JAKARTA, GRESNEWS.COM - Langkah Mahkamah Konstitusi (MK) membentuk Dewan Etik pekan lalu, mendapat kritik keras dari Komisi Yudisial (KY). Alasannya, langkah MK membentuk dewan etik secara sepihak telah mengabaikan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Mahkamah Konstitusi. Dalam Perppu itu diamanatkan, pengawasan terhadap hakim-hakim konstitusi termasuk dalam proses rekruitmen dilakukan oleh Komisi Yudisial. Sementara dengan dibentuknya Dewan Etik, kewenangan KY itu seperti dipangkas. Apalagi dalam beleid soal Dewan Etik tak disebutkan jelas keterlibatan KY dalam pengawasan hakim MK. Alasan lainnya, DPR belum menyatakan menyetujui atau menolak Perpu No 1 Tahun 2013 tersebut.

Namun menurut Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Malang, Dr Muhammad Ali Syafaat, pembentukan Dewan Etik tersebut tidak bertabrakan dengan kewenangan KY yang diatur dalam Perppu MK. Dewan Etik menurutnya ditujukan sebagai lembaga pengawas internal MK yang tidak tekait dengan Perppu MK. Dewan Etik ini, kata Ali Syafaat merupakan langkah preventif yang dilakukan MK untuk mengawasi hakim-hakim konstitusi. "Selanjutnya, ketika ada temuan yang diindakasikan melanggar Kode Etik Hakim Mahkamah Konstitusi, MK bisa menindaklanjutinya ke KY melalui Majelis Kehormatan yang akan dibentuk oleh kedua institusi ini," kata Ali Syafaat kepada Gresnews.com, Rabu (18/12).

Ali Syafaat  mengatakan, dibentuknya Dewan Etik tidak akan menghalangi atau mengebiri akan dibentuknya Majelis Kehormatan oleh KY bersama MK sesuai amanah Perpu MK.  Sebab kata Muhammad Ali Syafaat, Dewan Etik ini bukan turunan dari Perpu MK. Akan tetapi turunan dari Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi yang dibuat oleh Mahakamah Konstitusi sendiri. "Karena ini bersifat internal maka format aslinya seperti apa tergantung pada MK dan ketika MK dan KY nantinya sudah membentuk Majelis Kehormatan, bisa saja MK menyesuaikan format Dewan Etik dengan format Majelis Kehormatan," katanya menambahkan.

Ia menilai, kekhawatiran KY atas dibentuknya Dewan Etik karena dinilai menolak Perpu MK, menjadi tidak beralasan. Pasalnya, MK tidak berada pada posisi menolak Perpu MK. "Sebetulnya bisa saja pembentukan Dewan Etik ini berbarengan dengan Majelis Kehormatan, hanya saja MK berupaya sigap untuk mengantisipasi pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim," ujar Ali Syafaat. Ia mengingatkan fungsi Dewan Etik itu harus maksimal untuk mengawasi internal MK, khususnya pengawasan terhadap hakim-hakim konstitusi.

Sebelumnya, KY mengaku, pihaknya bersama MK  tengah menggodok peraturan turunan dari Perppu MK yang kini tengah dibahas DPR tersebut. MK dan Komisi Yudisial (KY) telah sepakat-- berangkat dari Perpu sebagai UU yang sah sejak tanggal 17 Oktober 2013-- ada tugas bersama yang dilaksanakan MK dan KY antara lain menyangkut rekruitmen hakim konstitusi dan uji kelayakan calon hakim konstitusi. Selain itu kedua lembaga itu juga akan bekerjasama dalam pengawasan dan pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan hakim konstitusi.

Namun KY kemudian meragukan niat baik MK bekerjasama setelah MK membentuk dewan etik tersendiri. Dewan Etik ini berwenang menindak dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi. Dewan Etik ini merupakan lembaga independen yang beranggotakan tokoh-tokoh di luar MK. Terlebih MK telah membentuk panitia seleksi Dewan Etik. Mereka yang ditunjuk MK adalah mantan hakim konstitusi Laica Marzuki, Guru Besar Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra dan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra.

Menurut Ketua MK Hamdan Zoelva, pembentukan Dewan Etik ini merupakan putusan rapat permusyawarahan hakim pada tanggal 6 Oktober 2013. Dalam peraturan itu kata Hamdan, diatur mekanisme kerja dan pembentukan Dewan Etik serta kewenangannya. Diatur pula tentang anggota Dewan Etik dan panitia seleksi yang menyeleksinya. "Dewan Etik akan berwenang menerima laporan dan mengumpulkan informasi terkait hakim konstitusi," ujar Hamdan beberapa waktu lalu.

Hal inilah yang dinilai KY bakal memangkas kewenangan lembaga tersebut yang telah diamanatkan Perppu. Karena itu, KY meminta agar MK  mengkaji kembali keputusan tersebut. "Sepanjang DPR belum menyatakan menyetujui atau menolak Perpu No 1 Tahun 2013, maka aturan ini harus dipatuhi oleh semua pihak," kata Komisioner Bidang Hubungan Antarlembaga KY Imam Anshori Saleh.

Di DPR sendiri pembahasan Perppu MK sepertinya akan berjalan alot. Beberapa waktu lalu, Fraksi PKS menyatakan penolakannya atas Perppu tersebut. PKS menambah daftar panjang kelompok penolak Perppu yang sudah diisi Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai Hanura. Sementara barisan fraksi pendukung Perppu diisi Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Amanat Nasional. Fraksi lainnya seperti Fraksi Golkar belum memperjelas arah suaranya ke pihak mendukung atau menolak. Rencananya, Komisi III DPR akan mengambil keputusan final disetujui atau ditolaknya Perppu MK ini pada Kamis, 18 Desember mendatang.

BACA JUGA: