JAKARTA, GRESNEWS.COM - Masalah kelanjutan proyek pembangunan Pusat Pelatihan dan Pendidikan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang masih terus menjadi pembahasan. Pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang diwakili Deputi V Bidang Harmonisasi dan Kemitraan Gatot S Dewa Broto menyambangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meminta saran mengenai kelanjutan proyek tersebut.

Gatot mengaku kedatangannya untuk berkonsultasi agar pemerintah tidak salah langkah dalam memutuskan kelanjutan proyek itu. Ia mengaku tidak ingin terjadi lagi kasus korupsi dalam pembangunan proyek Hambalang Jilid II jika diputuskan agar proyek Hambalang dilanjutkan.

"Jangan sampai ada hambalang kedua sehingga surat dari KPK tanggal 27 juli 2015 yang ditandatangani Taufiqurrachman Ruki (mantan Plt Ketua KPK) pada saat itu sudah jelas mengatakan hambalang tidak dalam penyitaan," kata Gatot di Gedung KPK, Jakarta, Senin (28/3).

KPK, kata Gatot, memberikan saran agar pemerintah berhati-hati dalam melaksanakan proyek ini. Sebab dari sisi kelayakan proyek ini boleh dikatakan tak layak dari sisi lokasi. Terlebih ketika itu pernah terjadi longsor yang diakibatkan adanya pergeseran tanah di Hambalang. Untuk itulah pihaknya juga bekerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Oleh Saut (Situmorang, pimpinan KPK) dan ada beberapa jajarannya silakan karena itu tidak disita oleh KPK, yang disita adalah dokumen. Tetapi agar betul-betul ada audit fisik teknik yang sangat komprehensif, kalau perlu nanti harus ada audit yang lebih lengkap, jangan sampai mubazir penanganan Hambalang itu nanti," imbuh Gatot.

Gatot juga mengatakan, hingga kini belum menentukan lokasi pembangunan proyek Hambalang jika memang jadi dilanjutkan. Kemenpora akan menunggu arahan dari Presiden Joko Widodo untuk menentukan lokasi tersebut. Kemepora beserta Kemen PUPR tentunya akan memberikan rekomendasi pada saat rapat terbatas nanti.

"Nanti tinggal presiden yang akan memutuskan, kira-kira apakah mau berlanjut atau tidak, apakah akan menjadi sekolah atlet biasa, atau hanya sport science activity, nanti presiden yang akan menentukan," tuturnya.

HARUS BAYAR RATUSAN MILIAR - Ada yang menarik dari pernyataan Gatot, yaitu pemerintah masih harus membayar sekItar Rp200 miliar kepada kontraktor dalam hal ini PT Adhi Karya dan Wijaya Karya (Wika) bila jadi melanjutkan proyek ini. Padahal, pemerintah sudah dirugikan ratusan miliar dalam pengerjaan proyek tersebut.

"Dua kontraktor yaitu Adhi dan Wika itu sudah menghitung menurut versi mereka, karena mereka minta pembayaran dari pemerintah, kontrak kan dua tahun 2011 sampai akhir 2012, sampai sekarang pemerintah bayar piutangnya Rp200 miliar, tapi itu hitung-hitungan kerjasama operasi (KSO)," kata Gatot.

Menurut Gatot, dalam proyek tersebut pelaksana KSO mengklaim bahwa telah mengerjakan proyek tersebut sebanyak 53 persen, tetapi dari konsultan independen menyatakan berbeda. Adhi Karya dan Wika baru mengerjakan 42 persen saja.

Untuk itu ia menyambut positif saran dari KPK agar melakukan audit ulang atas proyek tersebut. Hal itu bertujuan untuk mengetahui secara pasti berapa besar uang yang harus dibayarkan pemerintah kepada dua kontraktor BUMN tersebut.

"Kalau bisa diaudit ulang lagi yang bener sudah selesai berapa persen, sehingga biar ketahuan berapa kewajiban pemerintah untuk membayarkan ke KSO, karena belum kami hitung misalnya ada penyelewengan, subnya itu berapa, kemudian ternyata bangunannya tidak sesuai spek yang ada, itu harus dihitung ulang," tuturnya.

Dalam sidang putusan korupsi Hambalang atas mantan Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya Tengku Bagus M. Noor, hakim anggota Sinung Hermawan berpendapat bahwa apa yang dilakukan Tengku Bagus dengan menyuap beberapa pihak termasuk anggota Badan Anggaran DPR ketika itu Olly Dondokambey sebesar Rp2,5 miliar bertujuan untuk memenangkan PT Adhi Karya dalam tender Hambalang.

"Akhirnya KSO Adhi Wika (Adhi Karya dan Wijaya Karya) mendapat proyek pembangunan P3SON) Hambalang. Unsur dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi terpenuhi," kata Sinung ketika itu.

Dikonfirmasi terpisah, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengakui jika pemerintah harus membayar Rp200 miliar kepada Adhi Karya dan Wijaya Karya merupakan kesalahan. Apalagi jika memakai prinsip bisnis yang seharusnya menguntungkan pemerintah.

"Itu bisa diselesaikan, itu kan uang pemerintah juga, kalau pakai prinsip bisnis itu tidak benar," kata Saut kepada gresnews.com.

Menurut Saut, pemerintah harus melakukan audit ulang agar mengetahui secara pasti berapa besar kewajiban yang harus dibayarkan. Ia berharap baik pemerintah maupun kontraktor mempunyai solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini.

"Ini keadaan yang memaksa kita harus memilih jalan tengah agar tujuan utama manajemen itu efisiensi bisa dipenuhi. Karena ini masalah tidak bisa diajak gelut, tapi digeluti," pungkas Saut.

Gresnews.com sudah coba meminta konfirmasi kepada Komisaris Utama PT Adhi Karya Fadjroel Rachman. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan dari yang bersangkutan.

BACA JUGA: