JAKARTA, GRESNEWS.COM - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menyatakan akan menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2013 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang akan diajukan ke DPR. "Sebab Perppu tersebut menyalahi aturan dan tidak diperlukan,"  kata anggota Komisi Hukum DPR-RI dari Fraksi PDI-P Eva Kusuma Sundari kepada Gresnews.com, Senin (18/11).

Menurut Eva, Perppu sepatutnya tetap dibuat dalam koridor penghormatan prinsip keterpisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Maka sebaiknya, menurut Eva, Perppu hanya dibuat dalam situasi mendesak sesuai kebutuhan yang berkaitan dengan isu kesejahteraan ekonomi dan bukan isu yang menyebabkan sistem tata negara tercederai. "Misalnya wewenang yudikatif dan legislatif yang diserobot oleh eksekutif," ujarnya.

Selain itu, menurut Eva, soal pemilihan hakim sudah diatur di konstitusi Pasal 24c ayat (6) yaitu pengangkatan, dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara, serta ketentuan lainnya tentang MK telah diatur dengan UU. Jadi Perppu sepatutnya ditolak oleh DPR karena isinya tidak sesuai UUD dan situasi darurat tidak berdasar mengingat kasus yang menimpa mantan Ketua MK Akil Mochtar sudah ditangani secara hukum oleh KPK. "Jadi tidak perlu penyelesaian politik," ujarnya.

Eva menambahkan Perppu yang juga mengatur pemilihan hakim dan pembentukan tim panel yang menerima usulan calon hakim konstitusi dari Mahkamah Agung (MA), presiden dan DPR memiliki potensi buruk. Yakni, mengganggu otoritas masing-masing lembaga pemegang kekuasaan tersebut sebagai perwujudan kedaulatan rakyat.

Keberadaan tim panel yang memiliki kekuasaan menilai lembaga-lembaga tinggi ini tidak bisa dibenarkan karena sangat berpotensi mengganggu. Dalam praktik ketatanegaraan, kata Eva, sepatutnya tim panel bekerja sebelum pengambilan keputusan oleh DPR, MA dan presiden sebagaimana praktik tim seleksi  untuk hakim MA selama ini.

Sejak revisi UUD, menurut Eva, keberadaan lembaga-lembaga  tinggi negara setara dan tidak ada yang lebih tinggi. Apalagi tim panel dibentuk tanpa melalui proses demokratis yang melibatkan rakyat secara langsung. "Bagaimana tim panel mau menilai putusan politik DPR sebagai perwujudan kedaulatan rakyat," ujarnya.

Namun anggota Komisi Hukum DPR-RI dari Fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin tak sependapat dengan Eva. Menurut dia, MK sebaiknya mengikuti saja apa yang diamanatkan Perppu tersebut. Jika MK taat menjalankan Perppu maka segala persoalan yang melanda MK pascatertangkapnya Akil akan terselesaikan dengan segera.

Didi mengatakan soal pembahasan Perppu akan dilakukan terlebih dahulu di Komisi Hukum DPR sebelum dibawa ke sidang paripurna. "Saya berharap kawan-kawan di fraksi-fraksi yang lain memberikan dukungan terhadap pengesahan Perppu tersebut," katanya, melalui pesan Blackberry, kepada Gresnews.com. (Yudho Raharjo/GN-02)


BACA JUGA: