JAKARTA, GRESNEWS.COM - Terdakwa kasus suap mantan Bupati Bogor dan kasus menghalangi penyidikan KPK,  Kwee Cahyadi Kumala atau Swie Teng berdalih kasusnya tidak meresahkan masyarakat sehingga ia meminta dibebaskan.  Dalam pembelaannya kuasa hukum bos PT Sentul City, Samsul Huda menyatakan bahwa perbuatan yang kliennya itu telah secara gamblang terbukti di persidangan. Namun ia beranggapan perbuatan tersebut tidak meresahkan masyarakat sehingga Swie Teng harus bebas dari segala dakwaan.

"Meskipun perbuatan terdakwa secara formil telah terbukti, akan tetapi karena tidak merupakan bahaya bagi masyarakat, maka perbuatan terdakwa tidak merupakan delik pidana," kata Samsul saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (20/5).

Pernyataan Samsul ini sekaligus membantah tuntutan Jaksa KPK bahwa perbuatan Swie Teng meresahkan dan membahayakan masyarakat. Padahal menurutnya, korupsi yang dilakukan kliennya tidak pernah dibahas oleh anggota dewan dan tidak juga diprotes masyarakat.

"Kami merasakan masyarakat luas tidak ada yang resah, tidak ada mahasiswa yang demo, tidak ada anggota DPR yang membahas kasus ini, maka selayaknya kami mohon kepada Majelis Hakim agar kasus ini dinyatakan tidak merupakan bahaya bagi masyarakat," terang Samsul.

Bahkan Samsul mengutip salah satu perkara Mochammad Otjo di Pengadilan Negeri Garut.  Otjo divonis tiga bulan, namun pada tingkat banding Otjo justru dibebaskan. Selanjutnya di tingkat kasasi ia juga dibebaskan.

"MA memutuskan menolak permohonan kasasi dari JPU dan memperbaiki diktum putusan PT sehingga berbunyi menyatakan perbuatan yang dilakukan Otjo adalah perbuatan pidana akan tetapi tidak dapat dipidana, melepaskannya dari segala tuntutan hukum," ujar Samsul mengutip putusan tersebut.

Untuk itu menurut Samsul, kliennya harus dibebaskan dari segala tuduhan. "Maka demi hukum terdakwa tetap harus dibebaskan atau setidak-tidaknya lepas dari tuntutan hukum," imbuh Samsul.

Namun Samsul tidak menjelaskan bahwa perkara tersebut terjadi sekitar 1970 - 1971. Putusan Mahkamah Agung tertanggal 16 Desember 1976 itu dipimpin oleh hakim Ketua Oemar Seno Adji. Padahal saat UU yang mengatur tentang tindak pidana korupsi belum ada.

BACA JUGA: