JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membersihkan lembaga di bawah Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, seperti PT PLN dan PT Pertamina. Sebab di lembaga-lembaga tersebut memiliki potensi korupsi yang sangat tinggi. Menurut Sri jika sektor-sektor itu bisa diperbaiki maka akan signifikan berdampak pada pendapatan negara.

Menanggapi langkah-langkah Menteri Keuangan ini, Direktur Eksekutif CERI (Center of Energy and Resources Indonesia), Yusri Usman, pihaknya mengaku mengapresiasi tinggi sikap Menkeu Sri Mulyani yang telah memetakan korupsi yang masif di Kemenku, ESDM, Pertamina dan PLN yang sangat berpotensi menggerogoti penerimaan negara dan pengeluaran negara.

Bahkan sejak sekitar tahun 1972, Pertamina saat dipimpin oleh Ibnu Sutowo sudah pernah kolaps. Kasus lainnya adalah, saat terjadi operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Rudi Rubiandini, Jerok Wacik dan Suroso mantan Direktur Pengolahan Pertamina dalam kasus TEL serta kasus kondensat di TPPI.

"Seharusnya pada saat kasus OTT Rudi Rubiandini menjadi pintu besar yang bisa digunakan KPK membereskan semua kasus korupsi di sektor energi. Anehnya hal itu tidak dimanfaatkan KPK," kata Yusri kepada gresnews.com, Selasa (15/11).

Dia menyebutkan, dalam kasus itu ada dugaan banyak elit-elit penguasa yang terlibat. "Bahkan saya telah berulang kali membuat laporan resmi ke Kejagung dan terakhir ke KPK pada 16 November 2016 soal dugaan permainan oknum-oknum di Ditjen Migas dan Pertamina soal  ekspor kondensat," ujarnya.

Sementara itu di tempat terpisah, Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menambahkan, untuk memberantas korupsi di sektor energi dan Kementerian Keuangan, pertama yang harus dilakukan adalah dengan "mereformasi" Kementerian Keuangan.

Menurut Uchok banyaknya tugas dan fungsi Kemenkeu ini membuat lembaga ini susah diawasi.  Para koruptor juga bisa menghilangkan jejak ketika melakukan korupsi.

"Seharusnya Kemenkau, cukup sebagai bendahara negara. Sedangkan untuk penerimaan negara seperti dirjen pajak, atau bea dan cukai buat saja lembaga selevel kementerian," kata Uchok kepada gresnews.com, Selasa (15/11). Sehingga urusan kemenkeu tidak bercampur antara urusan belanja dan penerimaan.

Selain itu, SKK Migas juga harus dibubarkan. Urusan migas biar diurus oleh perusahaan negara. Bukan lagi seperti saat ini,  SKK Migas seperti mewakili pemerintah. "Kalau terjadi sengketa, pemerintah pasti rugi. Tapi kalau perusahaan negara yang tangani, maka bila terjadi sengketa dan kalah, hanya perusahaan saja yang rugi. Negara dan pemerintah tidak ikut disita," tegas Uchok.

BENAHI KELEMBAGAAN - Menurut Uchok,  jika pemerintah ingin membenahi sektor energi dan Kemenkeu. "Pertama yang harus dibenahi lebih dahulu adalah kelembagaannya, baru dicari orang -orang profesional. Bukan orang- orang pesanan yang ditempatkan pada lembaga baru tersebut," paparnya.

Seperti diketahui sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani meminta KPK membersihkan Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) dari potensi korupsi, kolusi dan nepotisme.

"Menteri Keuangan minta KPK beresin PLN, ESDM, Pertamina dan Kemenkeu, sehingga 50 persen masalag negara selesai," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang di Gedung Auditorium Institute Perbanas Jakarta, Sabtu (12/11).

Saut mengakui, permintaan Menkeu itu merupakan tantangan bagi KPK. Karena korupsi di sektor keuangan dan energi ini telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar. Sebab hal itu terkait keuangan negara dan investasi swasta.

Menanggapi permintaan itu, pihaknya mengaku akan mendalami semua informasi yang disampaikan Sri Mulyani kepada KPK.

Seperti diberitakan sebelumnya,  KPK saat ini tengah menunggu laporan resmi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkat 34 proyek pembangkit tenaga listrik yang mangkrak.
 KPK tengah melakukan pengusutan kasus-kasus tersebut.


"Kalau radar KPK menangkap ada dugaan proyek yang bermasalah, maka kami akan tindaklanjuti laporan dari BPKP, " kata Ketua KPK, Agus Rahardjo di Kantor KPK, Kamis (10/11) lalu.

Namun menanggapi permintaan Sri Mulyani ini, anggota Komisi VI DPR RI fraksi Hanura Inaz Nasrullah menilai, potensi korupsi bukan hanya terjadi di kementerian ESDM, tetapi juga pada lembaga lainnya.

"Kalau bicara potensi korupsi tentunya di setiap kementerian pasti ada, bukan hanya di ESDM dan BUMN, tetapi lembaga lainnya juga," kata Inaz kepada gresnews.com, Selasa (15/11).

Mantan anggota Komisi VII DPR RI ini menilai KPK harus melakukan hal yang sama terhadap lembaga dan kementerian lainnya. "Jadi KPK harus tetap melakukan sosialisasi di setiap kementerian," jelasnya.

BACA JUGA: