JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tertangkapnya anggota Komisi III DPR yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR I Putu Sudiartana oleh KPK, terkait kasus suap proyek 12 ruas jalan di Sumatera Barat, merepresentasikan bahwa anggota Banggar berpotensi menjadi makelar proyek. Apalagi setiap anggota Banggar memiliki slot anggaran yang dapat diamankan untuk proyek tertentu.

Menurut Donald Fariz dari Indonesia Corruption Watch (ICW), berkaca dari kasus yang tengah ditangani KPK itu terlihat pola berbagi anggaran seperti kasus Waode Nurhayati. Dalam persidangan ketika itu Waode menyebutkan setiap slot yang telah dimiliki oleh para "pemain" anggaran akan mendapatkan komisi dari para pemegang proyek.

Pola kasus mempermainkan anggaran sudah sangat sering terjadi, walaupun Mahkamah Konstitusi (MK) telah berusaha mengurangi kewenangan Banggar sampai dengan satuan tiga. Yaitu dokumen anggaran yang memuat deskripsi program dan rincian alokasi pagu anggaran per program. Pembatasan tersebut dimaksudkan agar Banggar tidak lagi dapat membahas mata anggaran secara teknis bersama pemerintah, sampai pada hal-hal yang sangat rinci di satuan tiga.

MK juga menghapus kewenangan DPR dalam memberi tanda bintang pada anggaran yang dianggap belum memenuhi syarat Banggar, tetapi hanya boleh menyatakan setuju atau tidak setuju. "Namun ternyata anggota DPR masih bisa mencari celah untuk ´mengamankan´ anggaran di proyek-proyek pemerintah," ujar Donald di gedung DPR, Kamis, (30/6).

Beberapa penyebabnya antara lain, perubahan pola permintaan anggaran. Dimana pada masa sebelum reformasi yang langsung diajukan ke BAPENAS, akan tetapi sekarang melalui DPR. Akibatnya banyak pihak dari daerah menjemput langsung anggaran dengan menggelontorkan uang pelicin. Hal itu diperkuat dengan  penambahan kewenangan fungsi budgeting yang semakin kuat, walaupun sudah dihilangkan oleh MK tetapi tetap menjadi akses bagi Banggar untuk melakukan permainan anggaran.

Menurut dia, terjadinya kasus itu disebabkan oleh dua hal yakni corruption by greed dan tingginya ongkos sistem perpolitikan yang ada. Apalagi jika menjelang lebaran para anggota DPR pasti dibanjiri permintaan oleh para konstituennya. Akibatnya mau tidak mau mereka harus mencari sumber-sumber pemasukan. Untuk menutupi ongkos politik yang digunakan untuk menjamu para konstituen.
FENOMENA BENDAHARA PARTAI - Seperti diketahui, selain menjadi anggota Banggar, Putu juga menjabat Bendahara Umum Partai Demokrat. Fenomena Bendahara Umum yang terjerat kasus sudah sangat sering terjadi.

Problematika pendanaan politik dalam tubuh partai sangat kompleks karena bendahara akan menjadi orang yang paling banyak disodori proposal kepentingan kegiatan partai mulai dari Munas, Mubes sampai kegiatan-kegiatan lainnya.

"Tagihan kepada bendahara umum jadi sesuatu yang memicu mereka mencari sumber-sumber pendanaan. Yang paling instan adalah bekerja atas proyek-proyek apa pun," ungkapnya.

Melihat sejumlah hal ini, Donald menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan bahwa anggota Banggar lain ikut terlibat dalam kasus ini. Sebagai anggota Banggar, seluruh keputusan harus diambil secara kolektif jadi pasti melibatkan anggota Banggar yang lainnya.

"Semoga KPK bisa membuka kasus ini lebih luas, sehingga keterlibatan anggota Banggar yang lain dapat terbuka," ujar Donald.

Selain Putu, dalam operasi tangkap tangan itu KPK juga menangkap enam orang lainnya. Diantaranya Noviyanti selaku sekretaris Sudiartana, Muchlis suami Noviyanti, Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Barat Suprapto, dan dua orang pengusaha yakni Suhemi dan Yogan Askan.

KPK juga telah menggeledah ruang Putu di Lantai 9, Gedung Nusantara I DPR. Penggeledahan yang berlangsung selama 2,5 jam, sejak pukul 13.20 hingga 15.35 WIB itu sempat disita satu koper dokumen dan barang bukti lainnya.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengaku kecewa dan prihatin atas tertangkapnya Putu selaku anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat. Penangkapan tersebut, menurutnya, harus menjadi pelajaran semua kalangan bukan hanya anggota DPR saja. Namun, menurutnya, pencegahan korupsi jauh lebih penting dan disitulah KPK harus memaksimalkan perannya.

"Dalam hal ini KPK harus lebih gencar mengupayakan pencegahan agar kasus korupsi tidak terus terjadi," ujar Fadli Zon di Gedung DPR, Kamis (30/6).

Menurutnya, pencegahan yang dilakukan KPK sudah cukup baik, akan tetapi faktanya kasus yang sama selalu terjadi berulang-ulang. Hal ini mengindikasikan bahwa KPK belum maksimal dalam menjalankan tindak pencegahan korupsi dan harus meningkatkannya agar tidak terjadi pengulangan.

BACA JUGA: