JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perkara keberatan pajak PT Bank Central Asia (BCA) Tbk menemukan titik terang. Mahkamah Agung (MA) akhirnya menyidangkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Johan Budi Sapto Pribowo mengatakan telah menerima panggilan sidang PK dari Mahkamah Agung. Sidang ini akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Untuk HP (Hadi Purnomo-red) kita sudah menerima surat panggilan pada 19 Agustus 2015 nanti," kata Johan di kantornya, Jumat (14/8).

Panggilan ini seperti titik terang dalam perkara keberatan pajak PT BCA Tbk. Sebab, setelah dikabulkannya gugatan praperadilan yang diajukan Hadi Purnomo pada beberapa waktu lalu, perkara ini terancam mangkrak.

KPK memang telah menyatakan tidak menyerah untuk mengejar Hadi. Setelah keputusan tersebut, lembaga pimpinan Taufiequrachman Ruki ini mengajukan kasasi. Namun sayang, kasasi itu ditolak, dan selanjutnya memori PK pun dilayangkan pada 28 Juli 2015.

HANYA MENDENGAR MEMORI PK - Dikonfirmasi gresnews.com, Juru Bicara MA Suhadi mengaku belum mengetahui tentang adanya panggilan sidang PK. Untuk itu ia belum berani berkomentar lebih lanjut terkait hal ini karena masih harus memastikannya terlebih dahulu.

Suhadi hanya menjelaskan bahwa sidang hanya mengagendakan pembacaan memori PK oleh tim Biro Hukum KPK. Setelah itu, berkas berita acara akan dikirimkan ke MA.

Sidang nanti, menurut Suhadi, dipimpin oleh hakim dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, para hakim tersebut tidak bisa memutuskan perkara. "Tidak bisa memutus, hanya mendengarkan alasan. Nanti yang memutus hakim MA," tutur Suhadi.

Suhadi yang juga Hakim Agung ini menuturkan bahwa para hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mendengarkan perkara ini berjumlah tiga orang. "Tapi yang pasti bukan hakim yang memutus praperadilan sebelumnya," sambung Suhadi.

Mengenai peluang PK ini dikabulkan, Suhadi tidak berani berspekulasi. Sebab dalam Pasal 263 ayat (1) yang dapat mengajukan upaya hukum luar biasa itu hanyalah terpidana atau ahli waris. "Kalau putusannya ya tergantung para Hakim Agung nantinya," ucap Suhadi.

Selanjutnya yang menjadi pertimbangan PK itu diterima atau tidak adalah bila syarat-syaratnya terpenuhi. Yaitu adanya bukti baru atau novum yang belum pernah ada sebelumnya, kemudian kesalahan dan kekeliruan hakim dalam memutus perkara dan terakhir atau adanya penyelundupan hukum.

ALASAN KPK - Sebelumnya, KPK sendiri beralasan bahwa keputusan hakim tunggal dalam memutus sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara keberatan pajak PT BCA Tbk dinilai janggal. hakim dianggap memutus di luar yang diajukan atau ultrapetita.

"Putusan praperadilan HP (Hadi Purnomo-red) tidak menyinggung soal bukti, meski kami sudah bawa troli bukti tapi yang disinggung soal penyelidik dan penyidik. Pasal 40 UU KPK, kami tidak boleh menghentikan penyidikan. Sementara Haswandi bilang KPK menghentikan penyidikan," tutur Johan.

Selain itu, putusan hakim Haswandi bahwa KPK tidak bisa mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri juga terlihat aneh. Pasalnya dalam sidang praperadilan sebelumnya yaitu perkara Innospec, hakim memutuskan KPK sah mengangkat penyidik di luar kepolisian.

"HP kita banding, kalau banding ditolak, akan PK. Dari awal kita menghormati proses hukum dan kita melawannya dengan proses hukum," kata Johan Budi ketika itu.

HARAPAN PADA MA - Saat dikonfirmasi terpisah, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menaruh harapan besar pada lembaga peradilan tertinggi itu. Sebab dengan begitu, KPK akan mempunyai landasan hukum untuk membatalkan putusan praperadilan yang terlihat kontroversial. "Tentunya kami harap bisa menang dalam PK nanti," ujar Priharsa kepada gresnews.com.

Hal senada juga dikatakan Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Keadilan (PSHK) Miko Ginting. Menurut Miko, MA menjadi lembaga terakhir tempat KPK dan Hadi menggantungkan nasib dalam perkara tersebut.

Miko berharap, MA bisa menunjukkan konsistensinya dalam menjalankan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. "Bola sekarang di MA. Kita harap mereka bisa mendorong agar korupsi bisa diberantas," ucap Miko.

Miko tidak menampik, ada aturan yang mengatur PK hanya bisa diajukan terpidana ataupun ahli waris. Namun, para hakim harusnya mempunyai naluri keadilan dan bisa memutuskan secara bijak walaupun harus menabrak peraturan yang berlaku.

Terlebih lagi, setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa penetapan tersangka adalah obyek praperadilan timbul kebuntuan hukum. Pasalnya, praperadilan menjadi tidak dapat digugat dan setiap keputusannya menjadi final.

"Ada kebuntuan hukum pasca MK memutuskan penetapan tersangka menjadi obyek praperadilan, bagaimana upaya hukumnya. Ada kebuntuan dalam hukum acara, gimana MA meluruskan kembali dan melengkapi praperadilan, sehingga juga tidak hanya menguntungkan terpidana, tapi juga harus penegak hukum," pungkas Miko.

Selain itu, praperadilan seakan melebihi pengadilan sesungguhnya. Sebab, dalam sidang tersebut juga diperiksa pokok perkara. Padahal, praperadilan sejatinya hanya bersifat administratif.

LATAR PERKARA - Dalam kasus keberatan pajak BCA ini, Hadi diduga telah menerbitkan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang keberatan wajib pajak atas surat ketetapan pajak nihil (SKPN) BCA ketika dirinya menjabat Dirjen Pajak periode 2002-2004. Padahal Direktur Pajak Penghasilan (PPh) telah mengirimkan surat, yang menyimpulkan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.

KPK, dalam penyidikan kasus ini menemukan fakta dan bukti yang akurat bahwa BCA memiliki tanggungan pajak terutang atas transaksi non-performing loan sebesar Rp5,7 triliun untuk tahun pajak 1999.

Pada 17 Juli 2003, PT BCA mengajukan surat keberatan pajak atas transaksi Non Performence Loan sebesar Rp5,7 triliun itu kepada Direktorat Pajak Penghasilan (PPh). Setelah surat keberatan pajak itu, diterima oleh Direktorat Pajak, maka dilakukan pengkajian yang lebih dan pendalaman untuk bisa mengambil satu kesimpulan dari hasil pendalaman selama setahun.

Pada 13 Maret 2004, Direktur PPH mengirim surat pengantar risalah keberatan, langsung kepada Dirjen Pajak yang berisi surat hasil telaah berupa kesimpulan, bahwa permohonan keberatan wajib pajak PT BCA ditolak.

Sehari sebelum jatuh tempo, untuk memberikan keputusan final terhadap keberatan BCA pada 18 Juli 2004, Hadi Purnomo selaku Dirjen Pajak memerintahkan Direktur PPH selaku pejabat yang sudah menelaah, untuk mengirim nota dinas. Dalam nota dinas tersebut dituliskan agar mengubah kesimpulan dari hasil telaah wajib pajak BCA yang tadinya menolak, diubah menjadi keberatan.

Selaku dirjen pajak, Hadi menerbitkan surat keputusan Direktur Jendral Pajak tentang keberatan wajib pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) wajib pajak PT BCA tanggal 18 Juli 2004 yang memutuskan, menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak. Sehingga tidak ada cukup waktu dan kesempatan bagi Direktur PPH, selaku pejabat penelaah keberatan untuk memberikan tanggapan atas pendapat Dirjen Pajak yang berbeda.

Oleh karena itu, apa yang dilakukan Direktur PPH, mengirimkan surat pengantar risalah keberataan dan surat keputusan Dirjen Pajak atas keberatan wajib pajak, atas SKPN PPh PT BCA. Akibat penyalahgunaan wewenang itu diduga telah terjadi kerugian negara hingga Rp375 miliar. Dari rentetan peristiwa itulah Hadi Purnomo terbelit kasus keberatan pajak BCA hingga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

BACA JUGA: