JAKARTA, GRESNEWS.COM - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) telah disahkan menjadi undang-undang pada sidang paripurna Kamis sore (19/12). Namun perdebatan terkait isi Perppu MK masih berlanjut.

Salah satu pasal dalam undang undang MK menyebutkan untuk mendapatkan hakim konstitusi yang baik, ada perubahan dalam persyaratannya sesuai Pasal 15 ayat 2 huruf i. Syaratnya, seseorang tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat tujuh tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi.

Pasal ini ditafsirkan sebagian kalangan akan mengancam posisi dua hakim mahkamah konstitusi, Hakim Hamdan Zoelva dari kader Partai Bulan Bintang (PBB) dan Patrialis Akbar dari Partai Amanat Nasional (PAN). Benarkah demikian?

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Malang Dr Muhammad Ali Syafaat berpendapat, UU MK itu tidak berlaku surut dan memiliki masa peralihan. Sehingga, posisi Hamdan dan Patrialis saat ini masih aman.

"Prinsif umum hukum, tidak berlaku surut. Suatu peraturan sifatnya berlaku sejak diundangkan,"  kata Muhammad Ali Syafaat kepada Gresnews.com, Jumat (20/12). Namun, kata dia, hal ini masih harus melihat dalam peraturan pelaksana UU tersebut.

Sementara pengamat hukum tata negara Refly Harun menjelaskan dengan pengesahan Perppu MK masa tugas hakim konstitusi dari parpol tidak bisa diperpanjang lagi. Hamdan sendiri sebelum dilantik menjadi hakim konstitusi pada awal 2010 adalah anggota Partai Bulan Bintang (PBB). Sehingga pada awal 2015 saat habis masa tugas, maka Hamdan belum 7 tahun non aktif dari PBB.

"Dengan hitung-hitungan itu, Hamdan tidak bisa diperpanjang lagi," kata kata pengamat hukum tata negara Refly, Jumat (20/12).

Adapun nasib Patrialis Akbar juga satu periode yaitu hingga 5 tahun ke depan. Sebab Patrialis sebelum menjadi hakim konstitusi aktif di PAN. "Namun Patrialis juga masih menunggu gugatan di PTUN," ujarnya.

Gugatan yang dimaksud yaitu keberatan dari LSM atas penunjukan Patrialis sebagai hakim konstitusi oleh Presiden SBY. Jika gugatan dikabulkan, maka Patrialis lengser. Menanggapi polemik Hamdan dan Patrialis serta merta mundur seiring dijadikannya Perpu menjadi UU, hal itu ditampik Refly.

"UU itu perspektifnya ke depan, kecuali UU itu sendiri menyebutkan retroaktif. Apa yang terjadi kemarin sudah dianggap selesai," ucapnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan berpendapat, pasal jangka waktu 7 tahun itu harus segera dijalankan sebab undang-undang tidak adanya aturan peralihan. Menurut undang-undang MK itu, hakim konstitusi tak boleh berasal dari partai politik.

Pasal lain yang dikritik Trimededya tentang pasal pengawasan. Pasal pengawasan ini berbunyi, "Perbaikan sistem pengawasan yang lebih efektif dilakukan dengan membentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang sifatnya permanen, dengan tetap menghormati independensi hakim konstitusi".

Menurutnya, substansi ini menyinggung perbaikan sistem pengawasan. Caranya, dengan membentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang bersifat permanen. Majelis Kehormatan ini nantinya akan dibentuk bersama oleh Komisi Yudisial dan MK. Majelis beranggota lima orang, yaitu seorang mantan hakim konstitusi, seorang praktisi hukum, dua akademikus yang salah satu atau keduanya berlatar belakang hukum, dan satu tokoh masyarakat.

Padahal saat ini, kata Trimedya, MK memiliki Dewan Etik dengan tugas yang sama, yaitu mengawasi hakim konstitusi. Perppu ini dianggap bertabrakan dengan Undang-Undang Komisi Yudisial. Di dalam Perppu itu, KY membentuk panel ahli untuk seleksi hakim konstitusi. Padahal, tidak ada kewenangan KY di dalam undang-undang.

Tabrakan-tabrakan seperti ini, menurutnya, UU MK terancam diajukan judicial review oleh masyarakat yang menganggap UU ini inkonstitusional. "Besar sekali peluangnya untuk Judicial reviewi," kata dia.

DPR akhirnya menyetujui Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi di dalam forum rapat paripurna, Kamis (19/12). Keputusan tentang Perppu ini ini diambil setelah DPR menggelar pemungutan suara (voting).

Dalam voting, suara partai koalisi mendominasi. Pendukung Perppu MK dilakukan oleh para anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat (129 orang), Fraksi Partai Golkar (26 orang), Fraksi Partai Amanat Nasional (28 orang), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (20 orang), dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (18 orang). Total suara yang mendukung Perppu MK ini ialah 221 orang. Hanya suara Fraksi PPP yang tidak bulat. Tiga orang anggotanya, yakni Lukman Hakim Syaifuddin, Kurdi Mukli, dan Ahmad Yani, menolak keberadaan Perppu ini.

Sementara dari kubu penolak Perppu MK, seluruh partai oposisi solid menolak pengesahan Perppu. Tiga fraksi penolak Perppu ialah Fraksi PDI Perjuangan (79 orang), Fraksi Partai Gerindra (16 orang), dan Fraksi Partai Hanura (9 orang). Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, yang berseberangan sikap dengan koalisi, juga ikut menentang Perppu ini. Sebanyak 41 anggota Fraksi PKS menolak Perppu. Dengan demikian, sebanyak 148 orang anggota dewan menolak Perppu.

(dtc)



 

BACA JUGA: