JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mohammad Mahfud M.D mengatakan jika Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2013 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) disetujui oleh DPR dan diberlakukan sebagai UU berpotensi menimbulkan sengketa kewenangan.

"Bisa terjadi sengketa kewenangan antara MK dan Komisi Yudisial," ujar Mahfud ketika dihubungi Gresnews.com, Selasa (19/11).

Mahfud menjelaskan Perppu MK begitu diberlakukan menimbulkan persoalan mengenai dewan etik. Masalah ini muncul karena dalam UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi tidak disinggung masalah dewan etik sehingga MK tidak berwenang membentuk dewan etik. Dalam UU MK hanya ada kewenangan membentuk majelis kehormatan ad hoc yang bersifat sementara.

Sedangkan dalam Perppu sebagai UU dan hukum positif yang berlaku hanya mengenal Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang sifatnya permanen. "Akan menjadi rumit ke depannya," katanya.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ismail Hasani ketika dihubungi secara terpisah mengatakan sejauh ini MK dan KY telah melakukan komunikasi yang produktif. Menurutnya apa yang dilakukan oleh MK dengan membentuk dewan etik sebaiknya dibiarkan terus berjalan sambil menunggu koordinasi antara keduanya membuahkan hasil hingga MKH MK terbentuk.

Permasalahan menurut Ismail akan muncul ketika DPR menolak Perppu tersebut dan MK mengabulkan gugatan pembatalan Perppu yang diajukan pemerintah. "Akan terjadi kekosongan hukum dan kembali ke peraturan yang lama," ujarnya.

Namun Ismail menekankan jika dirinya saat ini telah melihat semangat yang sama antara MK dan KY tentang perlunya pengawasan terhadap hakim MK. "Tinggal tata cara pengawasannya yang perlu dirumuskan bersama," ujarnya.

Sebelumnya Ketua Komisi Yudisial bidang Rekrutmen Hakim, Taufiqurrahman Syahuri menuding badan pengawasan Dewan Etik bentukan Mahkamah Konstitusi bermasalah. Pembentukan Dewan Etik berdasarkan Peraturan MK itu dinilainya tak memiliki dasar hukum kuat karena tak tercantum dalam perundang-undangan.

Taufiq juga mempersoalkan dasar hukum penggunaan anggaran untuk kegiatan badan tersebut. “Kalau dari anggaran MK, dasarnya apa? Kementerian Keuangan tak akan bisa memberikan dana pada badan yang tak memiliki dasar hukum kuat."  katanya kemarin.

Sehingga ia menilai pembentukan Dewan Etik itu sebagai bukti pengacuhan MK terhadap Perppu Nomor 1 tahun 2013. Ia mempersoalkan pembentukan badan pengawas tersebut karena dalam Perppu tersebut telah difasilitasi melalui pasal pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi.

Dewan Etik, menurutnya juga diragukan independensinya dalam menjalankan tugas. Salah satu alasannya adalah sekretariat Dewan Etik yang berada di bawah Sekretariat Jenderal MK. "Saya tidak yakin Dewan Etik dapat mengembalikan kpercayaan masyarakat," ujar Taufiq. Hakim MK, melalui Sekjen,  menurut dia dapat mempersulit dan menghalangi adanya laporan pelanggaran etik atau perilaku dari masyarakat. Sebab Sekjen adalah anak buah MK. 

(Yudho Raharjo/GN-04)

BACA JUGA: