nazar.

Kemudian untuk Bank Mandiri memang mendapat jatah senilai Rp200 miliar dan Rp150 miliar diantaranya dikelola oleh orang-orang Fraksi. Kemungkinan besar menurut Nazar adalah Fraksi Demokrat, sebab ia memang berasal dari partai itu.

"Yang penting komitmen dari segi keuntungan, 30 persen diserahkan untuk temen-temen Mandiri Sekuritas, 30 persen dikasihkan untuk partai, 30 persen dikasihkan untuk teman-teman yang mengelola," kata Nazaruddin.

Pernyataan Nazaruddin itu memancing Hakim Ketua Ibnu Basuki Widodo untuk membacakan Berita Acara Pemeriksaan milik Harry. "Anda ditanya, tahun 2010, Mandiri Sekuritas pernah memberikan pendataan jatah dalam rangka right issue kepada Nazaruddin dan Achsanul Kosasih dari Fraksi Demokrat? Jawabannya, pada 2010/2011 pernah memberikan kepada Nazar penjatahan sebesar Rp50 miliar. Sedangkan pada Achsanul Qosasi saya lupa apakah dapat penjatahan. Ini gimana?" tanya Hakim Ibnu

Harry pun membenarkan BAP miliknya itu. "Itu alokasi saham. Kepada Nazar iya Rp50 miliar, tetapi Achsanul saya lupa," jawab Harry. Nama yang dimaksud diatas adalah Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Achsanul Qosasi. Ia juga merupakan mantan Ketua DPP Partai Demokrat.

Namun sayang, majelis hakim tidak menelisik lebih jauh mengenai hal ini. Usai sidang, baik Nazaruddin maupun Harry juga enggan berkomentar kepada wartawan baik saat ditanya pembagian jatah saham, maupun dugaan kongkalikong antara Mandiri Sekuritas dengan Nazaruddin dalam membeli saham Garuda Indonesia dan Bank Mandiri.

BACA JUGA: