JAKARTA - Wakil Ketua DPRD Kendal, Jawa Tengah, asal Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (F-PDIP) Akhmad Suyuti mengakui ia menerima aliran dana Bansos Sembako Kementerian Sosial sebesar SGD48 ribu atau Rp508.800.000. Uang itu merupakan titipan dari Menteri Sosial Juliari Piter Batubara melalui Staf Ahli Menteri Sosial yakni Kukuh Ariwibowo.

Hal itu disampaikan oleh Suyuti ketika dimintakan keterangan sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi kuota sembako Bansos Kemensos dengan terdakwa Juliari.

"Saksi kenal sama Juliari, sejak kapan?" tanya anggota Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ikhsan Fernandi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Senin (14/6/2021).

"Kapasitas beliau (Juliari Piter Batubara) sebagai pengurus DPP dan saya sebagai pengurus DPC (Dewan Pengurus Cabang) PDI Perjuangan di Kendal," jawab Suyuti.

Menurut Jaksa dalam berita acara pemeriksaan (BAP) saksi yang dibenarkan oleh Suyuti mengatakan: Bahwa saya kenal Juliari Piter Batubara sebagai Menteri Sosial tahun 2019-2024 awal kenal pada saat kampanye Pileg 2014 saat yang bersangkutan mencalonkan diri anggota DPR-RI Dapil 1 Jawa Tengah yang bersangkutan wakil bendahara DPP, saya tidak ada hubungan keluarga dengan saudara Juliari.

Selain itu jaksa menanyakan perihal hubungan saksi apakah kenal dengan Kukuh Ariwibowo. Suyuti membenarkan bahwa ia kenal.

Namun ia tidak tahu nama lengkap Kukuh, hanya tahu nama panggilannya saja. Mengenai jabatan Kukuh karena sering kali datang ke Jawa Tengah dia disebut sebagai tim pemenangan PDIP.

"Ya mungkin sebagai pemenangan karena dia pernah bilang ayo sama-sama gotong royong," ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis menanyakan soal uang yang diterima Suyuti dari Juliari Piter Batubara melalui Kukuh.

"Berapa jumlah uang yang terima dari kukuh?" tanya Damis.

Suyuti mengakui bahwa ia menerima uang dari Kukuh sebesar SGD$48 ribu atau setara dengan Rp508.800.000 pada saat pertemuan dengan tenaga-tenaga Program Keluarga Harapan (PKH) di sebuah hotel.

"Di Grand Candi Hotel," tuturnya.

Menurut Suyuti, saat itu ia bersama Kukuh yang memberikan uang berbungkus amplop itu kepadanya.

Awalnya Suyuti ketika ditanya uang tersebut berasal dari mana, ia tidak mengetahuinya. Namun ia mengetahui bahwa akan ada penyerahan uang dari Adi Wahyono.

"Saya pernah di telpon Mas Adi Wahyono nanti kalau ketemu kita di Semarang, ketemu, ini ada titipan, gitu aja. Tapi kan saya di Kendal jaraknya Mas Adi di Jakarta, saya jadi (bilang) siap," terangnya.

Kemudian hakim menanyakan mengenai uang itu digunakan untuk apa saja.

"Uang tersebut dimanfaatkan untuk apa?" cecar Damis.

"Kami saat itu terus kumpul sama pengurus DPC, selanjutnya kami sampaikan, Saya diberi uang sama Mas Kukuh tapi yang telepon kok ya Mas Adi, monggo ayo kita gunakan dalam rangka untuk pemenangan Pilkada ini. Untuk membantu pemenangan Pilkada," jawab Suyuti kepada hakim.
Saat itu Suyuti berada di Kabupaten Kendal Jawa Tengah untuk mengusung Tino dan uang itu sudah dipergunakan.

"Untuk konsolidasi, pertemuan dan sebagainya," jelas Suyuti.

Menurut Jaksa yang dibenarkan oleh Suyuti perteleponan itu tepatnya terjadi pada 29 Oktober 2020 jam 10:39 WIB antara Suyuti dan Adi Wahyono.

Dalam percakapan telepon itu berbicara mengenai ada titipan. Titipan dari Menteri Sosial RI Juliari Piter Batubara berupa uang sebesar Rp508.800.000.

"Agak banyak setor 500-an juta," kata Suyuti.

Menurut Suyuti, uang itu disebutkan untuk dibagi-bagi ke Pengurus Anak Cabang (PAC) dan pengurus lainnya sesuai intruksi Menteri Sosial.

"Saya dipanggil Mas Kukuh, Mas sini Mas, di sekitaran situ aja. Ini Mas untuk membantu kegiatan DPC dan PAC," jawab Suyuti.

Kemudian Jaksa mencecar kembali mengenai ada pengembalian uang tidak. "Apa uang tersebut udah dikembalikan?" cecar Jaksa.

"Menurut nasihat dari penyidik sebaiknya dikembalikan tapi saya minta tempo, saya nggak bisa langsung," terang Suyuti.

Dalam BAP saksi, Suyuti membenarkan BAP nya tersebut yang dibacakan oleh Jaksa: Setelah saya menerima uang Kukuh, uang titipan Mensos Juliari dalam dolar Singapur. Uang dolar saya bawa saya tunjukan ke teman-teman kantor DPC PDIP Kendal. Disana respon kenapa bentuk dolar begitu, bagaimana bisa dibagikan.

Kemudian saya lihat dulu dengan Pak Munawir, Pak munawir adalah Ketua Pemenangan internal PDIP untuk Pilkada dimana daerah-daerah yang masih berpotensi untuk bisa dimenangkan akan diberikan dana operasional.

Dua atau tiga hari setelahnya saya menukar uang tersebut di money changer hasil penukaran uangnya sekitar Rp508.800 juta selanjutnya uang Rp458.800 ditransfer ke rekening saya dan uang Rp50 juta saya bawa tunai untuk diserahkan ke kyai kampung dan pengurus partai untuk pemenangan Pilkada saat rapat DPC PDIP Kendal.

Sedangkan uang Rp458.800 juta saya bagikan ke masyarakat Dapil 5 dan 6 Kabupaten Kendal yang berpotensi menang.

"Betul," jawabnya singkat.

Ditanya mengenai pengembalian uang, Suyuti mengatakan ia tidak tahu kalau uang itu berasal dari fee kuota sembako bansos.

Setelah diterangkan oleh Adi Wahyono asal usul uang itu baru Suyuti mengetahui dan ia minta waktu untuk mengembalikan uang tersebut.

"Ya. Ya akhirnya saya minta waktu 1,5 (bulan) sampai 2 bulan," tutur Suyuti.

Suyuti mengatakan uang yang sudah dikembalikan dalam bentuk rupiah sebesar Rp508.800.000 atau dalam mata uang dolar Singapur sebesar SGD48 ribu.

"Betul. Pas segitu," tukasnya.

Dalam perkara ini, Juliari didakwa menerima uang suap Rp32,4 miliar berkaitan dengan pengadaan bantuan sosial (bansos) berupa sembako dalam rangka penanganan virus Corona atau COVID-19 di Kementerian Sosial (Kemensos).

Uang yang diterima Juliari dari Harry, Ardian serta para vendor bansos lainnya tersebut diduga dari potongan fee bansos Rp10 ribu per paket yang dipungut oleh Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen proyek bansos sembako Jabodetabek di Kemensos tahun 2020. (G-2)

BACA JUGA: