JAKARTA, GRESNEWS.COM - Lengkap sudah penderitaan Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras (DCL) Machfud Suroso. Ia tidak hanya dituntut 7,5 tahun penjara dan denda Rp300 juta. Tapi, pria yang disebut sebagai kolega Anas Urbaningrum ini juga diminta membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp36,818 miliar.

"Membayar uang pengganti sebesar Rp36,818 miliar dengan ketentuan apabila dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap terdakwa tidak membayar maka akan diganti dengan pidana penjara 4 tahun," kata Jaksa KPK Fitroh Rochyanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/3).

Uang tersebut merupakan kalkulasi dari anggaran pengadaan dan pekerjaan Mekanikal Elektrikal (ME) proyek Hambalang yang awalnya didapat senilai Rp185,580 miliar yang sudah termasuk pajak. Namun ternyata, dari jumlah tersebut yang terpakai dalam pengerjaan proyek hanyalah Rp89,627 miliar. "Sehingga ada sisa uang pekerjaan ME adalah Rp95,953 miliar," imbuh Jaksa Fitroh.

Lantas, dari uang itu Machfud juga membagi-bagikannya kepada Nazaruddin sebesar Rp10 miliar, PT Adhi Karya Rp21 miliar, Lisa Lukitawati Isa Rp5 miliar, Arif Gundul Rp2,5 miliar, Muhammad Arifin Rp3,2 miliar. Machfud juga mempergunakan uang ini untuk membeli baju batik senilai Rp10 juta yang diberikannya kepada Anas Urbaningrum.

Kemudian, Machfud juga menggunakan uang itu untuk mengganti kas bon Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya senilai Rp400 juta, biaya plesiran ke Eropa senilai Rp750 juta, dan digunakan Ronny Widjaya untuk membeli sejumlah aset seperti beberapa unit apartemen dan juga mentransfer kepada pihak lain senilai Rp16,389 miliar. "Sedangkan sisanya Rp36,703 miliar digunakan untuk kepentingan terdakwa," sambung Jaksa Fitroh.

Selain itu Machfud juga dinyatakan telah memanipulasi uang pemberian dari Adhi Karya senilai Rp8 miliar. Sehingga, total yang harus dibayarkan Machfud kepada negara sebesar Rp36,818 miliar.

Hukuman tambahan ini sesuai dengan Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi yang isinya, tentang pembayaran uang pengganti uang jumlah sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh terdajwa dari tindak pidana korupsi.

Jaksa juga merampas harta benda Machfud yang disinyalir diperoleh dari korupsi. Aset-aset tersebut mayoritas merupakan barang-barang properti seperti rumah dan tempat usaha. Harta itu dirampas untuk negara dan diperhitungkan untuk mengurangi pembayaran uang pengganti.

Aset pertama yang dirampas adalah dua tanah dan bangunan rumah toko yang terletak di Jalan Fatmawati Blok B nomor 2 dan nomor 3, Cilandak, Jakarta Selatan. Kemudian tanah dan bangunan di Jalan Niaga Hijau I/Jalan Maria Walanda Maramis/Ruko Plaza III Blok E nomor 10, Pondok Pinang, Jakarta Selatan.

"Tempat usaha berupa kios yang terletak di Pasar Mayestik Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan luas empat meter persegi dengan pemesan atas nama HJ. Sri Lestari Sugiharti," ujar Jaksa KPK lainnya Abdul Basir membacakan aset Machfud yang disita.

Kemudian, satu unit Kios nomor A. Lantai 1 BKS 008 dengan luas 33 meter persegi yang terletak di pasar Mayestik, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dengan nama pemesan Machfud sendiri. Kemudian, unit Kios dengan luas empat meter persegi yang juga terletak di Pasar Mayestik.

Selanjutnya properti Machfud yang disita adalah tanah dan bangunan yang terletak di Blok Pasir Reungit Desa Jayabakti Kecamatan Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat berdasarkan Serifikat Hak Milik (SHM) Nomor 150/Jayabakti dan Akta Jual Beli nomor 01/2011 tertanggal 22 Februari 2011 yang dibuat Dewi Yosilawati selaku PPAT.

Jaksa Fitroh juga meminta agar harta Machfud berbentuk tunai disita oleh negara. "5000 lembar uang rupiah pecahan Rp100 ribu senilai Rp500 juta dan uang tunai sejumlah Rp2,5 juta juga dirampas untuk negara," lanjut Jaksa Basir.

BACA JUGA: