JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sidang gugatan praperadilan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) digelar di Pengadilan Jakarta Selatan, pada Senin, (18/5). Hadi tampil sendiri membacakan gugatannya yang menyatakan kasus keberatan pajak tidak masuk ranah pidana tanpa didampingi kuasa hukumnya.

Hadi menggugat penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK tidak berdasar. Dia mengatakan KPK tidak berwenang untuk menyidik persoalan keberatan pajak yang melibatkan dirinya. Menurut Hadi, persoalan keberatan pajak tidak termasuk dalam ranah pidana, kecuali ditemukan adanya praktik suap.

Keberatan pajak bukan kewenangan KPK untuk melakukan penyidikan. "Kecuali memang ditemukan adanya feed back, atau suap," ungkap Hadi saat membacakan permohonan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/5).

Hadi mendalilkan dalam gugatannya bahwa gugatan pajak bukan termasuk sebagai perbuatan pidana, melainkan upaya administratif. Pihak wajib pajak dapat melakukan banding ke pengadilan pajak, apabila dipandang terjadi kesalahan, sehingga wajib diperbaiki, atau diterbitkan keputusan baru sesuai Undang-Undang Perpajakan.

Dalam permohonannya, Hadi juga mencantumkan pernyataan Ketua nonaktif KPK Abraham Samad, pada 29 Agustus 2013, di mana Samad menyatakan bahwa KPK tidak akan mempersalahkan kebijakan lembaga, kecuali terjadi feed back, atau adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang diketahui KPK.

Usai Hadi membacakan gugatannya, hakim tunggal sidang praperadilan Haswandi menskor sidang untuk istirahat. Sidang selanjutnya kesempatan  KPK untuk menanggapi gugatan Hadi tersebut.

"Sidang diskors setengah jam, selanjutnya tanggapan dari KPK," kata Haswansi yang juga Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini.

Hadi ditetapkan sebagai tersangka sejak 21 April 2014, diduga mengubah telaah Direktur Pajak Penghasilan mengenai keberatan SKPN PPh PT Bank Central Asia (Tbk). Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait non-performing loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp 5,7 triliun kepada Direktur PPh Ditjen Pajak.

Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari Direktur PPh pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak. Namun, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA, 18 Juli 2004, Hadi memerintahkan agar Direktur PPh mengubah kesimpulan, yaitu dari semula menyatakan menolak diganti menjadi menerima semua keberatan.

Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima semua keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi Direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu. Namun, Hadi membantah mendapatkan imbalan dari BCA atas penerimaan keberatan wajib pajak tersebut.

Ditemui usai sidang, Hadi enggan bicara banyak kepada media. Hadi hanya meminta dukungan dan doa atas gugatan penetapan tersangkan oleh KPK atas dirinya. "Mohon doanya, mohon doanya ya," kata Hadi sambil berlalu meninggalkan ruang sidang untuk makan siang.

BACA JUGA: