JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menggelar sidang lanjutan kasus pengadaan proyek Bus Transjakarta dengan terdakwa dua mantan pejabat Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Drajad Adhyaksa dan Setyo Tuhu. Keduanya memang dituntut secara berbeda oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

Jaksa Penuntut Umum Agustinus Heri yang menangani perkara Drajad, menuntutnya dengan pidana penjara 10 tahun dan denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan. Ia dianggap melanggar hukum dengan menyalahgunakan wewenang sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Mantan Sekertaris Dinas Perhubungan DKI Jakarta ini dianggap lalai dengan  menyetujui permintaan mantan Kepala Dinas Perhubungan Udar Pristono yang menunjuk Prawoto dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai tim pengawas serta konsultan perencana tanpa menggunakan proses lelang dan seleksi.

Berdasarkan saksi Enik Kurnaini, surat-surat bukti dan keterangan terdakwa, Jaksa Agustinus mengatakan memperoleh fakta hukum anggaran pengadaan busway Rp848,112 miliar, sudah termasuk kegiatan perencanaan pengawasan. "Atas kegiatan perencanaan bayar upah dan langsung secara tunai kepada Prawoto dan BPPT sebesar Rp800 juta, pengawasan dan perencanaan bus articulated (gandeng) Rp275 juta, bus single Rp275 juta, dan sedang Rp250 juta," imbuhnya.

Selain itu, dalam proses lelang pengadaan, Setyo Tuhu menambahkan syarat administrasi baru padahal tenggat waktunya sudah lewat. "Tindakan itu dilaporkan kepada terdakwa, tapi terdakwa Drajad membiarkan hal itu terjadi, dan justru mengarahkan siapa pemenang lelang," kata Jaksa Agustinus, Kamis (5/2) malam.

Drajad juga dianggap menyalahgunakan wewenangnya karena mau menerima unit bus TransJakarta yang tidak sesuai spesifikasi. Penyimpangan lainnya adalah harga perkiraan sendiri (HPS) dibuat berdasarkan sodoran harga proposal dari rekanan dan diarahkannya spesifikasi pada perusahaan tertentu, serta adanya kemahalan harga.

"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHPidana," tuturnya.

Pertimbangan yang memberatkan terdakwa adalah tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. Hal meringankan sopan dan tertib selama persidangan, tidak menikmati hasil korupsi, dan mengabdi sebagai pegawai negeri sipil sejak 1990.

Sementara itu, Setyo Tuhu yang menjalani sidang beberapa saat setelahnya juga mengalami nasib yang tidak jauh berbeda. Mantan Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Perhubungan DKI Jakarta itu dituntut Jaksa Erni Maramba dengan pidana 9 tahun penjara denda Rp150 juta dan subsider 6 bulan.

Pria yang juga menjabat Ketua Panitia Lelang proyek bus TransJakarta itu dianggap terbukti menyalahgunakan wewenang serta menguntungkan orang lain dan atau korporasi. Jaksa Erni menyatakan, karena perbuatan Setiyo negara merugi hingga lebih dari Rp54 miliar.

"Terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHPidana," kata Jaksa Erni.

Dalam memberikan tuntutan, Jaksa Erni juga mempunyai pertimbangan. Untuk yang memberatkan Setiyo adalah tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. Hal meringankannya karena sopan dan tidak mempersulit jalannya persidangan, serta memiliki tanggungan keluarga.

Uniknya, kedua Jaksa menyatakan bahwa Drajad Adyaksa dan Setyo Tuhu tidak menerima uang sepeser pun dari tindakannya. Ia hanya terbukti menyalahgunakan wewenang serta memperkaya orang lain ataupun korporasi.

BACA JUGA: