JAKARTA, GRESNEWS.COM - Upaya hukum dari dua pengacara agar terbebas dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) akhirnya kandas. Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak sesuai dengan harapan kedua terdakwa. Hakim menjatuhkan vonis pada kedua pengacara, Timotius Tumbur Simbolon dan Jemmy Mokolensang, sesuai dakwaan jaksa melanggar Pasal 263 KUHP soal pemalsuan dokumen.

Dalam putusan yang dibacakan Ketua Majelis hakim Made Sutrisna menyatakan terdakwa dengan sah dan terbukti melakukan tindak pidana Pasal 263 KUHP. Unsur kesengajaan dalam pasal tersebut sudah terpenuhi. "Bahwa terdakwa I Timotius Tumbur Simbolon dan terdakwa II Jemmy Mokolensang secara sah dan terbukti melakukan tindak pidana dan melanggar Pasal 263 KUHP dan dipidana 1 tahun 6 bulan penjara," kata Made Sutrisna dalam persidangan dengan agenda pembacaan putusan di PN Jakarta Selatan, Jl Ampera, Jakarta, Senin (25/4).

Timotius dan Jemmy merupakan pengacara dari Jakub Sugiarto Sutrisno. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian lantaran tidak berhati-hati saat menangani kasus kliennya. Mereka didakwa membuat dokumen palsu dalam kasus sengketa tanah antara klien mereka dan PT Bank Central Asia (BCA) mendekati akhir. Timotius dan Jemmy berkeras menyatakan tak bersalah dalam kasus ini.

Keduanya diperkarakan oleh pihak BCA lantaran dinilai telah membantu Jakub membuat sertifikat palsu atas tanah seluas 7.800 meter persegi yang terletak di Jl. Karet III Gang Gusuran RT 10/01 Kelurahan Karet, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Tanah itu, menurut pihak BCA, merupakan aset perusahaan yang sudah dikuasai secara sah sejak 20 tahun lalu.

Menurut versi BCA, Sugiarto berniat menyerobot tanah milik perusahaan dengan menggunakan modus klaim Eigendom Verponding. Sugiarto mengklaim tanah itu milik Lim Kit Nio (95 tahun) berdasarkan Eigendom Verponding 6393 Nomor 5 Tahun 1937. Padahal Eigendom Verponding 6393 Nomor 5 atas nama Lim Kit Nio itu tidak terdaftar di Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta.

Karena itu, pihak BCA melaporkan Suagiarto dan juga kedua pengacara itu ke polisi. Mereka diduga telah melanggar Pasal 167 KUHP tentang penyerobotan aset dan Pasal 263 Ayat (2) KUHP soal dokumen palsu. Pihak Polda Metro Jaya yang menerima laporan itu kemudian menindaklanjuti kasus tersebut dan menangkap sejumlah orang yang menduduki lahan itu yang diduga suruhan pengacara Sugiarto yaitu Timotius dan Jemmy. Keduanya belakangan juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

PERTIMBANGAN HAKIM - Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa fakta hukum dalam persidangan sesuai dengan apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum(JPU). Dalam pertimbangannya, kedua advokat tersebut dinilai turut serta (deelneming) dalam membuat surat palsu saat menangani perkara tanah kliennya yang terletak di Jl Karet III Gang Gusuran RT 10/01 Kelurahan Karet, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. 

Dengan begitu, syarat unsur dengan sengaja dalam Pasal 263 KUHP tersebut dapat dinyatakan terpenuhi dalam tindakan terdakwa. Karena hakim menilai terdakwa mengetahui akibatnya.

Lebih lanjut, Eigendom Verponding 6393 Nomor 5 Tahun 1937 atas nama WL. Lim Kit Nio yang merupakan orang tua dari Jakub Sugiarto Sutrisno yang menjadi objek sengketa antara kliennya dengan BCA dalam pertimbangan hakim dinyatakan tidak terdaftar di Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta. Meskipun terdakwa menyatakan bahwa menurut salah seorang pejabat di Kanwil BPN Jakarta, Suhaimi,,  tanah tersebut terdaftar di BPN namun pihak terdakwa tidak dapat menghadirkan Suhaimi dalam persidangan.

Dalam hal itu, kedua terdakwa dalam membantu kliennya Jakub Sugiarto Sutrisno dinilai tidak berhati-hati. "Terdakwa tidak mengecek secara resmi terkait keaslian dokumen kepada instansi," ujar ketua majelis hakim dalam persidangan tersebut.

Sebelumnya, Jaksa Martha P. Berliana dalam dakwaan mendakwa kedua pengacara Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) melanggar Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan dakwaan subsidair Pasal 167 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 4 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

ANCAM LAPOR HAKIM KE KOMISI YUDISIAL - Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Freddy Simatupang menegaskan hakim tidak bertindak objektif dalam memutuskan perkara kliennya. Menurut Freddy, hakim telah mengenyampingkan keterangan ahli dan bukti yang bisa menjadi dasar bagi hakim mengabaikan dakwaan Pasal 263 Ayat (2) terhadap terdakwa.

"Meskipun dalam keputusan dewan etik dimasukkan pertimbangan tetapi menurut saya majelis hakim yang sangat ceroboh karena tidak diungkap secara utuh, hanya menggiring saja sesuai dengan kemauan jaksa," kata Freddy kepada wartawan usai persidangan.

Pertimbangan hakim yang menyatakan terdakwa tidak hati-hati dalam menanani perkara kliennya juga dibantah oleh Freddy. Pertimbangan hakim, menurut Freddy, tidak cermat. Kalau itu terdakwa dianggap memang menggunakan surat palsu seharusnya hakim mampu menghadirkan surat yang asli sebagai pembanding. "Kalau palsu mana aslinya? Seharusnya ada pembanding," ujarnya.

Freddy menegaskan bahwa kliennya dalam menangani perkara sudah bekerja sesuai dengan prosedur. Dia membantah bahwa kliennya bertindak tidak berhati-hati dalam menangani perkara, "Orang dia saat membuat surat kuasa diminta surat pernyataan kejujuran dan keabsahan dokumennya dan ada legalsasi notaris. Soal itu terdaftar atau tidak terdaftar itu bukan urusannya tapi kliennya," tegas Freddy.

Terhadap putusan hakim itu, Freddy dan tim advokat dari Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) menyatakan akan melakukan upaya hukum banding. "Kami harus banding. Karena ini adalah terburuk dari kriminalisasi advokat. Selain itu, akan kita laporkan ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan pengawasan di Mahkamah Agung," ungkapnya.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum Martha P. Berliana saat ditemui usai sidang tidak mau berkomentar banyak terkait dengan putusan hakim. Berliana menyatakan akan berpikir dulu menyikapi putusan hakim. "Ya saya pikir-pikir dulu," ujarnya pada gresnews.com.

BACA JUGA: