JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya menjatuhkan hukuman untuk mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Mojokerto Zaenal Abidin yakni pidana empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair satu bulan kurungan.

Hakim juga memberi hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp1,02 miliar dan bila tidak dibayar dijatuhi  10 bulan kurungan.

"Terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP," kata Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman di Pengadilan Tipikor Surabaya dalam keterangan tertulis yang diterima Gresnews.com, Kamis (1/10/2020).

Terdakwa menanggapi putusan tersebut menyatakan pikir-pikir. Jaksa pun pikir-pikir.

Sebelumnya saat membacakan pledoi Zaenal Abidin terlihat menangis sesenggukan di depan majelis hakim pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis sore (10/9). Dalam nota pembelaan ia menegaskan apa yang dituduhkan terkait gratifikasi itu tidak benar.

Selama dirinya menjabat ia tidak mau bermain proyek apalagi meminta fee atas proyek tersebut.

"Seperti yang terungkap dalam persidangan saya sama sekali tidak pernah meminta atau menerima suap maupun gratifikasi seperti apa yang dituduhkan kepada saya," kata Zaenal.

Demikian pula penasihat hukum terdakwa, Ben D Hadjon, menilai tuntutan jaksa KPK tidak masuk akal dan sudah keluar dari tatanan hukum. Sebab alat bukti keterangan saksi tidak sesuai antara satu dan lainnya.

Selain itu bukti fisik cek yang dijadikan alat bukti ternyata tidak ada atau tidak bisa dibuktikan. Artinya jaksa KPK tidak bisa membuktikan satu pun pemberian uang dari kontraktor kepada terdakwa.

Ben mengingatkan bahwa perkara ini diajukan lembaga penegak hukum yang diandalkan di negeri ini (KPK-red), namun jangan sampai jaksa KPK menuntut terdakwa tanpa adanya alat bukti.

Jaksa menuntut Zaenal Abidin lima tahun penjara, denda Rp300 juta subsider tiga bulan. Selain itu juga mewajibkan terdakwa membayar uang pengganti total keseluruhan sebesar Rp1,270 miliar.

Uang pengganti harus dibayar maksimal satu bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap dan bila tidak maka harta benda akan disita. Jika masih kurang akan ditambah hukuman satu tahun enam bulan.

Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengurai bahwa terdakwa menerima gratifikasi Rp1,270 miliar dari total gratifikasi sebesar Rp4,020 miliar.

Sementara sisa uang sebesar Rp2,750 miliar diterima mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP). Uang gratifikasi tersebut diterima terdakwa secara bertahap dibeberapa tempat.

Gratifikasi tersebut diterima secara bertahap sejak Maret 2015 hingga Agustus 2016 dari Hendarwan Maruszama, rekanan yang memenangkan dan mengerjakan 6 paket proyek pekerjaan di Dinas PU Kabupaten Mojokerto.

Pertama diberikan disalah satu hotel di Jakarta Barat sebesar Rp120 juta. Uang itu diberikan Hendarwan Maruszama melalui Nisham Fikriyosi dan Duvadilan Ridwan Sembodo kepada terdakwa pada September 2015 silam dalam dakwaan penuntut umum.

Kemudian, terdakwa kembali menerima uang dari Hendarwan sebesar Rp150 juta untuk yang kedua kalinya atau dua bulan kemudian pada Nobember 2015 ketika berada di Kantor PU Bina Marga Kabupaten Mojokerto.

Masih berada di Kantor PU, tepatnya akhir Desember 2015 di halaman parkir, terdakwa Zaenal kembali menerima uang sebesar Rp750 juta dari orang yang sama melalui Ridwan Arif Abdullah, orang kepercayaan terdakwa.

Sedangkan pemberian terakhir pada bulan Januari 2016, terdakwa kembali menerima cek sebesar Rp250 juta dari kontraktor yang sama di Kantor PU Bina Marga Kabupaten Mojokerto. (G-2)

BACA JUGA: