JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dalam perkara korupsi yang banyak terjadi di Indonesia, selama ini aparat penegak hukum biasanya hanya menjerat orang per orang sebagai pelaku kejahatan. Padahal, sering kali suatu korporasi atau perusahaan turut mempunyai andil dalam tindak pidana tersebut, namun kerap luput dari tangan hukum

Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai sebuah korporasi semestinya juga harus bertanggung jawab dalam sebuah tindak pidana, baik itu berperan aktif maupun pasif. Sebab, menurut Fickar, kasus korupsi biasanya berkutat pada suap-menyuap izin perusahaan atau pun menjadi tempat pencucian uang.

Seperti dalam perkara pembelian saham PT Garuda Indonesia sebesar Rp300,85 miliar oleh Nazaruddin. Mantan anggota Badan anggaran DPR dari Fraksi Demokrat itu menggunakan jasa PT Mandiri Sekuritas sebagai penjamin saat membeli saham sebanyak 400 juta lembar untuk mencuci uangnya. Metode pembayarannya dilakukan melalui empat tahap, yaitu tunai, Real Time Gross Settlement (RTGS) dan dua kali transfer.

Untuk transaksinya, berdasarkan salinan laporan akhir tahun 2014 milik KPK yang diperoleh Gresnews.com, pembelian tersebut menggunakan lima perusahaan, yaitu PT Permai Raya Wisata, PT Cakrawala Abadi, PT Exartech Teknologi Utama, PT Pasific Putra Metropolitan dan PT Darmakusumah.

Fickar mengatakan, suatu korporasi seperti PT Mandiri Sekuritas bisa disebut melakukan tindak pidana apabila ada pejabat dari perusahaan tersebut yang melakukan perbuatan melanggar hukum. Namun sayang, selama ini di Indonesia jarang sekali suatu korporasi terjerat kasus hukum, padahal korporasi sendiri adalah subyek hukum.

"Dalam Pasal 1 Undang-Undang Tipikor, korporasi itu subyek hukum pidana," kata Fickar kepada Gresnews.com, Kamis (2/4).

Pasal yang dimaksud Fickar adalah Pasal 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi "Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganiasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum"

Kemudian, ganjaran terhadap korporasi seperti PT Mandiri Sekuritas jika memang terbukti melakukan tindak pidana juga diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. "Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, 4, dan 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap korporasi dan/atau personil pengendali korporasi."

Kemudian pada ayat (2) mengatur tentang pidananya, yaitu "pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak pidana pencucian uang: a. dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporas ; b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi; c. dilakukan seusai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi."

"Korporasi bisa dipidana berupa pembayaran denda ataupun pidana tambahan pencabutan izin beroperasi perusahaan," terang Fickar.

Terlebih lagi jika PT Mandiri Sekuritas tidak memenuhi prosedur lembaga keuangan yang berlaku, seperti tidak menanyakan sumber dana, serta rekam jejak perusahaan. "Apalagi total pembeliannya besar Rp300 miliar dan Mandiri (Sekuritas) dapat fee Rp850 juta, itu kan besar sekali," ucap Fickar.

Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Johan Budi Sapto Pribowo menegaskan pihaknya masih terus melakukan penyidikan terhadap kasus pencucian uang Nazar. "Prosesnya masih lanjut," kata Johan saat dihubungi Gresnews.com.

Namun, saat ditanya sejauh mana keterlibatan Mandiri Sekuritas dalam kasus ini, Johan mengaku belum mengetahuinya. "Saya belum mengerti detail kasusnya, nanti saya cek," ucap Johan.

 

BACA JUGA: