JAKARTA, GRESNEWS.COM - Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi, resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penahanan Rita dilakukan sejak Jumat (6/10) untuk 20 hari kedepan, Rita akan menghuni rutan KPK yang baru diresmikan.

"Tersangka RIW (Rita Widyasari) ditahan di Cabang Rutan KPK Gedung Merah Putih di Kavling K4," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah memberi konfirmasi kepada wartawan, Jumat (6/10).

Rita ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi. Salah satu materi pemeriksaan oleh KPK juga soal peningkatan harta kekayaan Rita.

"Materi pemeriksaan terkait dengan penerimaan gratifikasi oleh dua tersangka dan peningkatan kekayaan di LHKPN RIW (Rita Widyasari) selama menjabat," ungkap Febri.

Rita keluar dari gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (6/10) sekitar pukul 20.50 WIB. Saat keluar, Rita mengenakan rompi oranye tahanan KPK. Dia sempat berkata tetap yakin tidak bersalah. "Pokoknya saya akan tetap merasa tidak bersalah," tegas Rita saat akan memasuki mobil tahanan.

Bukan hanya Rita yang ditahan. Sebelumnya, pada pukul 16.49 WIB tersangka lainnya dalam kasus ini, Khairudin, juga keluar. Rompi oranye tersemat di atas baju koko putih yang dikenakannya. Saat ditanya soal suap kepada Bupati, Khairudin enggan menjawab. "Tanya penyidik saja," tuturnya sambil memasuki mobil tahanan.

Khairudin ditahan di rutan berbeda. Dia menghuni Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur.

Seperti diketahui, dalam kasus ini, Rita terjerat pasal berlapis, yakni soal suap dan gratifikasi. Dia diduga menerima suap Rp6 miliar dari Hery Susanto Gun selaku Direktur Utama PT Sawit Golden Prima (PT SGP).

Uang itu disebut diterima pada Juli dan Agustus 2010 untuk pemberian izin lokasi guna keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, kepada PT SGP.

Sementara itu, dalam dugaan gratifikasi, Rita bersama Khairudin, selaku Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB), diduga menerima uang sebesar US$775 ribu atau setara Rp6,975 miliar. Gratifikasi itu diduga berkaitan dengan sejumlah proyek di Kukar.

Selain mengaku tak bersalah, Rita juga menegaskan akan mengajukan praperadilan. "Saya, pertama, mengucapkan minta maaf kepada seluruh rakyat Kutai, Kaltim, karena hari ini saya dinyatakan tersangka dan harus menjalani prosesnya. Kami insyaallah akan melakukan praperadilan," ungkap Rita.

Rita berpendapat proses penetapan tersangka atasnya dilakukan secara terburu-buru. Dia merasa masih punya peluang untuk membela diri. "Dan saya merasa tidak bersalah dalam dua hal yang dituduhkan KPK, tapi proses ini harus saya lewati. Bahwa kalau diperiksa, harus ditahan, kan begitu, ya," terangnya.

Rita kemudian mengamini adanya bantuan hukum dari partai yang menaunginya, Golkar. Namun untuk sementara ini Rita menyatakan masih menggunakan penasihat hukum secara pribadi.

"Ada (respons dari partai). Partai membantu. Beberapa (penasihat) hukumnya mau di... pendampingan hukum. Cuma mahal semua, jadi nanti (dipikirkan)," tutur Rita.

Dalam kesempatan itu, Rita juga menyangkal dugaan suap Rp6 miliar yang diterimanya dari PT Sawit Golden Prima (PT SGP). Dia mengklaim uang itu berasal dari penjualan emas warisan. "Iya, (yang dengan) sawit itu benar-benar murni jual beli emas. Saksi saya belum pernah ditanya," ujar Rita.

Menurut Rita, transaksi itu pun sudah lama terjadi. Dia menyatakan penjualan emas terjadi pada 2010. "(Itu emas) 15 kilogram. Saya punya emas dikasih bapak saya, saya jual," ungkap Rita.

Dari dugaan KPK, uang suap yang diterima berkaitan dengan pemberian izin lokasi guna keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit kepada PT SGP. Penasihat hukum Rita, Noval El Farveisa yang mendampingi saat penahanan, memberi klarifikasi.

"Uang belum pernah diberikan. Jadi itu adalah prosesnya dijalankan oleh Pj (Penjabat) sebelum Bu Rita dilantik. Jadi bukan uang atas izin PT Golden (PT Sawit Golden Prima, red), bukan. Ini murni penjualan emas," kata Noval di lokasi yang sama.

Sama seperti Rita, Noval secara tegas mengatakan akan mengajukan praperadilan atas status tersangka kliennya. Namun kini dia dan Rita perlu waktu untuk beristirahat. "Nanti kita pikirkan, ya, Pak. Sekarang sudah terlalu lama (pemeriksaannya). Kita bisa istirahat dulu sebentar," kata Noval.

JERAT TPPU - Dalam perkara ini, KPK tak hanya menjerat Rita dengan dugaan suap tetapi juga tindak pidana pencucian uang (TPPU). "Nanti sudah barang tentu akan dilakukan pemeriksaan, akan dilanjutkan dengan TPPU. Tapi sampai dengan saat ini karena tim masih di lapangan, pasal yang kita terapkan adalah pasal 12 a dan 12 b (terkait suap) kemudian 12 B (terkait gratifikasi)," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.

Terkait hal itu, KPK telah mengamankan 4 mobil atas nama orang lain dari penggeledahan yang dilakukan terkait kasus Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari. KPK belum merinci atas nama kepemilikan mobil yang disita tersebut. Mobil disita karena diduga terkait dengan perkara yang menjerat Rita.

"Menyita 4 mobil, Hummer H3, Toyota Vellfire, Ford Everest, dan Land Cruiser, yang berada dalam penguasaan RIW (Rita Widyasari), namun dengan nama pihak lain," tutur Basaria.

KPK juga telah menggeledah sejumlah kantor dinas terkait perkara suap dan gratifikasi Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari. Penggeledahan tersebut dilakukan KPK di kantor Dinas Pertanahan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Dinas Pendidikan.

KPK menelusuri dugaan keterlibatan kepala dinas terkait. "Sudah dilakukan penggeledahan kepada beberapa kepala dinas. Gratifikasi melibatkan pemberi. Apakah kepala dinasnya terlibat atau tidak, kita masih belum bisa mengumumkan," ujar Basaria.

KPK juga akan memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari. Ini menyusul peningkatan harta kekayaannya setelah menjadi bupati. "Masalah LHKPN peningkatannya nanti akan diperiksa," ujar Basaria.

Peningkatan tersebut merupakan selisih dari LHKPN yang dilaporkan pada 23 Juni 2011 sebesar Rp 25,850 miliar, dengan yang dilaporkan pada 29 Juni 2015 sebesar Rp236,750 miliar. Peningkatan itu terjadi saat dia menjabat Bupati Kukar pertama kali pada periode 2010-2015.

Dalam laporan tahun 2015, Rita menambahkan Rp200 miliar dari hasil pertambangan. Tertulis pula itu adalah penambahan data baru. "Apakah lahan perkebunan merupakan modus (suap atau gratifikasi), kami sampaikan saat ini kita tidak bisa menyatakan iya atau tidak. Sabar dulu. Nanti kita periksa dulu, baru kita tentukan hasil gratifikasi atau benar-benar hasil nilai dari pertambangan yang dimiliki," ucap Basaria.

Sebelumnya, Rita sudah pernah mengklarifikasi soal penambahan hartanya yang naik signifikan. Rita menjelaskan perubahan signifikan dalam dua pelaporan yang berselisih empat tahun tersebut murni karena tanah tambang dan sawit tidak dia laporkan dalam laporan awal.

Pada pelaporan 2010, yang kemudian diterbitkan dalam catatan berita negara pada 2011, Rita melapor dalam kaitan dengan pencalonannya sebagai Bupati Kukar. Dia melaporkan hartanya dari hasil tambang dan batu bara, namun tidak termasuk lahannya. Kemudian pada 2014, Rita melapor lagi, kali ini menyertakan nilai lahan perkebunan dan pertambangan itu. (dtc)

BACA JUGA: