JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono didakwa jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan Bus Transjakarta tahun anggaran 2012. Jaksa mendakwa Udar telah memperkaya diri sendiri dan orang lain sehingga merugikan keuangan negara. ‎

Dalam pelaksanaan lelang pengadaan bis articulated (gandeng) sebanyak 18 unit dengan harga Rp3,69 miliar atau seluruhnya menjadi Rp66,573 miliar dimenangkan oleh PT Saptaguna Daya Prima. Namun sayang, dalam proses lelang hingga pengadaan terdapat banyak kejanggalan.

‎"Dalam pelaksanaan, PT Saptaguna Daya Prima sebagai leading firm tidak pernah menanamkan modal dengan Mitra KSO yaitu PT San Abadi dan PT Mekar Armada Jaya. Pencantuman adanya kerjasama operasi dan sharing modal hanya untuk memenuhi persyaratan formil pengajuan perserta lelang, namun kenyataannya Gunawan selaku Direktur PT Saptaguna Daya Prima membeli armada bus busway sebanyak 18 unit dari PT San Abadi dan PT Mekar Armada Jaya serta para vendor lain dengan sistem jual beli putus, yaitu seluruhnya Rp51,303,096 miliar," kata Jaksa Victor Antonius saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/4).

Oleh karena itu, jika membandingkan pembayaran oleh PT Saptaguna Daya Prima sesuai SP2D dengan realisasi biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi busway terdapat selisih dari Rp59,876 miliar dikurangi Rp51,303 miliar. Sehingga, Udar didakwa memperkaya PT Saptaguna sebanyak Rp8,573 miliar.

Kemudian, pada pekerjaan pengawasan paket I dan II armada busway yang sesuai dengan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), sebesar Rp846,336 miliar yang telah diterima Sutarja selaku Direktur PT Cinipta Triutama Jaya, ternyata realisasi pengawasan yang dilaksanakan tenaga ahli dari BPPT hanya dikeluarkan Rp525 juta yang diterima Setyo Margo Utomo. ‎"Sehingga terdapat selisih Rp321,336 juta atau sekitar jumlah itu dari yang juga merupakan jumlah kerugian keuangan negara dari pembayaran jasa konsultan pengawas," ucap Jaksa Victor.

Udar juga didakwa mengeluarkan Surat Perintah Tugas un‎tuk membentuk Tim Teknis, Tim Pengendai Teknis serta Tim Pendamping Pengendali Teknis. Namun sayang, para pegawai Dinas Perhubungan yang masuk dalam tim itu tidak jelas tugasnya. Sehingga mereka tidak melaksanakan pekerjaan apapun terkait pengadaan armana bus busway paket I dan II.

Meskipun begitu, Udar selaku Kadishub menyetujui pembayaran honor untuk Tim Pengendali Teknis sebesar Rp429,221 dan juga Tim Pendamping Pengendalian ‎Teknis senilai Rp193,814 juta. Pembayaran tersebut dianggap Jaksa sebagai kerugian negara karena tidak ada pekerjaan yang dilakukan oleh tim yang dibentuk itu.

‎"Akibat perbuatan terdakwa Udar Pristono bersama dengan Hasbi Hasibuan, Gusti Ngurah Wirawan dan Gunawan mengakibatkan kerugian negara (pada 2012) sebesar Rp9,576 miliar," terang Jaksa Victor.

‎Pada 2013, Udar bukannya memperbaiki kesalahannya. Namun, ia malah melakukan hal yang sama yaitu menyelewengkan proyek pengadaan busway. Awalnya dia menunjuk Prawoto selaku Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi BPPT tanpa melalui lelang alias penunjukkan langsung.

Kemudan, Prawoto dan timnya menyusun spesifikasi teknis bus yang akan diadakan dengan mengarahkan pada bis merek tertentu yaitu Ankai, Yutong dan Zhong Tong asal Cina. Tak hanya sampai situ, ‎dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp4,011 miliar untuk bus gandeng tidak didasarkan pada harga pasar, melainkan mengacu pada harga kontrak tahun sebelumnya yang juga berbeda dengan harga pasar.

"Tidak membandingkan harga bus sehingga tidak memenuhi syarat penyusunan HPS yang mengharuskan adanya perbandingan harga pasar," imbuh Jaksa Victor.

Setelah Laporan Akhir Perencanaan selesai dibuat Prawoto, Udar kemudian membayarkan biaya yang diajukan untuk perencanaan pengadaan busway articulated atau bus gandeng Rp275 juta, single Rp275 juta, dan sedang regular sebesar Rp250 juta. Kemudian Prawoto membagi-bagikan uang tersebut kepada pegawai BPPT. Padahal, seharusnya uang itu masuk kas negara di rekening BPPT.

Selanjutnya, Setiyo Tuhu ‎selaku Ketua Panita Pengadaan Barang bus atas sepengetahuan terdakwa Udar Pristono telah mengatur pemenang lelang empat paket pekerjaan pengadaan busway. Pada articulated paket I sebanyak 30 unit dengan anggaran sebesar Rp120,33 miliar. PT Korindo Motors memenangkan lelang itu dengan penawaran Rp113,856 miliar. Padahal harga terendah penawaran diajukan PT Putriasi Utama Sari sebesar Rp96,39 miliar.

Selanjutnya pengadaan bus busway articulated paket IV sebanyak 30 unit dimenangkan oleh PT Mobilindo Armada Cemerlang dan menerima pembayaran Rp105,765 miliar. Paket V articulated bus sebanyak 29 unit oleh PT Ifani Dewi menerima pembayaran Rp103,356 miliar. Paket II single bus sebanyak 36 unit oleh PT Ifani Dewi sebesar Rp67,428,504 miliar.

"Karena bus busway yang diserahkan oleh para penyedia barang tersebut tidak memenuhi spesifikasi teknis, maka seharusnya bus busway tidak diterima dan tidak perlu dibayar, sehingga pembayaran yang telah dilakukan menimbulkan kerugian keuangan negara Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp390,379 miliar," tutur Jaksa Victor.

Atas perbuatannya itu, Udar disangka melanggar Pasal 12 B Ayat (1) dan Ayat (2) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

BACA JUGA: