JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perjalanan sidang kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, terutama dalam kasus pembelian saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) telah menjelang babak akhir. Penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sudah membacakan tuntutannya di persidangan.

Ketua Tim Penuntut Umum Kresno Anto Wibowo dalam tuntutannya meminta mantan anggota DPR periode 2009-2014 itu dihukum penjara selama 7 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Dalam pertimbangannya jaksa menyebut hal yang memberatkan bahwa kasus korupsi yang dilakukan Nazaruddin itu masuk kategori grand corruption karena tindakan tersebut dilakukan secara sistematis demi mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya.

"Perbuatan terdakwa dilakukan saat negara sedang giat-giatnya melakukan upaya pemberantasan korupsi," kata Kresno menyebut pertimbangan memberatkan terhadap terdakwa Nazaruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/5). 

Sedangkan pertimbangan meringankan, Nazaruddin berlaku sopan di persidangan dan mengakui segala perbuatannya. Kemudian ia juga masih mempunyai tanggungan anak yang membutuhkan bimbingan kedua orang tua. Terakhir, Nazar juga berstatus sebagai Whistle Blower KPK. "Terdakwa membantu aparat penegak hukum mengungkapkan kasus-kasus korupsi lainnya dan diberikan status sebagai saksi yang bekerja sama," tutur Kresno.

Atas pertimbangan tersebut, Kresno meminta majelis hakim menyatakan bahwa Nazaruddin telah terbukti melakukan tiga tindak pidana korupsi dan pencucian uang seperti yang tertera dalam surat dakwaan kesatu primer, kedua primer dan dakwaan ketiga.

"Meminta kepada majelis hakim yang menangani perkara ini untuk menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan," pungkas Kresno.

DALIH JAKSA - Kresno berdalih kasus yang dalam tuntutannya disebut sebagai Grand Corruption, tetapi hanya dituntut relatif ringan. Pertama, status Whistle Blower yang disandang Nazar menjadi salah satu faktor besar minimnya tuntutan.

"Ada pertimbangan hal meringankan Nazaruddin juga mendapat surat keterangan membantu kita, KPK, mengungkapkan kasus-kasus lain dan sekarang juga masih ada kasus lain yang belum bisa kita ceritakan di sini, tapi ada juga. Itu ada pertimbangan seperti itu," ujar Kresno.

Kemudian, kedua kurun waktu tindak pidana yang dilakukan saat ini sama dengan tindak pidana yang dilakukan Nazar sebelumnya yaitu dalam kasus Wisma Atlet. Menurut Kresno, sebenarnya kasus ini menjadi satu berkas dengan Wisma Atlet. Tetapi, karena berbenturan dengan masa penahanan Nazar yang akan habis, maka kasus suap Wisma Atlet terlebih dahulu berkasnya dikirim ke pengadilan untuk disidangkan. Bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan juga sebagian masih menggunakan bukti yang sama pada persidangan sebelumnya. Salah satu contohnya adalah lembaran cek yang diberikan PT Duta Graha Indah (DGI) yang pada awalnya hanya berjumlah lima lembar.

"Contohnya kan DGI menerima cek 5 lembar senilai Rp4 miliar saat menyidik kasus itu sebenarnya sudah diketahui ada DGI lain yang 19 lembar yang didakwakan di sini," imbuh Kresno.

Kresno juga menyatakan tuntutan ini sebenarnya juga tidak terlalu rendah. Karena Nazaruddin sebelumnya telah divonis 7 tahun penjara di tingkat Mahkamah Agung. Dan jika tuntutan dipenuhi majelis hakim dan ditambah dengan hukuman subsider dengan catatan ia tidak bisa membayar denda, maka total hukuman Nazaruddin mencapai 15 tahun.

"Kalau dijumlahkan dengan yang sebelumnya 7 + 7 itu 14 tahun dan kalau dia tidak bisa bayar tambah 1 tahun jadi 15 tahun jadi menurut kami sudah cukup tinggi," imbuh Kresno.

NAZAR AKAN UNGKAP KORUPTOR LAIN - Sementara itu Nazaruddin sendiri mengaku ikhlas atas tuntutan yang dilayangkan KPK terhadapnya. Apalagi, ia sendiri sudah mengakui segala perbuatan korupsi yang dilakukan olehnya.

Selain itu, Nazar juga akan berkomitmen membantu KPK untuk mengungkap penerima suap lain. Suami Neneng Sri Wahyuni ini menyebut dirinya mengetahui dan bahkan mempunyai catatan siapa saja politisi yang ikut menerima uang suap.

Mereka terdiri dari para kepala daerah dan juga anggota DPR. Nazar pun memastikan, beberapa nama yang telah ia sebutkan dalam proses persidangan yang telah berlangsung sejak beberapa bulan lalu itu memang menerima sejumlah uang dengan besaran berbeda.

"Semua sudah disampaikan di persidangan, saya ikhlas seperti di sidang Muhaimin, Marwan Jafar, terus Sutan Bhatoegana, Andi yang sekarang Gubernur Riau itu juga terima,  Sutan semuanya," tutur Nazar.

Selain itu, Nazar juga konsisten bahwa ada nama Fahri Hamzah di daftar penerima uang. "Kan sudah juga disebut di sidang terimanya berapa," imbuhnya.

Sedangkan untuk Kepala Daerah, Nazar menyebut Gubernur Riau Andi Rahman, Bupati Rokan Hilir, dan juga Bupati Kutai Timur Isran Noor menerima uang darinya. "Semua catatannya semua di PT Permai, ada catatannya, siapa yang terima dari Permai Grup, saya akan bantu KPK ungkap ini semua," imbuh Nazar.

Nazar pun tak gentar salah satu nama yang disebutnya yaitu Marwan Jafar saat ini sedang menjabat sebagai menteri dalam kabinet Presiden Joko Widodo. "Saya bantu KPK mengungkap Marwan Jafar terima berapa, Muhaimin terima di mana," ungkapnya.

Marwan Jafar saat ini adalah Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

BACA JUGA: